Ah, akhirnya gue dapat kesempatan untuk berbagi tentang "perjalanan menuju kesembuhan dari tumor payudara" gue :D
Teman-teman yang sudah membaca tulisan-tulisan gue sebelumnya pasti sudah tahu bahwa semua begitu mendadak dan agak membingungkan. Tanggal 1 November yang lalu dengan bantuan naluri Eris, anjing golden retriever gue, dokter menemukan tumor di payudara kiri gue. Dan satu hari kemudian dari hasil USG ketahuan bahwa tumor gue sudah cukup besar, yaitu berdiameter sekitar 3 Cm dan harus segera dioperasi. Yang membuat gue bingung bukan rasa takut karena harus berhadapan dengan pisau bedah, tapi karena semua begitu mendadak gue harus atur-atur waktu dengan jadwal pekerjaan yang sudah diatur sejak lama. Syukurlah untuk pekerjaan di preschool gue bisa langsung minta cuti, tapi untuk pekerjaan yang sudah jauh-jauh hari disanggupi, terpaksa jadwal operasi lah yang mengalah. Di detik-detik yang seharusnya beristirahat dalam rangka pasca operasi, gue malah masih sempat menjadi pembicara tamu di "
Club of Public Speaking UNPAD"
(baca ceritanya di sini), hehe. Syukurlah meski saat itu keadaan gue sedang kurang baik
(batuk, pilek, demam, etc) tapi hasil tes gue tetap bagus dan operasi tetap dilakukan sesuai jadwal, alias hanya 3 hari setelah gue menjadi pembicara! :p
|
Hasil USG payudara kiri gue. Yang bulat hitam itu adalah tumornya. |
Meski waktunya sangat pendek untuk persiapan mental (hanya 10 hari sejak ketahuan punya tumor!) tapi gue sangat siap untuk menjalankan operasi. Di tengah-tengah pekerjaan (yup, gue tetap bekerja di preschool dan hanya izin 1 hari untuk tes di Lab) gue menyempatkan diri untuk googling dan bertanya pada beberapa orang yang pernah mengalami operasi yang sama. Bukan itu saja, dengan mengabaikan bahwa gue bisa saja "beresiko mundur" (lol), gue juga membuka video-video proses operasi tumor payudara! Well... memang seram sih, tapi at least gue tahu bahwa 80% dari operasi serupa berpotensi berhasil, dan tentu saja itu membuat gue semakin optimis :)
Jadi pada tanggal 11 November gue beserta Ibu dan Bapak pergi ke Rumah Sakit Immanuel Bandung untuk operasi pengangkatan tumor payudara gue. Dengan berbekal doa, CD Aerosmith untuk diputar selama operasi dan sebuah boneka Hello Kitty pemberian Ray, kami sudah stand by sejak jam 2 sore meski operasi dijadwalkan 1 jam lagi. Suasana hati gue sangat tenang dan terkadang malah over exited karena sebagai penggemar serial ER gue ingin melihat ruang operasi secara langsung, hehehe. Yang mengganggu gue hanya satu, yaitu perasaan lapar yang amat sangat karena gue diminta untuk berpuasa terlebih dahulu. Nah, karena dasarnya memang sleepy head, gue malah makan di larut malam dan memilih tidur sampai menjelang siang hingga puasa yang seharusnya hanya 6 jam jadi bablas sampai (terasa seperti) ratusan jam :( Apalagi ternyata jadwal operasi gue harus diundur 1 jam karena dokter Kiki Ahmad sedang mengoperasi pasien lain. Untung saja batere handphone gue sudah terisi full, jadi sambil menunggu gue, Ibu dan Bapak googling foto-foto Steven Tyler! Hehehe, I know, I know... kinda silly, tapi kadang kami sekeluarga merasa "kenal" dengan vokalis band Aerosmith itu. Kami melihat-lihat foto Mr. Tyler sejak dia kecil, muda sampai sekarang. Ibu yang penasaran dengan bentuk jari kaki Steven Tyler pun (wut???) jadi lupa dengan perasaan nervous nya dan berganti menjadi banyak tawa. Iya, meski gue yang akan dioperasi tapi Ibu memang terlihat agak khawatir. Sejak tiba di ruang tunggu beliau terus berdoa, dan ternyata Steven Tyler bisa membuatnya lebih relax, hehehe. Kami baru saja mau googling foto-foto Ozzy Osbourne ketika seorang perawat memanggil nama gue dan meminta kami semua pindah ke ruang tunggu khusus.
