Hi bloggies! How's your weekend? Semoga menyenangkan ya! Ngomong-ngomong soal weekend, apa nih aktivitas favorite kalian? Hangout? Atau di rumah sajakah kaya aku? Hihihi. Jujur, aku hampir selalu milih buat menghabiskan waktu di rumah sih. Nulis, bikin musik, masak, kumpul sama keluarga, main sama Eris anjingku, or simply snuggling sama si pacar. Aku cuma ke luar kalau lagi kepengen banget, misalnya saja lagi craving sesuatu. Kaya kemarin nih, aku kepengeeeen banget makan telur ceplok, rendang sama sate! ---Tunggu! Sebelum protes, iya aku masih (dan akan tetap) vegan, kok. Yang aku mau ini bukan menu-menu sungguhan, tapi versi vegannya alias cruelty free! ;)
Sejak beralih dari pesco vegetarian, ke vegetarian lalu ke vegan, selera makanku nggak berubah. Aku masih tetap suka makanan dengan kaya bumbu dan segar. Dulu aku sering ditakut-takuti sama orang sekitar, katanya kalau jadi vegetarian susah cari makan, hahaha. Tapi ternyata buktinya nggak kok, bahkan setelah jadi vegan pun aku bisa makan enak dan sesuai selera. Caranya ya gampang, tinggal masak sendiri. Kalau menunya hewani ya tinggal "divegankan". Sekarang kan apa-apa mudah dicari di internet, dan layanan pesan-antar via aplikasi juga memudahkanku untuk membeli bahan-bahannya. Nah, tapi bagaimana kalau aku lagi malas? Ya, beli saja masakan yang sudah jadi. Memang tempatnya nggak sebanyak restoran biasa, tapi restoran vegan itu ADA kok, dan bukan hal "mewah" :)
Aku tinggal di Bandung. Sejak masih jadi pesco vegetarian (vegetarian yang mengkonsumsi ikan) bertahun-tahun lalu, aku sudah punya restoran favorite. Namanya "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir". Aku tahu tempat ini justru dari temanku yang bukan vegan! Dia cerita sama aku kalau ada restoran dengan harga terjangkau yang makanannya enak-enak. Penasaran, aku pun langsung cari alamatnya dan... aku jatuh cinta pada pandangan pertama, hahaha. Waktu dulu sih aku belum berani pesan yang macam-macam di sana, cuma nasi dan sayuran. Padahal aku tahu kalau tersedia menu meat alternative juga, tapi nggak berani pesan karena takut mahal. Maklum masih bocah :D Kalau sekarang sih sudah berani, bukan karena banyak duit tapi karena tahu kalau harganya terjangkau.
Menurutku restoran ini seleranya universal banget, nggak hambar. Seandainya almarhum Kakek makan di sini aku yakin beliau pasti suka karena dulu harus makan menu vegan Rumah Sakit yang rasanya yucky :( Makanya aku sering rekomendasi tempat ini, bahkan sama yang meat eater sekalipun. Dan sumpah aku nggak diendorse lho, hahaha. Termasuk sama pacarku, Shane. Well, singkat cerita tentang dia, dulu dia bukan vegan. Tapi semakin lama kenal dia mulai cerita kalau sebenarnya dia nggak suka masakan dari hewani, terutama telur. Tapi kadang merasa nggak ada pilihan dan rasanya "nggak enak" kalau sudah disediakan makan sama ibunya tapi nggak dimakan. Nah di hari pertama dia tiba di Indonesia (sebelumnya tinggal di Amerika), pola makan Shane berubah. Dia plek mengikuti menu makanku. Awalnya kupikir hanya karena kami tinggal serumah, tapi rupanya saat makan di luar pun selalu menolak daging. Pernyataan "aku vegan" memang nggak pernah keluar dari mulutnya, tapi after one month of being meat and dairy free, rasanya aman untuk menyebut kalau dia juga vegan :)
Salah satu spot foto di "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir". |
Shane baru berkunjung ke "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir" dua kali. Sama sepertiku, dia juga rupanya falling in love at the first sight sampai aku jealous, --JK :D Makannya lahaaaap banget, padahal rasa Indonesia pasti baru buat lidah dia. Nah yang mau aku ceritain sekarang itu tentang kunjungan dia yang kedua (dan ke sekian ratus kali buatku, lol). Jadi ceritanya aku mendadak banget kepengen telur ceplok, rendang dan sate. Kenapa? Aku juga nggak tahu, pokoknya mendadak malas masak (padahal biasanya juga si pacar yang masak, hahaha). Akhirnya menjelang malam kami putuskan ke "Kehidupan" untuk early dinner. Suasana nggak terlalu ramai, kami jadi bisa leluasa memilih tempat. Tanpa ragu aku langsung memilih nasi soto, rendang, terong bumbu cabai dan sayuran. Sedangkan si pacar, dia selalu ragu buat mencoba hal baru. Seperti kunjungan sebelumnya dia memilih nasi goreng ditambah mie keriting setelah kupelototin karena kelamaan milih :p
Tempat duduk yang kami pilih, dekat sekali dengan display makanannya. |
Aku ngiler dengan menu rendang karena sempat mencicipi rendang yang iparku pesan beberapa waktu lalu. Rasanya ternyata enak dan pedas. Teksturnya mirip seperti daging sungguhan, meski kalau soal rasa aku lupa-lupa ingat karena sudah lama nggak makan teman, ---eh hewan. Meski kepedesan (karena terong yang aku pesan juga pedas) tapi aku makan sampai ludes termasuk dengan bumbu-bumbunya. Nikmat banget dimakan sama nasi dan sayuran. Kalau soal terongnya sih jangan ditanya. Rasanya setiap makan di sana jadi menu wajib yang aku pesan, hahaha. Alasannya karena aku cukup picky, kalau terongnya benyek biasanya aku nggak suka. Nah, terong "Kehidupan" tuh rasanya fresh dan cabainya juga "nendang". Saking nendangnya aku sampai pesan teh manis plus bonus dapat bibir dower, hahaha.
