Akhirnya gue memutuskan untuk bercerita di sini. Gue menundanya cukup lama karena meski pengalaman ini terjadi di akhir bulan yang lalu, tapi terkadang gue masih nggak percaya bahwa gue benar-benar mengalaminya...
Tanggal 22 Mei yang lalu, di pagi-pagi sekali sebelum gue mandi dan berangkat kerja handphone gue berbunyi. Ada email yang masuk. Sambil terkantuk-kantuk gue membukanya dan berusaha membaca tanpa kacamata. Lalu dalam hitungan detik posisi gue yang sedang menyandar malas langsung berubah menjadi terduduk tegak. Email itu dikirim oleh Sound Rhythm. Mereka mengabarkan sesuatu yang kelak akan menjadi kabar yang akan gue ingat seumur hidup:
Gue diundang untuk menonton konser Aerosmith di Singapore!
Gue mengedip-ngedipkan mata berkali-kali, memastikan bahwa gue nggak salah baca dan nggak sedang bermimpi. Ketika sadar bahwa semuanya nyata, gue langsung keluar kamar dan menunjukan email itu pada Ibu dan Bapak. Tanpa bicara karena gue menahan tangis. bertahun-tahun menunggu dan ketika rasanya kesempatan bertemu mereka sudah didepan mata, tiba-tiba saja gagal karena mereka batal konser di Indonesia. Dan sekarang, apakah ini adalah kesempatan gue untuk bertemu mereka?
Tangisan gue meledak ketika Bapak bertanya apakah gue yakin email yang baru diterima tadi bukan sebuah lelucon. Sejak kecil teman-teman memang sudah mengetahui bahwa gue sangat mengagumi Aerosmith, jadi bukan nggak mungkin jika salah satu dari mereka sedang menggoda gue sekarang. Gue bilang, "nggak tahu" dan memohon agar Ibu dan Bapak menikmati moment ini dulu, nggak memikirkan ini email lelucon atau bukan. Seenggaknya memberikan gue harapan bahwa akhirnya gue bertemu dengan band yang menjadi inspirasi gue selama ini. Perasaan gue sungguh bercampur aduk, ada perasaan bahagia tapi juga perasaan khawatir. Apakah akan menjadi ending yang bahagia jika gue menanggapi email ini atau malah rasa kecewa gue menjadi lebih besar karena (lagi-lagi) gue batal bertemu Aerosmith. Gue berusaha nggak memikirkan itu dulu. Berusaha, seenggaknya sampai jam 2 siang ketika jam kerja gue habis...
Gue menerima SMS dari Bapak ketika break makan siang. Beliau sedang berada di kantor imigrasi, memutuskan untuk mengurus passport gue jaga-jaga jika undangan untuk ke Singapore memang benar adanya. Gue senang sekali dan ingin cepat sampai di rumah. Gue ingin segera menghubungi pihak Sound Rhythm untuk memastikan bahwa memang mereka yang mengirikan email tersebut.
Setelah di rumah gue langsung mengangkat telepon dan menghubungi Sound Rhythm. Sebelum panggilan terjawab gue menyerahkan gagang teleponnya pada Bapak. Gue nggak tahu harus bicara apa dan rasanya, "Apa benar saya mendapat undangan untuk menonton Aerosmith?" bukan kalimat pembuka yang tepat.
Bapak berbicara dengan seseorang di seberang sana. Gue memperhatikannya dengan hati berdebar, berusaha menebak apa yang sedang mereka bicarakan. Bapak beberapa kali tertawa dan melirik pada gue. Cukup lama, dan percakapan pun akhirnya selesai dengan senyum di bibir Bapak. Gue mengatur posisi duduk dan bertanya pada beliau dengan lambat-lambat, "Jadi emailnya betulan atau hanya bohongan?" Bapak tertawa dan berkata bahwa Sound Rhythm membaca tulisan gue di blog tentang Aerosmith. Mereka tahu betapa gue mengangumi mereka dan betapa gue sangat terinspirasi dengan mereka. Lalu mereka memutuskan untuk mengundang gue menonton Aerosmith di Singapore. Jadi, YA, emailnya memang sungguhan dan itu artinya gue hanya punya 2 malam untuk mempersiapkan keberangkatan gue ke Singapore!