|
Gue berpose di ruang tunggu, hehehe :) |
Kami menunggu sambil menonton film "Pirates of the Caribbean: Dead Man's Chest" di televisi yang disediakan. Gue perhatikan ada 2 pasien lain yang juga menunggu giliran operasi dengan ditemani keluarga masing-masing. Yang seorang adalah perempuan yang tampaknya lebih muda dari gue, sedangkan yang seorang lagi sepertinya hampir seusia dengan nenek gue. Gue menonton film sambil terus memeluk boneka, sementara Ibu cukup exited dengan kegantengan Johnny Depp. Sedangkan Bapak? Beliau sedikit terkantuk-kantuk dan nggak peduli dengan filmnya karena sudah menonton beberapa kali, hehehe. Sekitar 10 menit kemudian nama gue dipanggil oleh seorang perawat. Gue, Ibu dan Bapak langsung buru-buru masuk ke ruang operasi dengan bawaan masing-masing. Tapi ternyata gue hanya boleh ditemani satu orang. Itu pun hanya sampai garis kuning. Gue pilih Ibu karena beliau perempuan, lalu memeluk Bapak sekilas sambil mengucapkan sampai jumpa. Nah, baru sekarang gue merasa agak nervous. Gue sedikit memohon pada perawat dan dokter agar diizinkan membawa boneka supaya perasaan gue lebih tenang. Sayangnya boneka nggak boleh menyentuh meja operasi, tapi mereka berjanji akan meletakannya di tempat yang cukup dekat dengan gue dan kami akan segera bertemu setelah gue sadar nanti. Gue setuju, lalu dengan bantuan Ibu gue berganti baju dengan kostum rumah sakit. Setelah itu gue langsung dibaringkan di dalam ruangan kaca. Dari baliknya gue melambaikan tangan pada Ibu yang berdiri di belakang garis kuning sambil meremas-remas baju yang tadi gue pakai.
"Jangan kusut," gue berbisik sambil melotot dan menjulurkan lidah. Mencoba membuat Ibu ---dan juga gue--- agar lebih tenang...
Ruang kaca tadi rupanya berfungsi untuk membuat gue steril. Seorang perawat memberitahu bahwa gue akan merasa seperti ditiup dan akan lebih baik jika gue menutup mata. Dengan perasaan yang satu tingkat lebih nervous dari sebelumnya gue bertanya apakah tekanan udaranya akan kuat. Perawat itu tersenyum dan berkata, "Nggak". Dia lalu menghitung mundur dan tiba-tiba saja tekanan udara yang SANGAT kuat muncul dari atas ruang kaca! Entah mengapa gue merasa ini lucu sekali. Poni gue jadi acak-acakan dan gue berusaha merapikannya dengan jari sambil tertawa-tawa meski tahu itu percuma. Luar biasa, mood gue langsung kembali ceria. Perawat yang tadi dan seorang dokter anastesi ikut tertawa ketika gue dipindahkan ke meja operasi. Gue jadi nggak yakin bahwa tindakan tadi adalah untuk membuat gue steril, karena setelah apa yang gue alami sepertinya mereka menyemprotkan gas tertawa untuk menjaga pasien agar nggak nervous selama operasi, hehehe. Seorang perawat lalu mencoba memakaikan topi steril, tapi setelah beberapa kali percobaan akhirnya gue memakainya sendiri. "Rambutnya terlalu tebal", dia berkomentar sambil tertawa karena melihat gue mengibas-ngibas rambut dengan cara yang dibuat-buat. Dokter anastesi memasangkan 2 buah plester di bahu gue, entah untuk apa. Gue juga nggak bertanya karena kami malah sibuk mengobrol. Sambil menunjuk ke arah pintu dia berkata bahwa boneka gue ada dekat sekali dengan ruangan ini. Tanpa kacamata dan lensa kontak gue nggak bisa melihat dengan jelas, tapi gue