Rendang, terong cabai, sosin, tahu kecap dan daun pepaya (---atau singkong??). |
Nasi soto plus sambal. |
Mie keriting dan pangsit punya si pacar. Ah, suka dengan ide sumpit reusable nya :) |
Soto, menu lain yang aku incar juga "terinspirasi" dari iparku yang pernah memesan menu ini buat Ali, keponakanku yang masih berusia 2 tahun. Yup, karena tanpa MSG dan santan makanan di sana jadi aman buat anak-anak. Rasanya waktu itu mau nyicip tapi nggak enak kalau nyosor makanan bocah xD Dan akhirnya keinginanku tercapai! Rasanya hampir sama seperti yang kubayangkan, cuma menurut lidahku agak kurang tajam rasanya. Kalau jeruknya ditambah pasti kukasih nilai 10. Nasi, sayur, terong dan rendang membuatku kekenyangan. Bahkan buat membuat piring dan mangkukku cling bersih pun kepayahan, hahaha. Padahal telur ceplok idamanku belum tercapai. Akhirnya kuputuskan untuk tetap pesan nasi goreng plus si sunny side up tapi untuk dibawa ke rumah. Oh iya, meski kekenyangan aku masih sempat mencicipi mie keriting si pacar, lho :p Next time aku juga harus pesan, soalnya rasa mie nya pas banget sama seleraku. Kuahnya juga gurih dan harum. Cuma bagian pangsitnya agak terlalu "enek" buatku, makan satu saja cukup. Lainnya sih perfect, sampai sambal dan emping pun aku lahap :D
Jadi lagi-lagi aku dan Shane cukup puas dengan "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir". Kenapa "cukup"? Karena menurut kami masih ada hal-hal yang perlu dibenahi. Dan dari sudut pandangku yang sudah ke sana sejak zaman bocah, rasanya ada kualitas yang menurun. Misalnya saja menu-menu meat alternative yang hilang juga dekorasi yang berkurang. Dulu aku sempat berfoto di jajaran bunga matahari yang instagramable banget tapi sekarang sudah nggak ada :( Dan yang paling aku soroti masalah kebersihan toiletnya. Rasanya semakin lama semakin nggak terawat. Nah, kemarin itu rasanya paling gawat. Aku sudah kebelet banget dan dari 2 toilet nggak ada satu pun yang mending, banyak tisu di lantai dan berjejalan di lubang toilet (ewww...). Terpaksa aku dan pacar jalan kaki ke resto fast food di ujung jalan buat numpang pipis :( Mudah-mudahan sih tulisanku ini dibaca sama pihak "Kehidupan", karena aku pernah membuat review di YouTube dan mereka merespon. Tapi kalau pun nggak aku tetap akan berusaha menghubungi mereka karena ini demi kebaikan. Kalau kualitas semakin bagus kan semakin banyak yang berkunjung dan tertarik dengan veganism. So, don't take this as a mean comment ya, ini saran :)
Wah, ternyata bertemu teman pembaca. Sayang ya nggak menyapa :( |
Take out food packaging nya rapi, suka! :) |
Apa aku merekomendasikan restoran ini? Tentu, iya! Buat teman-teman yang membaca post ini dan belum pernah ke sana, ayo datang ke "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir" di Jl. Pajajaran No. 63 Pasir Kaliki, Cicendo Bandung. Mereka buka dari pagi sampai jam 9 malam. Jika kalian datang untuk mencari makanan enak tempat ini worth it sekali, tapi ya itu dia dari segi kebersihan memang harus dibenahi. Oh iya, satu lagi yang lupa aku sebutkan. Packaging untuk take out foodnya rapi, lho. Nasi gorengku utuh sampai rumah. Tapi aku nggak yakin apa ini berlaku juga untuk menu sate karena aku pernah pesan via Gofood dan hanya dibungkus plastik :O Well, sekian dulu tulisanku. Meski ada kekurangan tapi restoran ini salah satu bukti kalau jadi vegan itu nggak ribet dan nggak mahal. Nih aku contohnya, sering bokek tapi selalu bisa makan enak! Hahahaha. Cheers! :)
yang kalau foto pacarnya gak boleh ikutan tapi fotonya ada kok di instagram, lol,
Indi
(*Untuk teman-teman vegan di Tangerang, aku juga punya rekomendasi tempat makan enak yang terjangkau lho, klik di sini. Juga yang mau dengar kolaborasi musik baruku dengan si pacar, klik di sini)
______________________________________________