Gue nggak memikirkan tentang tiket pesawat atau passport. Gue langsung menjerit histeris dan mengejutkan Ibu yang sedang memasak di dapur. Semuanya tertawa, semuanya bahagia. Kami mengucap syukur dan membicarakannya sepanjang sore. Ketika gue berumur 7 tahun Ibu dan Bapak sudah tahu bahwa gue pasti akan menyukai band ini untuk waktu yang sangat-sangat-sangat lama. Dan di tahun 2013 mereka nggak menyangka bahwa akhirnya ada yang berusaha mempertemukan gue dengan mereka. Ketika malam datang gue pamit untuk masuk ke dalam kamar. Di sana gue duduk di depan meja tulis lalu menyiapkan kertas dan pulpen. Gue berjanji sejak lama bahwa akan menulis surat yang ditulis tangan untuk Steven Tyler. Gue nggak tahu apakah nanti akan ada kesempatan untuk melemparkan surat ini ke atas panggung atau nggak. Tapi janji adalah janji, gue memutuskan untuk menulisnya dengan sungguh-sungguh...
Dan akhirnya hari itu datang. Tanggal 25 Mei gue terbang ke Singapore ditemani Bapak. Sound Rhythm ternyata memutuskan memberikan tiket juga untuk Bapak. Ini luar biasa karena Bapak juga mengagumi Aerosmith. Ketakutan gue akan terbang berusaha sekuat tenaga gue lawan. Gue berusaha fokus dengan tujuan gue hari ini: Gue akan bertemu dengan Aerosmith, dan sepertinya itu cukup berhasil. Selama penerbangan gue hanya beberapa kali cemas dan sisanya diisi oleh obrolan menyenangkan bersama Bapak. Gue tertidur satu kali, dan ketika membuka mata gue sudah sampai di Singapore.
|
Halo Singapore :) |
Gue excited bukan main, selama perjalanan ke hotel gue sering terkikik dan melonjak-lonjak sampai mengejutkan sopir taksi. Pikiran bahwa gue semakin dekat dengan Aerosmith membuat gue terlihat sedikit nggak wajar bagi orang yang belum mengerti. Bapak memperhatikan tingkah gue dan berkomentar bahwa gue konyol sekali. Kami sedang di Singapore dan banyak pemandangan menarik selama di perjalanan, tapi gue malah nggak memperhatikan sama sekali, hehehe. Ketika sampai di hotel gue langsung menghubungi Ivan dari Sound Rhythm Ia dan keluarganya menginap di hotel yang sama dengan kami. Kelak gue mengetahui bahwa bukan cuma mereka saja menginap berdekatan dengan kami. Tapi juga Aerosmith!!!...
|
Tempat kami menginap sangat dekat dengan venue :') |
Gue berganti baju tanpa sempat mandi. Gue mencuci muka gue sedikit sambil diam-diam bernyanyi lagu Aerosmith dengan suara pelan. Terkikik, membayangkan seperti apa gue terlihat ketika konser nanti. Bapak sudah siap dengan T shirt Aerosmith nya. Kami nggak pernah menyangka bahwa Bapak mempunyai kesempatan untuk memakai T shirt ini di konser Aerosmith setelah konser di Indonesia batal. Gue membelikan T shirt ini sebagai kejutan setelah menabung beberapa minggu. Sempat membuat gue bersedih setiap gue melihatnya, tapi kali ini gue memandangi Bapak sambil tersenyum. Beliau terlihat hebat memakainya. Kami lalu menemui keluarga Sound Rhythm di lobby. Ada Ivan, istri dan Queena putrinya, serta seorang keponakan bernama Rio. Dengan konyol gue bertanya pada mereka apakah gue benar-benar akan menonton konser Aerosmith sekarang. Nggak ada jawaban, tapi semua tertawa dan Ivan bertanya apa gue ingin memegang tiketnya. Gue mengangguk, dengan hati-hati memegang tiket itu dengan kedua tangan dan berbisik pada Bapak, "Tiketnya asli!"
