Halo, halo, halooo bloggies! Hahaha, gue menulis ini di hari terakhir libur pre school, lho. Kinda lazy to work, rasanya masih pengen liburan (karena gue nggak benar-benar libur, ada pekerjaan lain, sniff). But, well, gue kangen sama anak-anak :) Jadi sambil menunggu "the day" lebih baik gue menceritakan dulu apa yang sudah gue alami kemarin. Karena setelah mulai bekerja pasti akan ada banyak cerita baru :)
What I wore? Dress and hair bow: design by me | Shoes: Gosh |
Kemarin, waktu 17 Agustus (happy birthday, Indonesia!) adalah hari yang menyenangkan buat gue. Akhirnya gue bertemu langsung dengan seorang teman yang sebelumnya hanya berkomunikasi lewat telepon dan internet. Namanya Iin, atau biasa gue panggil Inis, akronim dari nama lengkapnya. Perkenalan gue dan Iin terjadi dengan cara yang cukup unik, yaitu dengan peran dari followers gue di twitter! Hehehe, kalau biasanya orang berkenalan karena saling follow atau berteman di facebook, gue dan Iin justru belum pernah menemukan akun satu sama lain.
Gue masih ingat betul bagaimana kejadiannya. Di suatu sore gue dan Ray berjalan-jalan, menunggu waktunya dinner. Lalu handphone gue berbunyi cukup sering, hingga membuat gue penasaran untuk meliriknya. Ternyata ada puluhan mention masuk ke akun gue dengan isi yang hampir sama, "Indi, ada pengidap scoliosis ikut audisi di X Factor." Gue ingin segera menontonnya, tapi sayang di mall tempat kami berjalan-jalan hanya ada TV yang memutar siaran luar negeri. Syukurlah gue ingat kalau X Factor mempunyai channel youtube sendiri, jadi gue lega karena bisa menonton tayangan re-run nya di rumah.
Keesokan harinya gue langsung menemukan rekaman audisi Iin. Waktu itu yang gue pikir adalah, "wow, this girl is really great!" dan nggak ingat kalau sebelumnya orang-orang mengenalkannya kepada gue karena sama-sama mengidap scoliosis. Sebagai ungkapan rasa kagum gue tinggalkan sebuah komentar di sana. Meskipun tahu ini bukan akun Iin, tapi seenggaknya X Factor tahu bahwa dukungan terhadap salah satu kontestannya bertambah 1 suara, hehehe. Sebelum log out, iseng-iseng gue membaca komentar-komentar yang lain. Salah satunya ada yang mencantumkan akun twitter Iin. Gue lalu putuskan untuk menyimpannya meskipun belum terpikir untuk menghubunginya. Siapa tahu nanti kita bisa berteman, begitu gue pikir.
Setelah beberapa hari tersimpan di memory handphone, akhirnya gue putuskan untuk menghubungi Iin. Just a simple message:
"Hai Inis, aku Indi. Aku juga scolioser. Salam kenal."
Lucky me, ternyata saat itu ia sedang online dan langsung membalas pesan gue. Terjadi percakapan singkat dan beberapa menit kemudian kami sudah saling follow :) Selama perkenalan di twitter itu kami nggak pernah membicarakan tentang scoliosis, hanya sapaan-sapaan ringan yang cukup membuat gue tersenyum. Waktu itu film Mika (yang diambil dari novel pertama gue, "Waktu Aku sama Mika") belum tayang di bioskop dan Iin baru saja lolos jadi peserta X Factor.
Setelah film Mika tayang secara umum gue mulai sibuk untuk mempromosikannya. Gue senang sekali karena tanggapan penikmat film Indonesia sangat positif. Nggak menyangka, ternyata Iin juga tertarik untuk menontonnya. Gue menerima pesan di inbox twitter yang berisi bahwa teman-temannya menganjak ia menonton film Mika karena tokoh Indi (gue, lol) mengingatkan mereka padanya. Gue nggak sabar menunggu kabar dari Iin setelahnya, gue ingin tahu apakah ia menyukai filmnya atau nggak. Karena mendengar pendapat dari seseorang yang juga mengidap scoliosis pasti akan terasa lebih 'akrab' bagi gue.
