Potong kue di ultahku sama Ibu :) |
My family. Ibu baru aja bangun tidur, hahahaha :) |
Halo, apa kabar semuanya? Buat yang menjalankan ibadah puasa, aku ucapin selamat berpuasa, ya. Semoga ibadah tahun ini lebih baik dari tahun kemarin. Amen :)
Satu minggu belakangan, aku baru ngalamin "kerasnya hidup", hehehe. Maksudku, kehidupanku setelah lulus kuliah jauh lebih berat daripada waktu kuliah (yang memang sudah sulit, huhuhu). Aku mulai harus untuk lebih mandiri, punya penghasilan sendiri dan pekerjaan yang stabil.
Aku sama sekali nggak keberatan dengan "peran" baru ini. Toh aku memang sudah dewasa dan terbiasa membiayai diri sendiri (sejak kuliah aku nggak dapet uang saku). Tapi yang jadi masalah justru kekhawatiran ortu (terutama nyokap) ku!
Sejak aku masih remaja, nyokap, yang aku panggil "Ibu" sudah khawatir dengan "masa depan" ku. Perkembanganku yang ajaib sebagai remaja, bikin dia ketakutan setengah mati kalau anaknya nggak bisa sehebat anak-anak lain.
Suatu waktu pernah Ibu bertanya apa cita-citaku. Dengan percaya diri aku jawab,
"Aku mau jadi penulis dan apapun, asalkan bekerja dengan anak-anak".
Dan kagetlah nyokapku.
Bahkan semenjak aku belum lulus SD, nyokap pernah bilang kalau dia bercita-cita punya anak yang sukses, punya karier yang cemerlang dan mapan. Jujur aja, awalnya memang menjadi beban tersendiri buatku, yang secara kebetulan dilahirkan sebagai anak pertama, hehehe. Tapi lama-lama aku pikir, aku bisa kok sukses dengan pekerjaan yang aku sukai. Toh apapun kalau dikerjakan dengan serius pasti "menghasilkan".
Ternyata nyokap berpikir lain, baginya untuk sukses harus kerja kantoran. Begaji tetap dan bukan kerja "serabutan".
Agak menyakitkan, memang... Tapi begitulah, sebagai fresh graduate yang masih tinggal di rumah ortu, aku harus mendengarkan keinginan nyokap.
Satu minggu belakangan, aku baru ngalamin "kerasnya hidup", hehehe. Maksudku, kehidupanku setelah lulus kuliah jauh lebih berat daripada waktu kuliah (yang memang sudah sulit, huhuhu). Aku mulai harus untuk lebih mandiri, punya penghasilan sendiri dan pekerjaan yang stabil.
Aku sama sekali nggak keberatan dengan "peran" baru ini. Toh aku memang sudah dewasa dan terbiasa membiayai diri sendiri (sejak kuliah aku nggak dapet uang saku). Tapi yang jadi masalah justru kekhawatiran ortu (terutama nyokap) ku!
Sejak aku masih remaja, nyokap, yang aku panggil "Ibu" sudah khawatir dengan "masa depan" ku. Perkembanganku yang ajaib sebagai remaja, bikin dia ketakutan setengah mati kalau anaknya nggak bisa sehebat anak-anak lain.
Suatu waktu pernah Ibu bertanya apa cita-citaku. Dengan percaya diri aku jawab,
"Aku mau jadi penulis dan apapun, asalkan bekerja dengan anak-anak".
Dan kagetlah nyokapku.
Bahkan semenjak aku belum lulus SD, nyokap pernah bilang kalau dia bercita-cita punya anak yang sukses, punya karier yang cemerlang dan mapan. Jujur aja, awalnya memang menjadi beban tersendiri buatku, yang secara kebetulan dilahirkan sebagai anak pertama, hehehe. Tapi lama-lama aku pikir, aku bisa kok sukses dengan pekerjaan yang aku sukai. Toh apapun kalau dikerjakan dengan serius pasti "menghasilkan".
Ternyata nyokap berpikir lain, baginya untuk sukses harus kerja kantoran. Begaji tetap dan bukan kerja "serabutan".
Agak menyakitkan, memang... Tapi begitulah, sebagai fresh graduate yang masih tinggal di rumah ortu, aku harus mendengarkan keinginan nyokap.
Adik, Bapak dan aku waktu Ibu ultah di Lembang. |
Akhirnya di sinilah aku, mulai cari pekerjaan yang nggak ada hubungannya dengan dunia yang aku suka. Nggak ada tulis-menulis, khayal-mengkhayal (bahasa opo iki? lol) atau anak-anak. Sudah beberapa CV aku kirim via e-mail ke beberapa tempat. Ada yang ditanggapi ada juga yang nggak.