|
Sudah berganti baju :) |
|
Gue sudah pegang tiketnya! Hore! :) |
Di perjalanan menuju Garden by The Bay, lokasi konser, gue nggak bisa berhenti tertawa dan mengungkapkan betapa bahagianya gue. Bapak bilang gue cerewet, sedangkan sopir taksi menyangka kebahagiaan gue berasal dari sesuatu yang gue menangkan di Casino. Sambil bergurau gue berkata bahwa ini lebih baik dari itu, gue dapat tiket konser Aerosmith. Sopir taksi itu sepertinya nggak mengerti dan menatap gue heran dari kaca spion. Gue menjulurkan lidah lalu bersorak, "I'm happyyyyyy!!!" Hehe, konyol memang. Tapi itu wajar (seenggaknya untuk gue, lol) karena gue sedang luar biasa bahagia ;)
|
I'M HAPPYYYYYY :D |
Ketika kami sampai, gerbang menuju venue masih ditutup. Di sana sudah ada keluarga Sound Rhythm Sigit dari Corcertholic dan Anggi seorang pemenang kuis yang beruntung untuk menonton konser Aerosmith bersama kami. Waktu memang masih sore dan konser baru mulai di malam hari, tapi menurut gue datang lebih awal memang ide yang bagus agar kami bisa berada di front row. Membayangkan bahwa gue ada di paling depan dan mempunyai kemungkinan untuk menyentuh sepatu Steven Tyler membuat perut gue geli. Diam-diam gue berdoa supaya gue nggak pingsan, karena gue nggak mau menyia-nyiakan kesempatan yang sudah gue tunggu sejak kecil ini.
|
Nemu poster bekas acara sebelumnya. Gak boleh dibawa pulang, ya? :p |
|
Sigit, Anggi, Rio dan luckiest girl on earth :) |
|
Bersama keluarga Sound Rhythm :) |
|
Hapy face :) |
"Kira-kira
kamu bakal ketemu Aerosmith langsung nggak, nih?" Ivan bertanya pada gue.
Gue nyengir dan berkata bahwa bisa menonton konsernya saja rasanya sudah sangat
bahagia. Lalu gue bercerita bahwa gue memang sudah menulis surat untuk Steven
Tyler, tapi nggak berharap banyak bisa memberikannya secara langsung. Sebelum
pergi ke Singapore gue sempat membaca bahwa Concerholic akan meliput konser ini
dan artinya mendapat akses ke belakang panggung. Gue sudah berniat menitipkan
surat itu pada Sigit. Sampai atau nggak, yang penting gue sudah mencoba. Dan
menitipkan padanya pasti mempunyai kesempatan lebih besar dibandingkan dengan
ide gue untuk melempar suratnya dari bawah panggung...
Sekitar
setengah jam kemudian seseorang menghampiri kami. Ia membawa walkie talkie dan
terlihat sangat sibuk. Kami diminta untuk pindah barisan, berpisah dari calon
penonton yang lain dan memasangi kami bracelet pass. Dalam beberapa detik gue
menyadari bahwa warna gelang yang dipakaikan ke gue berbeda dengan yang
dipakaikan ke Bapak. Setelah itu gue bahkan dipakaikan gelang tambahan berwarna
emas. Gue dan Bapak saling pandang kebingungan. Dan sebelum kebingungan kami
mereda Ivan memberikan gue sebuah badge berwarna biru. Gue memandanginya nggak
percaya, bibir gue hampir tertarik ke bawah tapi gue menahan tangis sebaik
mungkin. Terlalu banyak orang di sini, dan mungkin saja mereka juga
menginginkan sesuatu yang sedang gue pegang ini. Gue membaca tulisan di badge
itu satu kali lagi dan memaksa diri gue untuk percaya. Di sana tertulis: MEET N
GREET THE GLOBAL WARMING WORLD TOUR '03.