yakin sedang dikelilingi dengan wajah-wajah yang ramah. Seorang perawat memasangkan infus di punggung lengan kiri gue. Katanya itu adalah obat anti alergi karena gue mempunya list alergi yang cukup panjang, hehehe. Lalu satu suntikan diberikan di tempat yang sama, katanya itu obat bius. Tapi gue nggak merasa mengantuk, melainkan merasa sedikit kesemutan di wajah dan pegal yang amat sangat di lengan kiri. Karena nggak nyaman gue langsung protes, "Dok, aku nggak ngantuk nih! Jangan-jangan nanti waktu dioperasi aku masih sadar." Semua menanggapinya dengan tertawa, lalu dokter anastesi menjelaskan bahwa gue akan mengantuk setelah "meniup balon". Dia menunjukan sebuah benda yang selama ini gue pikir bernama "masker oksigen". "Ini balonnya," dia menambahkan. Gue mengerlingkan mata karena sadar sedang diperlakukan seperti anak kecil. "Ayo tiup balonnya sekarang." Gue tertawa, lalu "Pffffhhh", meniupnya sekencang-kencangnya. Gue nggak merasakan reaksi apa-apa lalu membaca doa tidur kencang-kencang.
"Eh, eh! Aku ngantuk! Aku ngantuk! Good night semuanya!"
Gue berkata begitu cepat karena tiba-tiba merasa SANGAT mengantuk.
***
Gue merasa ada yang sedang mengelus-elus lengan kanan gue. Pelan-pelan gue membuka mata dan melihat beberapa sosok perawat, dokter anastesi dan dokter Kiki Ahmad sedang berdiri di hadapan gue. Tiba-tiba gue tersenyum lebar, salah seorang perawat mengacungkan boneka Hello Kitty lalu meletakkannya di pelukan gue. Segera gue memeluknya erat-erat hingga berhimpitan dengan dada. "Jangan dulu, tadi kan baru operasi," seorang perawat mengingatkan sambil meletakkannya hingga selevel dengan perut gue.
Kedip.. kedip... gue melirik ke arah dada kiri yang sudah tertutup plester.
Astaga! Gue baru ingat kalau ini "dalam rangka" operasi pengangkatan tumor payudara! Semuanya terasa begitu cepat! Saking cepatnya gue mengira bahwa tadi sama sekali nggak tertidur. Makanya gue begitu girang ketika bertemu kembali dengan boneka Hello Kitty. Karena seingat gue, tadi dengan ditemani Steven Tyler yang memakai cat kuku berwarna ungu, kami sedang mencari-cari boneka itu ke seluruh penjuru rumah sakit. Ah, iya! Pantas saja tadi Steven Tyler bisa bicara bahasa Indonesia. Seharusnya gue sudah langsung sadar kalau itu cuma mimpi, hehehe.
Seorang perawat meminta gue untuk mencoba kembali tidur. Katanya gue pasti masih lemas karena masih dalam pengaruh obat bius. Tapi gue menolak karena sama sekali nggak merasa mengantuk. Yang terjadi malah gue merasa sangat segar dan bersemangat. Mimpi yang baru gue alami tadi terasa begitu nyata. Entah karena masih terpengaruh "gas tertawa" atau memang cerewet, gue langsung mengambil posisi setengah duduk dan bercerita tentang mimpi super keren yang detailnya sangat gue ingat dengan jelas. Lucunya seluruh perawat mau mendengarkan sambil mengelilingi tempat tidur gue. Saking semangatnya alat deteksi jantung yang ditempelkan di jempol gue sampai lepas berkali-kali. "Aku lepas saja, ya? Sudah sehat kok," ---hingga gue harus berhenti sebentar dan meletakan alat itu dulu di bantal, lalu melanjutkan cerita kembali dengan diikutii anggukan kepala para perawat yang terlihat sangat antusias. Errr... atau seenggaknya pura-pura antusias, hehehe.
