Senin, 25 November 2013

Mengenalkan Novel "Guruku Berbulu dan Berekor" di CBL Radio, Komentar Pembaca dan Kemana Royaltinya disumbangkan? :)




Hai teman-teman, it's me again, Indi! (Ya iyalah, ini kan blog gue, hehehe). Apa kabar semuanya? Semoga dalam keadaan sehat, ya. Waktu gue sedang menulis post ini juga kesehatan gue semakin membaik, sudah bisa jalan-jalan walau belum bisa lama-lama :) Nah, gue mau bercerita agak sedikit mundur, nih. Kejadiannya tanggal 16 November 2013 alias 5 hari setelah selesai operasi tumor payudara, gue diundang untuk ke radio CBL. Awalnya gue membaca twit Albert, salah satu penyiarnya yang sedang mencari penyayang hewan khususnya di Bandung untuk di interview. Nggak disangka-sangka ternyata gue yang ditawari. Dengan kondisi yang masih jauh dari stabil, gue awalnya ragu untuk memenuhi undangannya. Pasalnya jahitan gue baru dilepas plesternya, masih sensitif dan sering membuat gue panas-dingin. Tapi setelah dipikir-pikir, kesempatan ini terlalu berharga untuk ditinggalkan karena belum tentu akan datang lagi. Jadi gue segera menghubungi Albert untuk menyetujui undangannya sambil menjelaskan bagaimana kondisi kesehatan gue. Syukurlah dia mengerti dan bersedia mengatur agar sesi gue dibuat sesingkat mungkin.

Di luar kondisi kesehatan yang bikin Ibu dan Bapak (bahkan gue, lol) khawatir, sebenarnya kami setuju bahwa ini adalah saat yang paling tepat bagi gue untuk bicara di depan umum mengenai hewan. Pasalnya selain karena sangat dekat dengan hewan, baru-baru ini juga nyawa gue baru diselamatkan oleh hewan peliharaan gue. Seperti yang sudah beberapa kali gue tulis di blog ini, Eris, anjing gue lah yang pertama kali menemukan tumor di payudara gue. She saved my life, which is dia adalah seekor pahlawan. Jadi jika gue meluangkan (sedikit) waktu untuk mengenalkannya pada "dunia", tentu nggak ada apa-apanya dengan apa yang dia lakukan untuk gue. Tapi ini bukan hanya mengenai Eris. Gue percaya setiap hewan mempunyai peranan masing-masing untuk manusia. Karena itulah Tuhan menciptakan mereka berdampingan dengan kita. Jauh sebelum Eris ada gue sudah beberapa kali merasakan hubungan istimewa dengan hewan-hewan peliharaan gue. Salah satunya dengan Veggie, anjing golden retriever yang sekarang sudah di surga. Meski dia nggak menyelamatkan nyawa gue secara langsung seperti Eris, tapi Veggie memberikan banyak pelajaran berharga untuk hidup gue. Semangat hidupnya ditengah epilepsi yang diidapnya dan kemauan kerasnya untuk belajar meski nggak lagi muda menjadikannya guru yang baik bagi gue :)

Untuk mengenangnya gue menulis sebuah novel berjudul "Guruku Berbulu dan Berekor". Ini juga sebagai bentuk 'terapi' agar gue mengingat hal-hal baik tentangnya dan nggak terus terlarut dalam rasa kehilangan. Gue percaya di luar sana pasti ada orang yang merasakan hal yang sama: mendapatkan pembelajaran dan terapi tanpa syarat dari hewan peliharaannya. Maka gue mencari volunteer untuk ikut menyumbangkan kisahnya dalam novel gue. Nggak disangka, ternyata banyak sekali yang mengirimkan kisah-kisah bersama hewan peliharaannya. Ada yang lucu, menyentuh, menyebalkan, tapi semuanya inspiratif. Dan luar biasanya mereka rela nggak dibayar sepeserpun dan setuju untuk menyerahkan seluruh royaltinya pada hewan-hewan yang membutuhkan. 

Jadi sebelum on air gue pun menceritakan tentang novel "Guruku Berbulu dan Berekor" pada Albert lewat BBM sembari masih di perjalanan menuju studio dengan ditemani Bapak. Kami setuju nanti akan membahasnya setelah bercerita tentang Eris, dan memutuskan untuk menyelipkan ajakan menolak kekerasan terhadap hewan. 
Meski agak terlambat karena gue sempat lemas dan cuaca yang sangat dingin, Albert berkata bahwa kami nggak perlu terikat dengan waktu dan bisa selesai kapanpun gue kelelahan. Syukurlah. Tapi gue berharap seperti apapun durasi obrolan kami nanti pesannya akan tetap sampai pada para pendengar :)