|
All access pass dan meet and greet badge! :D |
|
After show party pass dan VIP pass :) |
"Ini
betulan? Ini betulan?", gue bertanya pada siapa saja yang bisa gue tanya
di sana, termasuk Bapak yang sudah pasti nggak tahu apa-apa. Ivan berkata bahwa
gue bisa serahkan surat yang sudah gue tulis langsung pada Steven Tyler. Gue
langsung membuka tas tangan gue dan memastikan suratnya masih tersimpan aman di
sana. Aman, sedikit kusut tapi masih bisa dibaca. Oh, iya amplop yang dipakai
sudah gue punya sejak SMP. Iya, betul, sudah selama 'itu' niat gue memberikan
surat kepada Steven Tyler. Bapak menatap gue senang, beliau nggak menyangka
bahwa apa yang gue dapatkan lebih dari yang gue harapkan. Setelah itu gate
dibuka, tapi hanya untuk Sound Rhythm, Sigit dan gue. Anggi dan Bapak menunggu
di luar seperti yang lain untuk menikmati konser nanti malam. Gue sedikit sedih
karena harus dipisahkan dengan Bapak, tapi beliau bilang ini waktunya gue untuk
bersenang-senang. Sambil sedikit bergurau Bapak berbisik pada Rio, "Nanti
jagain Indi, ya. Jangan-jangan dia pingsan".
Gue nggak
tahu sedang dimana dan akan dibawa kemana. Di belakang venue ternyata areanya
sangat luas. Hanya Ivan yang berbicara kepada kru Aerosmith, gue hanya bisa
mendengar samar-samar. Well, posisi gue sebenarnya nggak pernah terlalu jauh
dari Ivan, tapi mungkin karena gue nervous luar biasa semuanya jadi terdengar
samar, hehehe. Kami berputar-putar, lalu menunggu. Lalu berputar lagi dan
menunggu lagi. Lalu seseorang bertubuh besar bernama Stephen membawa kami ke
belakang panggung. Gue nggak tahu apa yang akan kami lakukan di sana karena
panggung masih kosong. Jangankan Aerosmith, band pembuka saja belum menjejakan
kaki mereka di sana. Tapi gue mengikuti Stephen, ia lalu berhenti di tangga dan
membiarkan kami naik lebih dulu. Gue melihat pemandangan yang luar biasa di
sana... Box-box hitam tergeletak di sana, beberapa ada yang terbuka dan
beberapa ada yang ditumpuk. Tercetak logo Aerosmith di atas dan samping box.
Logo lama Aerosmith, jauh sebelum logo baru dengan desain yang lebih rumit
ada....seperti angka 4 dengan sayap yang digambar tangan. Dulu gue sering
menggambar logo ini dimana-mana. Di buku, topi bahkan lengan gue sendiri. Gue
nggak menyangka bahwa sekarang gue menatap box milik Aerosmith dan ada logonya
di sana. Kami masuk semakin jauh. Ada gitar-gitar milik Joe Perry dan Brad
Whitford berjejer di box yang berdiri tegak. Ivan bilang gue boleh
menyentuhnya. Tapi gue hanya menyentuhnya dengan jari telunjuk, satu-persatu
dengan hati-hati. Tangan gue gemetar, gue takut jika menyentuhnya terlalu lama
gitar-gitar yang berharga itu akan jatuh dan gue diusir dari sana.
|
Cuma berani pegang pakai telunjuk, hihihi :) |
Setelah
selesai proses yang sama terulang lagi. Kami berputar dan menunggu. Lalu ada
meja berisi banyak makanan di hadapan kami. Semuanya terlihat enak dan
menyenangkan. Ada macaron berwarna-warni dengan ukuran kecil, salad segar,
chocolate melt di dalam gelas dan lain sebagainya. Gue bertanya apakah gue
boleh memakannya, Ivan bilang "boleh". Tapi gue ternyata hanya
sekedar bertanya, gue satu-satunya orang yang nggak makan. Pikiran bahwa
sebentar lagi akan bertemu Aerosmith membuat gue gelisah dan mual. Gue takut
akan muntah di depan mereka jika perut gue diisi. Mengotori sepatu mereka
dengan muntahan macaron warna-warni... jangan sampai... Gue putuskan untuk
minum berbotol-botol Fiji water. Gue habiskan 2 botol di meja dan satu botol
lagi gue genggam di tangan, untuk dibawa ketika semua selesai makan dan menuju
tempat lain. Di sana nggak ada cermin, tapi gue tahu wajah gue terlihat aneh:
satu detik tersenyum sumringah, lalu satu detik kemudian tersenyum nervous.
