Halo, my blogger friends! Apa kabar? Hari ini adalah hari Lebaran, aku ucapkan selamat bagi yang merayakan dan maaf lahir batin jikalau aku ada kesalahan selama ini, hihihihi :)
Tanggal 30 Agustus kemarin, bertepatan dengan malam Lebaran, aku berkesempatan untuk bertemu dan menghabiskan banyak waktu dengan Tika, sahabat ketika aku masih duduk di bangku SMP. Ini sangat istimewa bukan hanya karena kami sudah lama nggak bertemu, tapi juga karena kami bisa mengingat apa yang kami lalukan di masa pra remaja, merenungkannya dan bersyukur bahwa kami nggak memilih "jalan" yang salah...
Jalanan macet sekali. Karena kami memutuskan untuk bertemu on the spot, kami sempat beberapa kali mengganti titik temu. Setelah sepertinya kami hampir bisa melihat semua sudut kota Bandung karena kebanyakan berkeliling, kami memutuskan untuk bertemu di PVJ, sebuah mall besar yang menurut perkiraan kami masih memiliki cukup tempat untuk dinner kami.
Tapi ternyata semua restoran sudah fully booked (kebanyakan untuk berbuka puasa), jadi kami putuskan untuk melihat-lihat toko pakaian dan mencari buah tangan untuk keluarga kami di rumah.
Tanggal 30 Agustus kemarin, bertepatan dengan malam Lebaran, aku berkesempatan untuk bertemu dan menghabiskan banyak waktu dengan Tika, sahabat ketika aku masih duduk di bangku SMP. Ini sangat istimewa bukan hanya karena kami sudah lama nggak bertemu, tapi juga karena kami bisa mengingat apa yang kami lalukan di masa pra remaja, merenungkannya dan bersyukur bahwa kami nggak memilih "jalan" yang salah...
Jalanan macet sekali. Karena kami memutuskan untuk bertemu on the spot, kami sempat beberapa kali mengganti titik temu. Setelah sepertinya kami hampir bisa melihat semua sudut kota Bandung karena kebanyakan berkeliling, kami memutuskan untuk bertemu di PVJ, sebuah mall besar yang menurut perkiraan kami masih memiliki cukup tempat untuk dinner kami.
Tapi ternyata semua restoran sudah fully booked (kebanyakan untuk berbuka puasa), jadi kami putuskan untuk melihat-lihat toko pakaian dan mencari buah tangan untuk keluarga kami di rumah.
Tika dan aku di mobil. |
Dinner yang tertunda memberikan kami banyak waktu untuk mengobrol sambil memilih-milih pakaian. Kami membicarakan banyak hal, dari mulai kenangan masa pra remaja sampai pengalaman hidup kami sekarang. Aku hampir nggak percaya bahwa Tika sekarang sudah menjadi ibu untuk seorang anak laki-laki lucu bernama Uno. Ia juga sukses dengan karirnya di dunia bernyanyi. Tika bilang semua orang berubah, dan dia sangat bersyukur karena berubah menjadi yang lebih baik, bukan sebaliknya. Dia lalu melanjutnya, "Dan kalau nggak mengenal lo sejak dulu, gue nggak akan percaya kalau ini adalah 'lo'. Waktu gue terima kabar kalau lo jadi seorang penulis.. Rasanya seperti... nggak nyangka...".
Iya, kami berdua sama-sama nggak menyangka. Mungkin bagi kalian ini terdengar aneh, tapi bagi kami ini memang sulit dipercaya. Pasalnya kami menjalani masa SMP dengan nggak terlalu mudah. Kami sering diejek karena "berbeda". Saat kebanyakan di sekitar kami sedang semangat-semangatnya untuk mengejar lawan jenis, kami malah semangat untuk bermain dan menjadi juara di kelas. Kami sangat menikmati waktu sepulang sekolah untuk bermain di gang-gang dekat rumah Tika, berpura-pura tersesat lalu pulang ke rumah masing-masing saat matahari hampir tenggelam. Kami juga menikmati saat kami belajar bersama. Secara bergantian kami mengerjakan PR di rumah salah satu dari kami. Meski terkadang "jiwa bandel" kami tiba-tiba muncul, lalu memboyong PR kami ke rumah Hardline ---keponakan dari pengusaha makanan--- dengan harapan kami diberi donat gratis disana, hihihihi...
Ternyata reaksi kami membuat anak-anak nakal itu menjadi lebih marah. Mulai bermunculan fitnah-fitnah yang mengatasnamakan kami. Lucunya kebanyakan tentang lawan jenis. Misalnya aku naksir anak laki-laki dari kelas sebelah dan Tika merebut pacar si "ini". Lalu si "itu" yang pacar si "ini" melabrak Tika dan membawa-bawa aku karena aku dicap kecentilan! Waw, itu skenario brilian ya buat pra remaja usia 13 tahun, hahahaha....