Suara gue sepertinya mengganggu seorang pasien yang juga baru tersadar dari pengaruh obat bius. Dia adalah seorang ibu yang sebelumnya sempat bertemu di ruang tunggu khusus. Karena asyik bercerita gue jadi nggak sadar bahwa di ruangan ini ada 2 pasien lain yang juga baru menjalani operasi yang sama.
"Dok, air.... Dokter, sakit..." suaranya terdengar parau dan kesakitan sehingga membuat gue sedikit takut dan langsung terdiam. Perawat yang berdiri paling dekat dengan gue sepertinya mengerti dengan perubahan ekspresi wajah gue. Dia langsung meminta gue kembali berbaring dan mendorong tempat tidur gue ke seberang ruangan yang diberi sekat tirai berwarna hijau. "Nah, makanya sebelum dibius bayangkan yang indah-indah saja, jadi waktu bangun nggak kesakitan," dia berbisik sambil menutup tirai rapat-rapat dan meninggalkan gue berdua saja dengan boneka Hello Kitty.
Gue lalu menunggu, menunggu dan menunggu. Dari jam dinding yang ditempel di ujung ruangan dan sedikit terhalang oleh tirai gue bisa mengintip bahwa waktu kira-kira sudah menunjukan pukul 7 malam. Terdengar suara kursi roda dan tempat tidur dorong dari seberang ruangan. Dua orang pasien lain sudah dipindahkan ke ruang pemulihan. Nah, bagaimana dengan gue? Dengan perasaan cemas karena ditinggal sendirian dan pegal karena bosan berbaring gue memanggil seorang perawat yang tampaknya nggak terlalu sibuk. Gue bertanya kapan boleh meninggalkan ruangan dan dia menjawab "nanti." Nggak puas dengan jawabannya gue nggak kehabisan akal. Gue yang sudah ingin cepat-cepat berganti baju dan pulang ke rumah pun berpura-pura ingin pipis, hehehe. Tapi perawat itu ternyata punya cara untuk menahan gue: dia menyodorkan pispot dan meminta gue pipis di atas tempat tidur, hahaha! Wah, gawat deh kalau begini. Maksud gue berpura-pura kan supaya diizinkan keluar ruangan.
"Malu!" akhirnya gue putuskan untuk menolak dengan wajah yang dibuat (pura-pura) ketus. Bukannya takut, perawat malah tertawa karena reaksi gue. Katanya, memang sudah tugasnya untuk membantu pasien supaya nggak banyak bergerak dulu, jadi gue nggak punya alasan untuk malu. Hmm... stock alasan gue jadi habis, deh. Ya sudah gue mengaku bahwa sudah bosan karena berbaring terus dan ingin segera pulang. Acting wajah memelas gue berhasil, meski dia nggak mengizinkan gue berjalan-jalan tapi gue boleh duduk sambil menunggu Ibu dan Bapak menjemput gue. Katanya sekarang bisa saja gue merasa segar, tapi harus hati-hati karena bisa tiba-tiba pusing dan malah pingsan.
Nggak disangka kami berdua malah menjadi akrab. Sambil menunggu Ibu dan Bapak datang gue melanjutkan cerita tentang mimpi gue yang tadi, hehehe. Dari soal mimpi obrolan kami melebar sampai jauuuuh sekali. Dia bercerita bahwa anak perempuannya juga menyukai Hello Kitty dan punya boneka yang sama dengan gue. Dia bahkan menunjukan ipad nya yang dipenuhi dengan gambar tempel Hello Kitty, hehehe. Eris juga ikut menjadi tokoh di obrolan super seru-cerewet kami (untung pasien lain sudah pindah, lol). Gue bercerita bahwa anjing gue lah yang pertama kali menemukan tumor di dada kiri yang tadi baru saja diangkat. Kami pun langsung membanjiri kata-kata pujian untuk Eris. Kalau dia manusia mungkin telinganya sudah merah sekarang, hehehe. Perawat yang baik hati itu menjelaskan bahwa penciuman anjing sangat tajam, dan yang Eris cium adalah "bau busuk" yang dikeluarkan dari tumor tapi nggak cukup kuat untuk tercium oleh manusia.