Gue sudah
nggak sabar untuk bertemu idola-idola gue, tapi ketika sudah benar-benar dekat
lutut gue malah lemas. Gue merasa beruntung sebelumnya menolak makan karena
benar saja mual gue semakin terasa hebat. Kami berbaris, berjajar di hadapan
sebuah ruangan berwarna putih. Seorang kru Aerosmith berkata bahwa kami akan
segera menemui mereka. Kamera dan benda-benda lain nggak diizinkan untuk
dibawa. Semua harus dititipkan di keranjang yang sudah disediakan. Kami hanya
boleh bertemu mereka sebentar, bersalaman lalu berjalan keluar ruangan. Gue
tiba-tiba memikirkan surat yang sudah gue tulis, bagaimana mungkin Steven Tyler
bisa menerimanya jika gue nggak diizinkan membawa surat ini ke dalam? Tapi gue
menepis pikiran itu jauh-jauh, gue adalah salah satu orang yang beruntung untuk menemui Aerosmith dari
BANYAK orang di dunia yang menginginkan hal yang sama. Mungkin lain kali gue bisa
mengirimkan surat itu lewat email :)
Setiap kali
melihat bayangan yang bergerak di dalam ruangan gue selalu mengira-ngira apakah
itu salah salah satu dari member Aerosmith. Gue berjinjit mencari tahu dan
mengawasi setiap kali ada yang melintas. Kru... kru... kru dan kru. Lalu
beberapa menit kemudian gue melihat wajah yang familiar. Joe Perry! Ia berjalan
melintas di samping kami, sepertinya akan menuju panggung. Dengan suara
tercekat gue berusaha memanggilnya, "Jjjjj....". Payah, suara gue
pelan sekali, dan bahkan belum sempat menyebut namanya secara lengkap ia sudah
menghilang. Gue mencolek Queena, bertanya apakah ia juga melihat Joe Perry.
Tapi ternyata ia nggak melihatnya. Tepat sebelum gue meyakinkan diri bahwa yang
gue lihat tadi hanyalah halusinasi, seseorang melintas sambil membawa sebuah
gitar yang sangat gue kenal: berwarna putih gading dengan gambar seorang
perempuan berambut panjang di depannya. Itu gitar Joe Perry. Yang gue lihat
tadi ternyata memang benar ia! Lalu beberapa menit kemudian gue kembali melihat
wajah yang dikenal. Gue melihatnya dengan takjub, lalu menutup mulut dengan
kedua tangan karena nggak percaya... Itu Steven Tyler! Jaraknya hanya 3 meter
dari kami. Ia berjalan terburu-buru tanpa menoleh sekalipun. Dengan suara
pelan gue menyapanya. "Hi, Steven...". Tapi sepertinya ia nggak
mendengar karena tetap nggak menoleh. Sedikit kecewa tapi berusaha bergurau gue
berkata, "Yah, dikacangin Steven Tyler". Lalu sesuatu yang manis pun
terjadi… Steven Tyler kembali melintas, ia tersenyum dan melambaikan tangannya.
Ini sudah
waktunya. Seorang kru Aerosmith menghampiri kami dan menjelaskan sekali lagi
tentang aturan di dalam ruangan nanti. Gue menaruh tas dan air mineral di
keranjang hijau yang sudah disediakan. Sedikit gambling, gue diam-diam
menyelipkan surat untuk Steven Tyler di tangan kiri. Gue pikir, jika akhirnya
ketahuan dan surat ini diambil gue nggak akan menyesal karena telah mencoba
sampai sejauh ini. Gue berjalan melewati beberapa kru dan security, semuanya
tersenyum dengan ramah. Ajaib, surat yang menyembul di sela-sela jari gue
seolah nggak terlihat... Keluarga Sound Rhythm dan Sigit berjalan lebih dulu,
sedangkan gue sengaja berjalan lambat-lambat. Gue sibuk mengatur napas dan
berusaha supaya suara detak jantung gue yang keras nggak terdengar oleh orang
lain.
