Di pengingat kenangan Facebookku muncul foto dari tahun kemarin. Aku, Shane dan Ali, berpegangan tangan di depan depan tiang canopi yang dihiasi bendera merah putih. Aku memakai kebaya merah, Shane yang memakai batik tampak mengernyit karena teriknya cahaya matahari. Sementara Ali memakai baju pangsi Sunda tersenyum nakal ke arah kamera, ---yang anehnya terlihat lebih mungil dari yang aku ingat (sepertinya setiap berganti tahun aku terus-terusan merasa Ali tumbuh dengan cepat, hahaha). Ya, kami baru saja selesai merayakan hari kemerdekaan Indonesia waktu foto itu diambil. Saking lamanya berdiam di rumah aku jadi terkejut sendiri kalau itu BARU satu tahun yang lalu. Tahun kemarin aku masih ikut pawai bersama Ali dan Shane di sekitar sekolah, juga masih menonton pawai dari RT dan RW lain dari balik pagar rumah orangtuaku. Somehow mengingat semua itu jadi terasa janggal. Jangankan untuk berdesakan di pawai, untuk antri di kasir supermarket saja sekarang rasanya "salah".
Shane, aku dan Ali. Waktu itu mataharinya memang sedang super terik :D |
16 Agustus 2020
Kalau saja kemarin aku nggak membuka Facebook, mungkin aku akan lupa kalau besok adalah hari jadinya Indonesia. Gak ada kemeriahan di luar, bendera juga nggak kelihatan dari balkon rumah kami. Memang tinggal di apartemen itu terkadang terasa terasing. Apa yang terjadi di bawah, yang sebenarnya jaraknya dekat saja kadang kami nggak tahu. Suasana festive nggak akan terasa kalau bukan aku dan Shane sendiri yang ciptakan, ---paling-paling kalau ada kembang api saja kami jadi punya clue kalau sedang ada perayaan di luar sana, hehe.
Aku bilang sama Shane kalau kami bahkan nggak punya bendera di sini, sementara aku rindu dengan suasana tujuh belasan :') Shane pun menenangkanku. Katanya mungkin kami bisa menemukan bendera kecil untuk dipajang di balkon, nanti malam saat kami ke supermarket untuk berbelanja keperluan dapur. Aku yang tadinya mellow langsung semangat berganti baju dan mulai memikirkan apa saja yang akan kubeli untuk besok :)
Aku pikir akan seru jika kami bisa punya "Hari Indonesia", ---pokoknya seharian serba Indonesia, dari mulai makanan, pakaian sampai tontonan. Jadi akupun mulai memenuhi keranjang dengan apapun yang khas Indonesia, ---selama itu vegan, hehe. Nasi tutug oncom, nasi kuning, kacang koro, teh botol, cokelat Bali, air kelapa, mi lidi, dan segala macam produk makanan lokal lainnya. Sampai-sampai aku baca satu persatu lho labelnya, supaya yakin kalau produknya memang asli buatan sini :p Di sela-sela berbelanja nggak lupa aku kirim pesan sama Ibu agar mengirimkan beberapa kebaya untuk dipakai besok. Meski nggak kemana-mana nggak ada salahnya kan untuk tetap merayakan hari kemerdekaan :)
17 Agustus 2020
Aku bangun tidur kesiangan. Mungkin karena malamnya terlalu excited sampai-sampai susah tidur, hehehe. Waktu aku membuka mata Shane langsung bertanya aku mau makan apa. "Mau nasi tutug oncom," jawabku. Dan ternyata itu cukup membuat suamiku heran, karena saat aku tidur dia sudah sarapan sereal dan pisang sementara aku langsung minta makan nasi :p Tapi dia setuju, karena sebelumnya dia belum pernah mengenal "oncom". Jadi sekalian saja dijadikan menu makan siang untuknya, dan menu sarapan untukku, hehe.