Di tengah-tengah obrolan kami Ibu muncul dari balik tirai dengan wajah yang terlihat cemas. Beliau langsung menciumi pipi dan kening gue berkali-kali. Katanya beliau lega sekali karena operasinya berjalan lancar dan gue tampak sehat :) Ah, senang rasanya ketika akhirnya perawat berkata gue sudah boleh berganti baju dan minum sedikit air untuk memastikan nggak ada komplikasi setelah operasi. Gue langsung melompat dari atas tempat tidur dan membongkar tas ransel yang Ibu bawa. Gue minum beberapa teguk air dari botol minum yang sengaja dibawa dari rumah, memakai lensa kontak (yang langsung membuat perawat 'shock' karena khawatir gue pusing) dan mengganti kostum rumah sakit dengan baju dan rok berwarna pink kesayangan gue. Nggak lupa gue sedikit menyisir rambut dan memakai parfum supaya bau antiseptik nggak terlalu tercium. "Centil," Ibu berbisik kepada perawat dan dibalas dengan senyuman yang hampir seperti tawa.
Perawat bertanya apakah gue merasa mual atau pusing. Gue menjawab bahwa semua terasa baik-baik saja kecuali perut gue yang terasa lapar. Gue ingin sekali segera makan pizza, salad dan minum berbotol-botol teh manis (lol). Perawat berkata gue boleh makan semuanya ketika pukul 9 malam nanti, setelah yakin bahwa kondisi gue baik-baik saja. Meski gue sudah cuek jalan-jalan di dalam ruangan, tapi ternyata gue masih harus menunggu perawat lain datang untuk membawa gue ke ruang pemulihan. Di sana nanti gue akan diperiksa kembali oleh dokter dan diberitahu apakah harus dirawat inap atau sudah boleh pulang ke rumah. Gue ingin langsung pulang ke rumah tentu saja, karena dulu pernah mengalami dirawat di rumah sakit selama 8 hari, dan gue benar-benar bosan sampai setiap hari mencoba memaksa sipapun yang menjenguk untuk menyelundupkan junk food :( Hehehe...
Nggak menungu lama seorang perawat laki-laki (yang tadinya gue panggil "suster laki-laki", lol) datang sambil mendorong kursi roda. Katanya, meski gue merasa sehat tapi tetap harus menuruti prosedur ini, karena kalau gue nggak menurut nanti malah dia yang dimarahi dokter. Hmm, kasian juga kalau dia harus dimarahi gara-gara gue, ya...
Oh, iya sebelum berpisah dengan perawat yang menemani gue di ruang operasi, kami foto-foto dulu, lho. Ya, ampun dia lucu sekali. Katanya dia senang dengan gaya berpakaian dan rambut gue yang tebal. Mengingatkan dengan Hari yang bernyanyi lagu "Gwiyomi" katanya. Ruangan pun kembali ramai dengan suara kami, karena kami berpose untuk foto sambil terus tertawa :D Gue, Ibu dan Bapak ---yang baru saja datang menyusul masuk ruangan pun--- berpamitan. Perawat yang super kocak itu mendoakan agar gue selalu sehat, dan kalau sampai suatu hari kembali lagi ke rumah sakit harus untuk kesempatan launching novel, bukan untuk operasi atau masalah kesehatan lainnya, hehehe. Gue, Ibu dan Bapak meng"amen"kan doanya. Dengan canggung gue duduk di kursi roda dan melambaikan tangan padanya. Samar-samar gue mendengar dia bernyanyi lagu "Gwiyomi" sambil tertawa. Sebenarnya gue malu, tapi gue putuskan untuk meminta perawat yang sedang mendorong gue menghentikan kursi rodanya. Gue mengangkat kedua tangan di depan wajah, menempelkan jari telunjuk dan jari jempol sehingga menyisakan 3 jari yang berdiri tegak. Dengan gerakan cepat gue meniru gaya Hari dan mulai bernyanyi, "Gwi.. Gwi... Gwiyomi. Gwiyomi!"