Gue terdiam
beberapa saat di pintu masuk. Dari sana gue bisa Joe Perry berdiri sambil
bersalaman dengan yang lain. Gue paksakan diri untuk melangkah. Tiba-tiba
keyakinin diri gue untuk menahan pingsan langsung diragukan. Gue bahagia,
terlalu bahagia. Tapi menemui idola yang sudah sangat lama gue kagumi bukan hal
yang mudah. Tanpa sadar surat di genggaman tangan sudah gue remas-remas. Satu
langkah. Gue melihat Joey Kramer di samping Joe Perry. Gue berusaha tersenyum
tapi wajah gue pasti terlihat aneh. Satu langkah berikutnya gue melihat Steven
Tyler dan Brad Whitford. Dengan perasaan mual gue menyalami mereka satu-persatu dan berhenti di
depan Steven Tyler. Ia tersenyum lebar, terlihat menyenangkan dan bertanya
apakah gue baik-baik saja. Gue mengangguk dan segera menunjukan surat yang sudah gue tulis dengan hati-hati padanya. Gue sudah siap jika kru merampasnya sekarang.
Tapi ternyata itu nggak terjadi. Sambil terus tersenyum Steven Tyler mengambil
surat gue, merapikan lipatannya dan mengucapkan terima kasih. Ia berkata akan
menyimpan suratnya. Gue tersenyum senang ketika melihatnya menyimpan surat
pemberian dari gue di saku bajunya dengan hati-hati. Gue nggak tahu berapa lama
lagi waktu yang tersisa, jadi dengan buru-buru gue berkata bahwa surat itu
sengaja gue tulis tangan. Dengan penuh perhatian Steven Tyler menatap gue dan
berkata, “Awwww...”. Lalu dengan lembut ia mencium pipi gue dua kali.
Gue nggak
pernah membayangkan ini akan terjadi, dan kalaupun dulu gue sempat
membayangkannya pasti hanya ada 2 skenario yang gue tulis: menangis atau
pingsan. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Perasaan nervous gue menghilang
entah kemana dan gue mendadak sangat cerewet. Gue bercerita pada Steven Tyler
bahwa ia menjadi inspirasi dan semangat gue dalam berkarya. Ivan berkata
kepadanya bahwa gue adalah penggemarnya sejak kecil. Setiap kali Steven Tyler
bertanya “really?” atau berkata, “awwww” gue selalu merasa seperti anak-anak.
Steven Tyler memang seorang rockstar, tapi saat ini gue menyadari bahwa ia juga
manusia biasa. Sangat humble dan menyenangkan. Ia bahkan masih mengingat
keluarga Sound Rhythm ketika malam sebelumnya bertemu di lobby hotel untuk
mengantri taksi. Iya, ia juga mengantri dan tanpa pengawalan. What a nice man.
Seharusnya
kami memang hanya bersalaman dan langsung berjalan keluar, tapi Steven Tyler
sepertinya menginginkan kami tinggal lebih lama. Ia mentertawakan stiker yang
ditempel di lengan kiri gue dan mencium pipi gue dua kali lagi. Dulu gue
selalu blushing bahkan hanya dengan menonton video clip nya, tapi sekarang gue
malah menyambut ciuman hangatnya dengan tertawa senang. Ia manusia biasa, ia
juga seorang ayah dan wajar jika ia memperlakukan gue seperti anak-anak karena
ia sudah memiliki seorang cucu laki-laki. Lalu fotografer Aerosmith
mengingatkan kami untuk berfoto. Steven Tyler sudah merangkul gue sebelum
fotografernya meminta gue untuk berjongkok. Gue mengucapkan terima kasih dan
dengan sungguh-sungguh berkata bahwa Aerosmith adalah inspirasi gue. Gue
melangkah menuju pintu keluar tapi Steven Tyler memanggil gue kembali dan
memberikan sebuah pelukan hangat yang panjang. Dan akhirnya gue melakukannya.
