Hah? Sudah malam tahun baru saja besok :O Time does flies, ya... Rasanya kayak baru kemarin aku asyik edit-edit novel kelima, eh tahu-tahu saja sudah mau berganti tahun. Jujur saja rasanya aku kurang produktif di tahun 2018. Bukan karena 100% malas sih, tapi ada beberapa hal yang berubah dan "mengeluarkan" aku dari zona nyaman, ---yang bikin harus adaptasi dari awal. Kalau saja bisa kembalikan waktu, aku mau. Tapi ini kan dunia nyata bukan The Twilight Zone, hehehe. Jadi daripada disesali lebih baik sih diperbaiki. I'm gonna be a better me. Amen! :)
Dari sekian hal yang membuat aku "keluar dari zona nyaman" ada satu hal yang sama sekali nggak aku sesali alias nggak mau ganti dengan apapun. Ada yang bisa tebak apa? Well, kalau sempat baca post ku yang kemarin-kemarin pasti tahu. ---Aku punya suami! Selain keinginan dari diri sendiri, dialah yang membantuku pelan-pelan kembali ke track yang benar. Aku bersyukur dia, ---Shane, nggak memaksakan agar aku bisa kembali produktif secara instan, malah kemarin kami sempat jalan-jalan singkat ke Singapore untuk berlibur sekaligus me-restart tubuhku :)
Ide jalan-jalan ini sebetulnya nggak seluruhnya ide suami. Dia memang berencana mengajakku ke Singapore untuk suatu keperluan, tapi lalu Ibu Mertua punya ide agar aku juga bisa bersenang-senang di sana. "Hadiah natal untuk Indi", begitu katanya. Ya sudah yang tadinya aku hanya membawa piyama banyak-banyak (karena niatnya mau stay di hotel saja, hehehe), jadi ditambah beberapa dress deh biar kece :p By the way, ada yang ingat dengan cerita liburanku sebelum ini kah? Nah, setelah pengalaman yang sampai sekarang meninggalkan trauma itu aku jadi wanti-wanti sama Shane untuk membaca baik-baik dulu review hotel tempat kami menginap nanti. Jangan sampai foto-foto di situsnya bagus tapi setelah sampai ternyata jauh berbeda. Aku sih lebih percaya apa kata pelanggan daripada kata situs karena bisa saja dimanis-manisin. Syarat yang kuminta juga nggak muluk-muluk, asal bersih, wifi kenceng, ada bathup, dan bakal nilai plus kalau ada hair dryer karena aku malas bawa tas berat-berat. Maklum dari zaman masih bocah tas travelingku cuma satu dan ukurannya nggak besar-besar amat, hehehe. Akhirnya setelah Shane punya 3 kandidat hotel dia nemu juga hotel yang pas. Keesokan paginya kami langsung terbang ke Singapore, deh :)
Kami terbang dari Bandung dengan menggunakan pesawat Air Asia. Nggak sempat sarapan dan waktu tiba sudah pas-pasan dengan waktu boarding. Sebenarnya ada sih waktu sedikit, tapi kami sempat ditanya-tanya dulu sama petugas imigrasi karena Shane over stayed beberapa hari. Iya, meski kami sudah menikah suamiku masih pakai visa on arrival, jadi hanya berlaku 30 hari. Dan dia sudah tinggal di sini selama 7 bulan, ---jadi coba hitung saja berapa kali dia harus meninggalkan Indonesia setiap bulan agar bisa bersamaku. Saking seringnya Bandung-Singapore-Bandung jadi terasa seperti ke mall saja, karena berangkat pagi sorenya sudah di Bandung lagi. Awalnya rasanya sih kasihan, kok demi pacar begini amat. Tapi sekarang aku malah merasa wajar, you need to fight for love, benar nggak? :)
Setelah selesai dengan urusan imigrasi (---yang menurut Shane petugasnya flirting sama aku karena kami disangka temenan, bhahahahaaaa) penerbangan berjalan lancar. Nggak sempat tidur sih karena perut lapar dan menu di pesawat nggak ada yang vegan friendly. Tapi mood kami baik sekali, sepanjang perjalanan ngobrol terus dan main cilukba dengan penumpang cilik yang duduk di depan kami, hehehe.