Dan yup, akhirnya sebuah kabar menyenangkan datang. Iin menyukai filmnya dan mengajak gue bertukar nomor handphone. Lebih menyenangklan lagi Iin ternyata merasa bahwa apa yang digambarkan di film sangat real. Ia juga merasakan apa yang gue rasakan ketika harus memakai brace dan bagaimana terbatasnya aktivitas sehari-hari. Meski belum pernah bertemu gue merasa Iin teman berbicara yang mengasyikan. Percakapan kami pun semakin berkembang, dari scoliosis kami menemukan persamaan lain yaitu kami sama-sama suka desain! Bukan itu saja, kami sama-sama suka binatang. Iin suka kucing dan anjing, sedangkan gue, seperti yang sudah kelihatan... I'm a dog person, hehehe :p
Semakin sering kami mengobrol, semakin besar juga keinginan untuk bertemu. Sayangnya sulit sekali menemukan waktu yang pas. Kami berdua sama-sama nggak tinggal di Jakarta. Dan uniknya meskipun pekerjaan kami menuntut harus cukup sering ke sana, waktunya selalu berlainan. Akhirnya, kemarin gue putuskan untuk menyempatkan menemuinya. Liburan gue nggak lama lagi selesai dan Iin juga hanya bisa berada di Jakarta sampai tanggal 25 Agustus.
Jadi dengan persiapan seadanya gue ke Jakarta diantar Bapak. Berbekal 1 buah mini suitcase yang di dalamnya ada novel Karena Cinta itu Sempurna oleh-oleh untuk Iin, kami pergi jam 11 pagi. Syukurlah karena masih suasana liburan jalanan nggak terlalu macet. Tapi cuaca sedang panas-panasnya. AC di mobil nggak cukup untuk membuat gue bebas dari keringat. Kening dan telapak tangan gue basah sekali. Sampai-sampai begitu ada mall terdekat kami berhenti dulu dan gue cuci muka di sana, hahaha. Padahal, tempat kami janjian nggak jauh lho sama Slipi Jaya, mall tempat gue cuci muka. Tapi namanya juga sudah nggak tahan :p
facial wash etc, water bottle, KARENA CINTA ITU SEMPURNA, towel dan iphone :) |
Sekitar jam 2 siang akhirnya gue dan Bapak sampai di Central Park. Lucunya butuh waktu lebih dari 30 menit untuk kami masuk ke dalam mall. Gedung parkirnya penuuuuh sekali, dan kami kebagian di lantai 10, hahaha. Iin sudah ada di sana sejak jam 12 dan itu membuat gue merasa nggak enak :( Syukurlah setelah 2 kali salah lantai (2 orang security=2 keterangan berbeda, lol) gue bertemu dengan Iin yang sedang duduk di foodcourt. Yaiy! Nggak nyangka akhirnya kami bertemu juga :)
Bertemu dengan Iin secara langsung lebih seru daripada lewat telepon. Meski ini adalah pertemuan yang pertama tapi percakapan kami langsung seru. Sebelum gue datang ternyata Iin habis beli baju lucu untuk kucingnya Cleo. Karena ia juga suka anjing jadi gue tunjukan foto Eris, anjing golden retriever gue yang selalu kelihatan seperti puppy, hehehe. Selain sama-sama suka binatang dan scoliosis ternyata kami juga punya persamaan lain, yaitu: punya masalah gigi! Ya, ampun ternyata kami sama-sama harus menghadapi pisau bedah gara-gara gigi kami bandel. Gigi depan Iin nggak mau turun (tumbuh ke bawah) sedangkan gue, gigi geraham belakang tumbuh ke arah yang salah sehingga harus dibedah. Uh, membicarakannya saja sudah buat kami ngilu, hehehe.
Us :) |
Meskipun kami mengobrol santai, tapi soal scoliosis kami membicarakannya cukup serius. Kami sama-sama divonis di usia 13 tahun dan kurva kami di atas 50 derajat yang artinya masuk dalam kategori berat. Gue 58 derajat dan Iin 54 derajat. Kami sama-sama aktif dan mempunyai aktivitas normal (atau malah lebih dari normal? Lol), sangat menikmati itu tapi juga nggak bisa bohong bahwa rasa sakitnya sering mengganggu. Iin menyayangkan bahwa fasilitas perawatan scoliosis di Makassar masih sangat terbatas. Kami memakai Boston brace dengan harga yang hampir sama (punya gue lebih murah) tapi kualitasnya berbeda. Punya gue kelihatan jauh lebih baik, dan tentu saja untuk pilihan terapi gue juga punya lebih banyak karena tinggal di Bandung.