Gue menepuk bahunya seperti yang sering gue impikan. Steven membalasnya dengan
tepukan hangat dan berbisik, “You’ll be fine…”.
|
Lebih lengkap jika ada Tom Hamilton. Get well soon, Tom :) |
Gue terharu.
Mata gue mulai berkaca-kaca. Tapi ini moment bahagia dan gue seharusnya
tersenyum. Jadi gue melangkah keluar ruangan sambil melambaikan tangan, berseru dengan ceria, “Bye
Steven, bye Joe, bye Brad, bye Joeeeey”. Dan samar-samar gue mendengar semuanya
membalas dari dalam ruangan.
Gue melangkah
dengan perasaaan nggak percaya. Mata gue melotot dan mulut gue terbuka seperti
habis melihat hantu. Seorang kru bertanya apakah gue baik-baik saja dan gue
hanya menjawabnya dengan mengangguk. Yang gue pikirkan sekarang hanya ingin
bertemu Bapak. Gue ingin memeluknya dan bercerita bahwa gue sudah berhasil
menemui Aerosmith, menyerahkan suratnya dan memberikan tepukan hangat di bahu
Steven Tyler. Gue bahagia, sangat sangat sangat bahagia. Menemui mereka secara
personal memberikan gue pelajaran yang baru: bahwa sehebat apapun dirimu
menjadi, tapi kamu harus tetap humble dan menghargai setiap orang.
Hi, Steven
Tyler. My name is Indi from Indonesia. I love your music and Aerosmith since I
was 7. I remember the first music video that I saw was Crazy, and since then I
instantly decided to become a fan of you and Aerosmith :) When you planned to
come to Indonesia I was really excited. Finally my dream for years to see
Aerosmith live concert is gonna be real! I woke up early in the morning, booked
some tickets from online ticket store, made sure not to run out and hope to be
in the front row when the concert held. But then there was bad news, the
concert canceled and I just knew it just 2 hours after I was being interviewed
on a radio in order to say welcome to you. I was so sad and scared all my
dreams would never be real…
Steven,
you're not just an idol to me, but you are my life inspiration. You have helped
me get through the difficult teenage years. I used to get teased & mocked
because of my back brace for my scoliosis. Once I’ve cried. But when I read the
article about you, then I got the spirit. You also used to be ridiculed and you
decide to fight instead of crying. You can prove to your friends that you're
great. I learned to play drums and harmonica to be like you. But then I realized
that the music is not my talent, hehe. I developed my own talent in writing.
Although we are not creating the same path, but I do my job just like your work
ethic: do it from the heart and mean it.
And today,
finally my dream come true. I can see you and Aerosmith concerts. My waiting is not such a waste of time. Don't stop working, Steven. Because
once again, you're not just an idol to me. But you're my life inspiration.
Best regards,
Indi
|
My super awesome daddy and his new friend :) |
Gue menari
diantara ribuan orang, bernyanyi dan bergaya seperti rockstar. Bapak berdiri di
samping gue terlihat hebat dengan T shirt Aerosmith nya. Sementara Aerosmith
beraksi di panggung membawakan lagu-lagu kesukaan gue dan Bapak. Dalam 1 malam
impian gue menjadi nyata. Tuhan mengabulkan doa gue dan menjadikannya lebih
indah dari mimpi lewat kebaikan Sound Rhythm. Selama gue menunggu Tuhan ternyata telah menyiapkan skenario sesempurna ini. Konser ditutup dengan
3 lagu terakhir. Salah satunya adalah "Dream On". Dan setelah seharian mengalami
pengalaman yang luar biasa gue akhirnya menangis. Steven Tyler bernyanyi dengan
penuh perasaan. Gue bisa mendengarnya ia bersungguh-sungguh. Lagu ini dibuat
ketika ia berusia18 tahun, usia yang sama dengan masa-masa tersulit gue.
“Dream On,
dream on…. Dream until your dream come true..."
Ya, Steven I
will. Gue akan terus bermimpi, berusaha dan berdoa untuk meraih impian gue.
Janji!
|
Song list! :) |
|
Good bye Singapore... :) |
Facebook: here | Twitter: here | Contact person: 081322339469