|
Baru keluar dari ruang operasi tapi malah gue doang yang tanpa kostum rumah sakit :p |
Gue diantar ke ruang pemulihan dan diminta kembali berbaring. Tapi gue benar-benar nggak merasa lelah jadi duduk-duduk saja di atas tempat tidur sambil mengobrol dengan Ibu dan Bapak. Mereka penasaran dengan apa yang gue rasakan selama pengangkatan tumor. Hehe, mereka lucu, gue kan dibius jadi sudah pasti nggak bisa merasakan apa-apa. Sebagai gantinya gue ceritakan tentang mimpi yang super keren gue dan apa yang terjadi setelah gue sadar. Dokter Kiki sempat menunjukan tumor di dalam toples yang tadinya berada di dalam payudara gue. Bentuknya seperti bakso dan ewww, ternyata terlihat lebih besar daripada yang terlihat di USG. Bapak tertawa terbahak-bahak ketika mendengarnya. Katanya beruntung gue seorang vegetarian, karena kalau bukan pasti gue akan trauma seumur hidup terhadap bakso urat, hehehe. Nantinya tumor gue akan dibawa ke Lab untuk diperiksa apakah ada sel kankernya atau nggak.
Selama menunggu hasil pemeriksaan dokter, Iie (tante) dan Uak ternyata datang menjenguk. Mereka kebingungan karena gue sudah memakai baju biasa dan tampak ceria. Iie malah meyangka bahwa gue sedang bersiap-siap dioperasi. Dan bukan hanya Iie saja ternyata yang "tertipu". Seorang perawat datang untuk membawakan makan malam dan dia berdiri kebingungan di depan kami. Katanya, "Maaf, ini pasiennya yang mana, ya?"
Hehehehe...
|
Sambil menunggu kabar dokter gue sempat meminta lipgloss pada Ibu untuk main dandan-dandanan :p |
|
Ini bekas infus hampir terbawa pulang, hahaha... |
Syukurlah hasil pemeriksaan menunjukan bahwa gue baik-baik saja. Meskipun alergi tapi gue nggak ada masalah dengan anastesi dan jahitan operasinya. Gue sempat mengintip lukanya dan mengira-ngira panjang dari jahitannya sekitar 3 Cm. Tepat di daerah areola sesuai permintaan gue, karena meski letak tumornya agak di atas gue ingin bekas lukanya lebih samar karena warna areola cenderung gelap di bandingkan daerah payudara lain :)
Dua orang perawat yang akan mengantarkan gue ke mobil bertanya lagi apakah gue benar-benar siap untuk pulang. Dengan mantap gue jawab "Iya!" sambil mengedipkan sebelah mata ala Mr. Bean, hehehe. Salah satu dari mereka berkata bahwa gue adalah "anak super" karena dua pasien yang dioperasi bersamaan dengan gue tadi memilih untuk rawat inap selama 2 hari. Gue tertawa. Gue tahu betul bahwa gue bukan "anak super". Gue ingin pulang karena tahu pasti nanti akan terasa lebih nyaman jika di rumah. Makan masakan Ibu, dipijiti Bapak jika badan gue sakit dan yang terpenting bisa tetap dekat dengan Eris yang telah menyelamatkan nyawa gue. Rasa sakit pasca operasinya mungkin akan terasa sama saja, baik dirawat di rumah sakit atau di kamar tidur yang gue sebut dengan Neverland. Tapi jika dikelilingi dengan orang-orang (dan juga seekor anjing, hehehe) yang gue cintai pasti rasanya lebih ringan ;)
|
Bye bye Rumah Sakit :D |
Gue sampai ke rumah sekitar pukul 10 malam, hanya 3 jam setelah gue selesai operasi. Eris sudah menunggu di garasi dengan ekornya yang bergoyang-goyang bahagia. Gue memeluknya longgar dan mencium puncak kepalanya. Eris mengendus dada gue sebentar, lalu menatap gue keheranan. "Sudah hilang kan baunya?" gue bertanya menggodanya sambil tertawa konyol.