Padahal, menurut Iin di sekolahnya dulu bukan hanya ia yang mengidap scoliosis. Tapi yang lain memilih membiarkannya saja, nggak ditangani karena nggak tahu bahwa bracing dan fisioterapi bisa membantu. Berutunglah Iin mempunyai keinginan kuat untuk "sembuh" (baca: membaik) dan mencari tahu tentang penanganan yang tepat. Mumpung di Jakarta ia juga mencari tempat terapi dan jika ternyata harus pakai brace Iin ingin yang lebih fashionable.
Meski nggak langsung menyadari, tapi semakin dewasa gue semakin sadar bahwa scoliosis bukan akhir dari segalanya. Meski nggak bisa disembuhkan tapi scoliosis bisa dirawat agar kurvanya nggak bertambah atau malah berkurang. Gue dan Iin punya harapan bahwa suatu hari penanganan untuk scoliosis ada di mana-mana, nggak hanya di kota besar. Dan kami heran kenapa desain brace itu sangat nggak menarik, ya? Hehehe. Padahal sebagian besar pengidapnya adalah perempuan yang biasanya terdeteksi di usia remaja. Gue dan Iin jadi punya cita-cita untuk menjadi desainer brace. Gue mau bikin brace bermotif, dan kata Iin minimal setiap scolioser harus punya 3 brace dengan warna berbeda supaya bisa di match dengan baju yang dipakai. Amen for that! :p
Ide menjadi desainer brace mungkin terdengar konyol, tapi menurut kami alasan kenapa banyak scolioser remaja yang menolak memakai brace bukan hanya karena nggak nyaman, tapi juga karena warnanya nggak menarik. Gue harap suatu hari kami menwujudkan ini hingga semakin banyak scolioser yang percaya diri memakai brace setiap hari :)
Pertemuan dengan Iin membuat perasaan gue semakin positif. Gue selalu percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan fungsinya masing-masing. Nggak ada yang kekurangan, karena kekurangan fisik hanya di mata manusia, bukan di mataNya. Iin adalah contoh nyata, dan gue yakin masih banyak orang sepertinya di luar sana. Beberapa mungkin sudah yakin dengan kemampuan diri, tapi beberapa lagi harus diingatkan, seperti Iin yang mengingatkan gue dan sebaliknya.
Jam 5 sore gue dan Bapak pamit pulang. Meski singkat tapi pertemuan dengan Iin terasa berkesan. Sebelum benar-benar berpisah gue memberikan novel Karena Cinta itu Sempurna padanya. Novel itu berisi perjalanan hidup gue, termasuk proses pencarian terhadap penanganan scoliosis yang panjang. Gue harap sama seperti filmnya, buku itu akan membuatnya merasa nggak sendirian. Kami berfoto beberapa kali, berpelukan singkat dan dalam beberapa menit gue sudah berada di dalam mobil, di perjalanan menuju Bandung. Sambil melepaskan sepatu dan memejamkan mata berharap bisa beristirahat selama 3 jam perjalanan, gue memikirkan tentang ide yang gue dan Iin bicarakan. Kami sudah melawan keraguan terhadap diri sendiri sampai sejauh ini. Jika selanjutnya membuat brace fashionable untuk scolioser, kenapa nggak? Sepertinya nggak ada yang nggak mungkin jika kami berusaha dan berdoa.
Jadi, kapan kita mulai desain brace nya, Iin? ;)
nb: Scoliosis can be upsetting and depressing diagnosis. Tapi bukan berarti menghalangi pengidapnya dari kesuksesan. Contohnya Liz Taylor, Kurt Cobain, Linda Blair, Liza Minelli, Sarah Michelle Gellar... dan siapa mau jadi selanjutnya? ;)
cheers,
Indi
Vote gue di GOSH photo contest. klik di sini :)
____________________________________________________