Padahal waktu itu kami bahkan belum berpikir untuk berpacaran. Aku ingat dengan jelas betapa "straight"nya kami waktu dulu. Untuk urusan lawan jenis, percintaan bahkan seks, kami lebih percaya untuk bertanya langsung pada orangtua kami, bukan dari video atau gambar-gambar nggak senonoh yang ditunjukan dengan paksa oleh anak-anak nakal pada kami.
OOTD: Hairband: Gift from Cut Hanna, Blouse: Sogo Dept. Store, Skirt: Pabrik Bajoe, Shoes: gift from Ray. |
Waktu sudah menunjukan hampir jam 8 malam. Nggak terasa kami sudah berputar-putar di toko pakaian selama 2 jam. Tika akhirnya memutuskan untuk membeli beberapa potong pakaian untuk orangtua, anak dan suaminya. Sedangkan aku membeli satu potong scraf untuk Nenek dan satu potong blouse untuk aku sendiri.
"Pernah menyangka kita bisa belikan oleh-oleh untuk keluarga dan membeli baju untuk diri sendiri?", Tika bertanya tiba tiba. Aku lalu tersenyum dan menggeleng. Percaya atau nggak, masa sekolah yang sebetulnya singkat itu cukup mempengaruhi cara berpikirku ---bahkan Tika--- waktu dulu. Meski sekarang kami mengerti bahwa masa sekolah nggak pasti mempengaruhi kehidupan kami di masa depan.
Sambil mencari restoran yang agak lengang (mall ini penuhnya minta ampun!) kami terus bercerita. Dulu, banyak anak-anak seusia kami yang menganggap berkuasa di sekolah adalah "segala"nya. Mereka rela menghina dan menjatuhkan anak lain asalkan mereka jadi yang paling diingat seisi sekolah. Ada yang sengaja berkata-kata kasar supaya terlihat hebat, atau ada juga yang hobi curi-curi merokok ketika guru nggak mengajar supaya dibilang keren. Okay, jujur saja, untuk kami istilah "populer" sempat terdengar menggiurkan. Aku dan Tika pernah mencoba merokok dan 'minum' dimasa-masa pertengahan SMP. Tapi itu hanya bertahan beberapa hari, karena --- meski terdengar klise--- kami teringat orangtua kami yang sudah bersusah payah membesarkan dan mempunyai harapan bagus untuk kami. Terlebih, hal buruk nggak akan memberikan apa-apa pada kami jika dewasa nanti. Jadi lebih baik kami putuskan untuk berhenti sebelum terlarut.
All OOTD pics are by my dad. Taken at my grandma’s house. |
"Gue nggak nyesel pernah jadi anak culun", kata Tika begitu kami dapat tempat duduk di restoran Duck King (padahal aku vegetarian, hahahaha). Dan aku sangat setuju dengannya. Menurutku masa sekolah memang terasa lama waktu kita menjalaninya. Menjadi populer di sekolah sepertinya akan bertahan selamanya. Padahal setelah lulus kita harus menghadapi kenyataan. Hidup nggak semudah menjadi ketua OSIS atau jadi pembolos terfavorit. Kita akan sadar bahwa hal yang dulu dianggap penting nggak akan pernah terasa sepenting dulu lagi.
Seperti apapun kita di masa sekolah dulu: culun, populer, ranking satu, pem'bully, dsb, hanya sedikit yang akan terbawa dimasa dewasa nanti. Masa sekolah seharusnya menjadi masa pencarian jati diri, mencari apa yang disukai dan mencari bakat kita dengan cara yang natural dan tetap menjadi diri sendiri. Bukan menjadi "diri sendiri" karena orang lain menganggap itu keren atau untuk menjadi populer.
"Gue nggak nyesel punya nyokap yang selalu cerewet mengingatkan bahwa sekolah lebih penting daripada bergaya", aku berkata sambil tertawa. Tika ikut tertawa dan memekik, "Gua jugaaaa!" :D
Mungkin teman-teman sekolah dulu nggak ada yang ingat kami sekarang karena kami nggak populer di masa sekolah. Tapi itu lebih baik daripada dikenang sebagai "anak yang nakal" sampai dewasa dan seterusnya. Don't waste your time. Manfaatkan waktu kalian. Masa SMP dan SMA sepanjang 6 tahun rasanya lebih dari cukup untuk bersenang-senang dan belajar, bukan hanya untuk menjadi populer! :)
kisses,
I.N.D.I
Post ini dipersembahkan untuk Tika, my best friend. foto-foto ini juga khusus untuknya yang memilihkan aku blouse pink ini. Thanks for being so kind to me. Aku bangga menjadi sahabatnya seperti dia bangga terhadapku. love you, Tika :*