Salah satu yang ditanggapi datang dari sebuah lembaga pendidikan (nama dan profesinya rahasia, ya! Hehehe). My Mom was soooooo exited! Sampai-sampai dia langsung bikin baju baru buatku. Buat kasih "miracle" di interviewku katanya. Aku sih cuma bisa mesem-mesem nggak karuan. Soalnya kalau manyun aku nggak tega sama nyokap yang sudah begitu bahagia (dan mendoakan aku pagi-siang-malem--kapanpun--).
Me and Daddy di ultahku. Look at my face. Aku gak mandi karena lagi kena demam berdarah :p |
Interviewku kebilang lancar, meski gagal bikin janji sebanyak 2 kali. Tapi setidaknya aku menunjukkan ketertarikan dengan interview'nya meski aku blank sama sekali tentang profesi "itu".
Sampai hari ini (3 hari kemudian setelah interview), aku masih belum dapet panggilan. Terlalu dini untuk bilang aku gagal dan terlalu "deg-degan" juga untuk bilang aku masih punya harapan. Nyokap mulai gelisah dan takut aku gagal. Aku, meskipun nggak terlalu menginginkan pekerjaan itu ikutan nggak enak dan berdoa semoga Tuhan kasih pekerjaan itu sama aku. Yah, kalaupun nantinya aku nggak cocok kerja disana, at least aku sudah mencoba dan bikin nyokap bahagia.
Sampai hari ini (3 hari kemudian setelah interview), aku masih belum dapet panggilan. Terlalu dini untuk bilang aku gagal dan terlalu "deg-degan" juga untuk bilang aku masih punya harapan. Nyokap mulai gelisah dan takut aku gagal. Aku, meskipun nggak terlalu menginginkan pekerjaan itu ikutan nggak enak dan berdoa semoga Tuhan kasih pekerjaan itu sama aku. Yah, kalaupun nantinya aku nggak cocok kerja disana, at least aku sudah mencoba dan bikin nyokap bahagia.
Daddy and me. Foto ini diambil sama Gina, sepupuku. |
Di tengah kegelisahanku, justru bokap yang sangat optimis dengan masa depanku. Baginya pekerjaan itu apa saja, asal halal. Karena itulah kenapa dulu anak-anak diajari untuk punya cita-cita. Ya untuk dicapai, bukan untuk diubah ketika dewasa...
Jujur aku terharu dengan dukungan bokap. Selama ini aku selalu tahu kalau bokap sayang aku, tapi jarang sekali dia tunjukin dengan cara-cara verbal.
Aku masih inget dengan jelas percapakan kami waktu dia anterin aku interview,
Jujur aku terharu dengan dukungan bokap. Selama ini aku selalu tahu kalau bokap sayang aku, tapi jarang sekali dia tunjukin dengan cara-cara verbal.
Aku masih inget dengan jelas percapakan kami waktu dia anterin aku interview,
Bokap (B): "Kalau ini nggak berhasil, jangan sedih. Bilang saja sama Ibu apa adanya. Mungkin nanti kamu diizinkan kerja di koran XX (nyebutin nama)."
Aku (A): "Iya, tapi Ibu kan maunya nulis hobi saja..."
B: "(Diam agak lama)... Kapan-kapan ambilah uang tabunganmu beberapa ratus ribu. Traktir Ibumu, Nenek juga Kakek."
A: "Untuk apa, Pak?"
B: "Bilang ini hasil menulis. Supaya mereka tahu, kalau menulis itu pekerjaan. Bukan sekedar hobi..."
***
Sampai detik ini aku masih deg-degan soal interviewku. Masih takut juga bikin nyokap kecewa. Tapi at least aku tahu kalau ada yang mendukung cita-citaku dan percaya sama aku apapun profesi yang aku ambil suatu hari nanti.
Bapak, Ibu... Aku kebingungan.
Aku menghargai impian kalian.
Sangat menghargai...
Jadi tolong doakan saja aku berhasil dengan jalan yang aku pilih.
Bukan dengan jalan yang sama sekali tidak aku kenal.
Jika kalian (terutama dirimu, Ibu) tetap menginginkan aku mengambil jalan lain,
aku akan menurut.
Tapi tolong tuntunlah aku agar tidak tersesat.
Dan berikanlah aku waktu untuk belajar...
Bapak, Ibu. Aku sayang kalian...
Aku menghargai impian kalian.
Sangat menghargai...
Jadi tolong doakan saja aku berhasil dengan jalan yang aku pilih.
Bukan dengan jalan yang sama sekali tidak aku kenal.
Jika kalian (terutama dirimu, Ibu) tetap menginginkan aku mengambil jalan lain,
aku akan menurut.
Tapi tolong tuntunlah aku agar tidak tersesat.
Dan berikanlah aku waktu untuk belajar...
Bapak, Ibu. Aku sayang kalian...
(Diedit pada 29/02/2024. Kayanya waktu nulis ini aku lagi mellow banget dan "gak kompak" sama Ibu, hahaha. Glad itu sudah berlalu, beliau hanya khawatir dan sebenarnya selalu mendukung cita-citaku. Look at me now, semua yang aku raih sekarang berkat dukungan Ibu :) ).