Setiba di Changi airport kami nggak langsung ke hotel tapi cari makan dulu. Sekalian Shane juga ajak aku berkeliling karena airport ini sudah jadi "tempat tinggal" keduanya selama 7 bulan terakhir (aww...). Pilihanku nggak jauh-jauh sama Nasi Padang. Paling aman deh, soalnya ada menu perkedel sama terong dan nasinya segunung jadi dijamin kenyang dan vegan (eh tapi nggak tahu ya kalau ternyata perkedelnya pakai egg wash T_T). Selesai makan kami duduk-duduk sambil main ukulele. Mau menginjakkan kaki ke luar rasanya malaaaaas banget, soalnya matahari lagi terik-teriknya. Jadi kami santai dulu sambil menunggu waktu check in hotel. Ini nih salah satu alasan kenapa aku cinta sama Shane, kami sama-sama malas panas-panasan, hehehe. Oh iya, dulu pas aku ke Singapore sama Bapak kami boros banget gara-gara pakai taksi ke mana-mana. Bersyukur aku diberitahu teman, Wilson namanya, untuk pakai aplikasi Grab saja karena lebih murah dan cepat dapatnya. Aplikasinya nggak perlu khusus, secara otomatis bakal baca lokasi kita meski download app nya pas di Indonesia. Pokoknya ini life saver banget karena dari pintu terminal kami rupanya cukup susah untuk dapat taksi dan kendaraan umum lainnya. Saking susahnya driver yang jemput kami sempat salah lokasi. Untung saja beliau sabar banget dan mau muter-muter tanpa charge kami lebih *fiuuuh* :D
Hotel yang Shane pilih itu namanya Grand Pasific. Entah deh masih ada hubungannya dengan hotel yang bernama sama di Bandung atau nggak. Jarak dari airport sekitar 20 menitan, tepatnya di Victoria Street. Kesan pertama, aku suka dengan suasana daerahnya yang sepi. Nggak gitu banyak turis lalu lalang dan hotelnya juga sederhana. Kalau kata Shane sih, "Gedungnya tua, tapi tuanya tua dalam artian bagus." ---Nggak tahu deh apa maksudnya, hahaha :') Kami kebagian di lantai 10, di kamar paling ujung dekat tangga darurat. Aku dan Shane langsung girang, soalnya itu artinya kami bisa nyanyi dan main ukulele sampai larut tanpa takut ada yang merasa terganggu. Hore! Sudah dua kali berturut-turut saat menginap kami kebagian kamar yang "bebas merdeka", sungguh kebetulan yang menyenangkan :D Prinsip kami sih mending menginap di tempat yang lumayan supaya fasilitas toiletries atau personal carenya lengkap. Jadi space di tas bisa buat alat musik, laptop dan, ehm... boneka kelinciku, hehehe. Paling hanya sabun cuci muka dan deodoran saja yang bawa dari rumah, lainnya seperti lotion, qtips, dll sudah ada. Karena happy ala kami ya begitu, bisa menulis, bisa nonton film, bisa main musik, bisa santai... Rasanya kaya surga dunia, hehehe.
Shane langsung rebahan di kasur sementara aku langsung berendam air hangat. Rasanya nyaman sekali setelah paginya aku mandi agak keburu-buru. Sayangnya aku lupa bawa bathboom yang mertuaku kasih, jadi cuma pakai shower gel biasa. Aku juga sudah siap bawa HP ke kamar mandi supaya bisa sambil nonton film, tapi rupanya wifi selalu putus-nyambung begitu di wilayah tub. Jadi ya sudah aku merem-melek saja sambil menikmati siang menjalang sore. Setelah selesai aku pun menyusul Shane yang sudah terlelap (mungkin kelamaan nungguku, hehehe). Saking nyenyaknya kami terbangun tengah malam dalam keadaan lapar. Insting pertamaku langsung ajak Shane jalan kaki buat cari makan murah-meriah. Tapi lalu aku sadar kalau di daerah ini restoran sudah pada tutup, dan yang buka 24 jam cuma mini market. Yah... makan mie instannya besok-besok saja dulu deh... Masa lagi liburan sudah berasa kaya pas akhir bulan di rumah, hehehe :p Hasil cek google restoran terdekat yang masih buka jaraknya di atas 4 KM semua. Jangankan cuci muka, buat ganti piyama dengan yang baju yang agak mendingan saja aku sudah malas... Akhirnya kami putuskan untuk pakai Grab food. Agak asing dengan aplikasinya karena di Bandung kami biasa pakai Gofood atau delivery order ke restorannya langsung. Sempat 2 kali gagal karena jaraknya di luar area, dan waktu akhirnya dapat ternyata makanan Meksiko. Padahal awalnya aku lagi kepengen banget makanan India, hehehe. Tapi nggak apa-apa deh, soalnya Baja Bowl dari Baja Fresh Mexican Grill ternyata enak banget! Aku sampai habiskan 2 mangkuk besar dan setelahnya... langsung tidur lagi. Kekenyangan!