Nasi tutug yang kami makan itu tipe instan, cukup dimasukkan ke rice cooker lalu diberi bumbu. Tertarik membeli karena ada tulisan "100% Indonesia" nya. Menurutku rasanya berbeda dengan buatan sendiri atau membeli di restoran. Nasinya sedikit kering dan oncomnya kurang nendang. Tapi rasanya cukup enak, kok. Sampai-sampai aku nambah dua kali :) Lain dengan lidah Shane, katanya rasanya terlalu pedas dan dia nggak akan makan nasi tutug ini kalau saja aku nggak minta xD Yaaa, selera orang beda-beda sih ya, dan karena yang dicoba pertama kali adalah versi instan, menurutku sih itu bukan perkenalan yang tepat :p Tapi jangan khawatir, masih ada nasi kuning. Shane suka sekali nasi kuning. Dulu, waktu masih pacaran kalau di rumah orangtua kami selalu disediakan nasi kuning untuk sarapan. Lengkap pakai bihun, timun dan kerupuk. Nikmat sekali :D
Nasi tutug oncom dari supermarket, yang sayangnya rasanya kurang “nendang” (tapi tetap aku nambah 2 kali, hahaha). |
Setelah perut kenyang, aku mencoba kebaya-kebaya yang dikirim Ibu. Ada 4 kebaya, dan semuanya bagus-bagus. Bikin aku bingung memilihnya. Akhirnya setelah fashion show dadakan di depan Shane, pilihan jatuh ke kebaya merah berlengan panjang. Ukurannya paling pas di badanku dan modelnya juga aku suka karena simple dan manis. Aku nggak punya kain samping, jadi aku padukan kebayanya dengan dress batik yang aku "sulap" jadi rok, hehehe. Cocok juga ternyata. Sedangkan Shane memakai kemeja batik merah yang dulu dibuat dalam rangka Chinese New Year. Yang penting serasi, kami nggak perlu pakai serba baru ;)
OOTD Agustusan kami. Shane pakai batik CNY sedangkan aku pakai kebaya punya Ibu :D |
Aku pakai pita rambut 2 sekaligus, merah dan putih supaya seperti bendera Indonesia :D |
Aku memang sengaja pilih kebaya. Kenapa nggak simply pakai baju merah-putih saja yang jelas-jelas warna bendera Indonesia? Karena menurutku kebaya itu istimewa dan somehow selalu membuatku merasa "cantik". Bukan hanya merasa cantik secara fisik (it's not a bad thing, love yourself, gurl!) tapi juga secara mental. Nggak ada yang salah kalau kita itu jumpalitan, ikut panjat pinang, betulin genteng, ikutan ngejar layangan, dst, etc. Tapi dengan sesekali memakai kebaya bisa jadi pengingat kalau aku (kita) adalah perempuan Indonesia yang kuat, ---yang juga tetap bisa santun dan lembut :)
OOTD: Pita rambut: Dari Ibu Mertua | Kebaya: Punya Ibu by Hetik Collection | Dress: Batik Keris | Slippers: Dari Ibu Mertua. |
Oh iya aku itu punya kebiasaan buat pakai pita rambut yang match dengan baju yang kupakai. Dan spesial untuk hari ini aku pakai pita merah dan putih. Agak ketutupan rambut sih, tapi semoga tetap kelihatan di foto, hehehe. Ini idenya Shane, katanya daripada pakai yang warna merah saja mending dibuat seperti bendera :D
What do you think, guys? :) |
Untuk pilihan film Indonesia ternyata nggak semudah memilih makanan dan kebaya, hehehe. Pilihan judulnya memang banyak, tapi sayang nggak semuanya punya teks terjemahan bahasa Inggris :') Shane memang nggak keberatan menonton film berbahasa Indonesia tanpa teks. Asal ceritanya simple biasanya dia bisa menerka-nerka alurnya dari awal sampai akhir. Tapi aku mau hari ini istimewa, aku dan suamiku harus sama-sama bisa menikmati filmnya. Dan... akhirnya pilihan jatuh ke "Reuni Z" karena kami sudah kehabisan ide mau cari film dimana lagi :p Film ini diputar di Iflix, reviewnya sangat meragukan (kebanyakan review negatif, huhu) tapi kami mau kasih kesempatan.
Dan ternyata kami sama sekali nggak menyesal. Filmnya nggak bisa dibilang jelek. Iya sih lack of logic, dan ada beberapa jokes yang cringing dan keterluan karena ditujukan ke anak SMA, tapi secara keseluruhan kami terhibur dan kagum karena film Zombie lokal masih jarang.
Nonton “Reuni Z” film Indonesia yang lumayan. |
Kalau dipikir seharusnya hari terasa lebih pendek karena aku bangun kesiangan. Tapi entah kenapa hari ini terasa lebih panjang dibandingkan kemarin (in a good way). Rasanya aku bisa merasakan setiap detiknya dengan maksimal. Bahkan Shane pun yang biasanya tidur awal barusan tidur lebih larut. Kalau kalian, bagaimana Agustusannya? Di rumah saja seperti kami? Atau di daerahnya ada lomba-lomba seperti biasanya? Apapun itu, semoga menyenangkan ya :) Di waktu yang sedang nggak mudah seperti ini gak ada salahnya untuk sedikit loosen up. Biar hari ini jadi pengingat kalau kita kuat, kalau dulu kita menang. Dan sekarang kita tetap berjuang meski untuk hal yang berbeda. Get well soon, Indonesia! :)
yang suka pakai kebaya,
Indi