Tanpa berganti baju dengan piyama gue langsung meminta Bapak untuk membelikan pizza dan salad di restoran terdekat. Gue benar-benar kelaparan sampai-sampai terus menunggu Bapak di depan pintu ketika beliau pergi. 30 menit kemudian apa yang gue inginkan akhirnya ada di hadapan gue. Seperti Oliver Twist yang menemukan makanan di bak sampah gue mengangkat satu potong pizza tinggi-tinggi, berdoa dan langsung melahapnya dengan suka cita. "Mau? Mau?" gue menawari Ibu dan Bapak sambil terus mengunyah. Mereka hanya tersenyum dan membiarkan gue makan sendirian karena tahu itu hanya penawaran basa-basi, hehehe. Sebelum pizzanya habis gue langsung melahap saladnya langsung dari kotaknya, menyisakannya setengah lalu kembali lagi menikmati pizza. Wah, memang bukan pemandangan yang indah untuk dilihat, tapi trust me, rasanya nikmat sekali! :D
Tapi tiba-tiba saja, O-oww, dada kiri gue terasa nyeri. Gue melihat jam dinding dan waktu sudah menunjukan pukul 11 malam. Itu artinya reaksi obat bius gue sudah habis!
"Yah, mulai terasa deh efek operasinya..." gue manyun sambil menatap pizza yang tersisa setengah pan lagi.
Bagi ukuran "manusia normal" mungkin nampaknya gue sudah menghabiskan cukup banyak. Tapi bagi gue jumlah yang tepat itu ya harus 1 pan, nggak kurang nggak lebih, hehehe.
"Aku minum obat sekarang terus tidur, deh. Pizza nya dilanjutkan buat nanti sarapan," gue berkata sambil masuk ke dalam kamar, sementara Ibu dan Bapak tertawa di belakang gue. Dari sudut mata gue melihat Bapak mengambil 1 potong pizza. Gue tersenyum. Pura-pura nggak melihat.
Setelah itu gue tidur cukup nyenyak. Mimpi super keren yang gue alami di meja operasi ternyata masih bersambung. Gue mengizinkan Steven Tyler bermain dengan boneka Hello Kitty milik gue setelah dia mengajarkan cara mengecat kuku kaki dengan warna ungu mengkilap.
Dan pagi-pagi sekali gue terbangun karena perasaan ngilu di payudara kiri. Sedikit mengganggu tapi nggak seburuk apa yang gue dengar dari orang-orang yang pernah mengalaminya. Gue sarapan di atas tempat tidur lalu menghabiskan sepanjang hari dengan menonton film tanpa ada yang menyuruh tidur cepat.
Well, ini memang bukan perasaan paling nyaman sedunia, tapi gue yakin bisa melaluinya sampai gue benar-benar sembuh total.
Karena kalau rasa sakitnya diabaikan, sebenarnya ini terasa seperti sedang liburan! Hehehe :p
anak super, lol,
Indi
*Catatan:
~ 4 hari setelah operasi plester penutup jahitan dilepas. Rasanya ngilu dan membuat payudara gue sensitif bahkan jika hanya bersentuhan dengan kaos tipis.
~ Bengkak di payudara menjalar sampai ke dada, leher dan lengan setelah hari ke dua atau tiga. Menurut dokter itu wajar jadi nggak perlu terlalu khawatir. Gue mengatasinya dengan minyak telon dan kantung air panas.
~ Berhubung tumor gue cukup dalam (sekitar 4 Cm dari permukaan) dokter meminta gue untuk bersabar dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Mengangkat lengan dan tidur miring itu rasanya "wow" banget. Jadi gue disarankan untuk keramas di salon/dibantu orang lain dan tidur dengan posisi terlentang. Dokter beri gue morfin untuk membantu meredakan nyerinya, dan gue suka :p
~ Proses penyembuhan setiap pasien berbeda-beda. Ada yang cepat, ada juga yang lambat tapi pasti. Letak tumor, kedalamannya dan kondisi pasien mempengaruhi dalam proses penyembuhan. Jadi jangan dibanding-bandingkan ;)
~ Hasil Lab sudah keluar, dan nggak ditemukan sel kanker di tumor gue. Thank God! :)
~ Pukul 3 sore nanti jahitan gue akan dilepas. Semoga semuanya lancar. Amen :)
_________________________________________________________
Facebook:
here | Twitter:
here | Contact person: 081322339469