Karena aktivitas hari pertama kami cuma makan-tidur-makan-tidur, besoknya kami bangun pagi-pagi sekali. Rambutku agak lepek jadi sekalian saja aku mau coba jajal kemampuan hair dryer hotel. Di luar dugaan, meski kecil ternyata oke juga. Anginnya kuat banget, sampai-sampai rambutku yang tebal ini lumayan cepat keringnya. Sayangnya colokan di wastafel kamar mandi hanya untuk shaver. Jadi sehabis rambut kering aku nggak bisa styling pakai catokan di sana :( Untung saja aku banyak akalnya (lol). Aku pakai kamera selfie HP ku sebagai cermin! Agak-agak kagok sih, tapi it works. Sudah kece kami niatnya mau cari sarapan di luar. Alasannya karena menginap ternyata exclude sarapan. Tapi iseng-iseng kami tanya berapa harganya, ternyata terjangkau (kalau nggak salah sekitar 200 ribuan per orang) dan all you can eat! Ya sudah kami makan di sana, namanya Sun's Cafe. Menunya ala makanan rumah gitu, dan ada pilihan untuk vegan. Aku dan Shane puas banget dan berandai-andai kalau saja kami bisa makan "menu sarapan" untuk makan siang dan malam juga. Kan bisa hemat tuh. Secara pas kami hitung-hitung untuk makan malam yang lalu habis 500 ribuan. Mending aku makan di Ampera deh bisa traktir sekeluarga plus gratis teh anget :')
Keinginanku buat main ukulele sepuasnya tercapai juga. Mungkin karena nggak was-was ada yang terganggu rasanya jadi lebih kreatif. Aku bikin lagu di sana, ---tepatnya pas lagi nongkrong di kamar mandi, hehehe. Aku dan Shane memang nggak banyak ke luar, sebagian besar waktu kami dihabiskan di kamar saja. Kami hanya keluar untuk makan, itu pun nggak jauh-jauh. Ada restoran namanya Din Tai Fung yang jaraknya cuma 2 belokan dari hotel. Sejauh ini rasa makanannya jadi yang paling memuaskan lidahku, soalnya pedas dan nendang. Sedangkan sisanya kami makan di kamar saja sambil genjang-genjreng ukulele. Eh, ngomong-ngomong ada pengalaman cukup horror lho di kamar kami. Seperti yang sudah aku sebutkan, kamar kami ada di ujung. Jadi sisi kirinya mentok dan sisi kanan langsung ke tempat tidur kamar lain bukan kamar mandi. Di depan kamar kami juga kosong dan kamar kami menghadap ke jalan, jadi suara yang terdengar harusnya cuma lalu-lalang kendaraan saja. Tapi beberapa kali kami dengar ada suara air mengalir, seperti orang pakai shower dan flush toilet gitu. Padahal aku sudah cek kalau ada yang pakai kamar mandi nggak terdengar tuh ke luar. Pernah lagi asyik nonton TV tiba-tiba saja ada "suara-suara". Malah yang lumayan bikin deg-degan lampu kamar kami suka kaya ada yang mainin. Seram-seram kocak, soalnya kami senang nonton film horror tapi kalau ngalamin ternyata takut juga, hahaha.
Di hari ketiga aku kepengen pulang. Padahal seharusnya kami menginap satu malam lagi, bahkan sudah berencana ganti hotel segala biar nggak bosan. Entah kenapa aku kepikiran melulu ikanku, Fish O'Fish. Jadi sebelum berangkat aku memang sempat nangis kejer gara-gara si ikan lagi sakit pop eye (mata bengkak). Sudah diobati dan minta saran sama teman-teman di grup tapi kondisinya masih gitu-gitu saja. Yang bikin makin khawatir dia jadi susah makan, padahal biasanya lahap. Selama di Singapore aku whatsapp bapakku terus buat nanya keadaannya. Katanya sih baik-baik, tapi karena nggak kirim bukti foto kok aku jadi curiga (---padahal rupanya memang baik-baik saja, lol). Aku bilang sama Shane kalau pulangnya lebih baik dipercepat saja. Toh aku sudah dapat cukup waktu untuk refreshing dan lama-lama bingung juga mau ngapain lagi. Sayangnya karena mendadak kami nggak dapat tiket yang langsung ke Bandung kecuali kalau berangkat pagi-pagi sekali. Well, itu sih nggak mungkin karena aku minta pulangnya saja sudah hampir tengah hari. Aku pikir sudahlah kami ke airport dulu siapa tahu ada yang cancel dan jadi rezeki kami. Jadilah kami check out dan jalan-jalan dulu sebentar. ---Maksudnya literally jalan kaki sambil ngalor-ngidul karena Shane rupanya belum mantap untuk pulang. Kami mampir dulu ke Food Republic dan ngobrol-ngobrol di sana. Kami bahas apa plus-minusnya kalau kami pulang sekarang atau besok. Tapi nggak butuh waktu lama Shane pun setuju untuk pulang, alasannya karena cuaca sangat panas dan setelah dihitung baju bersih dia juga tinggal satu, hahaha. Jadilah kami pesan Grab dan menuju airport.
Pas banget sampai di airport ibuku video call. Beliau kaget karena aku sudah mau pulang dan belum dapat tiket. Kayanya Ibu khawatir kalau aku bakal nginep di airport saking malas ke mana-mananya :p Tapi aku jelaskan kalau Shane sedang cari tiket, dan terakhir waktu kami cek ada penerbangan ke Jakarta untuk sore hari. Syukurlah ternyata kami kebagian meski sisa hanya beberapa seats saja, ---dan aku masih kebagian window seat pula! Alhamdulillah! :D Pokoknya aku girang-segirangnya. Kami cuma punya waktu 30 menit sebelum boarding, dan itu aku pakai untuk beli oleh-oleh baju buat Ali keponakanku, sementara Shane beli burger sayur untuk bekal di pesawat karena tahu nggak ada menu vegan di udara. Kami sempat berselisih, karena waktu kami sudah dipanggil Shane ternyata masih belum kembali. Padahal aku sudah ingatkan dia untuk lari. Aku sampai bilang kalau sampai kami ketinggalan aku mau nangis kejer, hahaha. *becanda*
Waktu kami duduk di pesawat rasanya aku lega banget. Nggak sabar untuk tidur di kamar kami dan ketemu lagi sama keluarga dan hewan-hewan peliharaan di rumah. Singapore memang negara yang menyenangkan, aku nggak pernah kecewa setiap kali berkunjung ke sana. Tapi nggak ada yang mengalahkan nyamannya rumah dan nikmatnya masak di dapur sendiri :))
Rupanya memang benar, aku hanya perlu refreshing. Keluar dari rutinitas ternyata membuatku rindu untuk kembali produktif. Mungkin karena terlalu larut dengan kemageran, bikin aku lupa tentang "pentingnya" liburan. Serius guys, jangan pernah menyepelekan kekuatan dari ambil break buat diri sendiri. Nggak usah jauh-jauh, nggak usah lama-lama. Yang penting beri diri sendiri waktu untuk rehat because you deserve it! ;)
nb: Aku deg-degan banget waktu buka pintu kamar, takutnya Fish O'Fish kenapa-napa. Rupanya oh rupanya, dia malah jauuuuh lebih sehat dari sebelumnya. Aku memang suka khawatir berlebih ya, hahaha :D
penggemar burger sayur,
Indi
-----------------------------------------------------------------------