Interview gue termasuk dalam program "Band on the Run" yang sudah berjalan sebelum gue tiba. Jadi Albert sudah mengenalkan sedikit tentang gue pada para pendengar. Dimulai dengan bertukar sapaan, gue langsung melanjutkan dengan bercerita tentang Veggie. Bagaimana dulu dia sangat semangat menjalani hidupnya, memberikan banyak keceriaan dan akhirnya mati karena epilepsi di usianya yang belum 7 tahun. Senangnya percakapan berlangsung sangat mengalir karena Albert juga seorang penyayang hewan. Dia juga memahami apa yang gue rasakan karena baru-baru ini dia kehilangan sahahat berbulunya karena usia tua :')
Setelah itu cerita berlanjut tentang novel "Guruku Berbulu dan Berekor", latar belakang mengapa gue membuatnya dan juga tujuannya. Alasannya tentu saja Veggie. Tapi yang lebih penting gue ingin siapapun yang membaca novel ini tahu bahwa hewan memang diciptakan untuk hidup berdampingan dengan kita. Mereka juga punya perasaan dan apa yang dilakukan pada mereka akan berbalik kembali pada kita. Ditambah dengan sumbangan-sumbangan kisah dari para volunteer, gue harap akan menjadi semakin banyak "bukti" bahwa kita bisa belajar banyak dari teman-teman berbulu dan berekor di sekitar kita. Hewan bukan untuk dieskpolitasi atau disiksa.




Ketika jeda iklan, gue dan Albert masih tetap berbincang, lho. Bahkan Bapak juga ikut meski (tumben, nih, hehehe) menolak untuk ikut on air. Kami benar-benar prihatin dengan apa yang menimpa hewan-hewan belakangan. Monyet-monyet disiksa untuk dijadikan tontonan dan anjing-anjing dibantai untuk dikonsumsi dagingnya. Padahal masih ada mata pencaharian lain, dan tentu saja hewan ternak untuk dikonsumsi. Mengingatnya saja sudah bikin gue sedih :( Sayang nggak semua yang kami bahas mengudara, ketika mic sudah on gue langsung 'skip' tema karena khawatir berbicara terlalu lama membuat keringat dingin gue semakin deras, sniff.
Albert penasaran dengan kisah Eris yang bisa menemukan tumor, katanya anjing memang mengerti manusia tapi kadang kitalah yang nggak mengerti mereka, hehehe. So true, gue pun begitu waktu Eris pertama kali "memberi tahu" ada yang salah dengan payudara gue. Dia "berbicara" dengan tatapan dan kibasan ekornya hinga butuh waktu sekitar 2 bulan untuk akhirnya mengerti apa yang dia maksud. Tapi gue nggak merasa terlambat, gue malah bersyukur karena tanpanya mungkin tumor gue akan sudah jauh lebih besar ketika ditemukan. Dan dengan kejadian ini hubungan gue dan Eris semakin dekat, juga membuat gue lebih "peka" dengan apa yang ingin dia "katakan" :)

Gue takjub karena ternyata cukup banyak SMS masuk pada radio CBL yang bertanya tentang novel "Guruku Berbulu dan Berekor", Eris dan tentu saja dengan kecintaan gue terhadap dunia hewan. Tema seperti ini memang masih jarang dibahas, jadi ada perasaan lega begitu besar ketika tahu bahwa masih ada orang-orang yang peduli. Mereka juga ingin ikut membantu hewan-hewan yang terlantar dan korban kekerasan agar mendapatkan hidup yang lebih layak. Dengan senang hati gue memberi tahu bahwa mereka bisa menemukan novel gue di toko buku atau toko buku online. Royaltinya akan langsung disalurkan kepada penampungan-penampungan yang menangani hewan secara berkala, dan bukan hanya anjing tapi juga hewan-hewan lainnya. 
Masih banyak sebenarnya yang mau gue bahas. Perbincangan semakin seru dan antusias pendengar membuat gue semangat. Tapi sayangnya kesehatan gue nggak bisa bohong. Waktu 5 hari setelah operasi belum cukup untuk membuat gue kembali fit, hehehe. Akhirnya interview ditutup dengan ucapan terima kasih pada semua yang telah meluangkan waktu untuk mendengar cerita gue. Juga kepada Albert dan radio CBL yang telah memberikan gue kesempatan untuk mengenalkan novel "Guruku Berbulu dan Berekor" dan kecintaan gue terhadap dunia hewan, meski sebenarnya sesi gue masih tersisa 1 jam lagi. Meski lelah tapi gue pulang ke rumah dengan perasaan senang. Gue dan Bapak berdoa semoga semakin banyak orang yang peduli dengan hewan, dan apa yang gue sampaikan di radio bisa sampai dengan baik pesannya. Amen...


***


Komentar para pembaca "Guruku Berbulu dan Berekor". Thank you very much :)

Gue senang karena sejak pertama kali terbit di akhir tahun lalu "Guruku Berbulu dan Berekor" sudah mendapatkan tempat di hati para pembacanya. Lebih senangnya lagi karena mereka berasal dari berbagai latar belakang dan usia. Bahkan ada yang mulanya nggak sengaja membeli novel ini meski bukan penyayang hewan dan sekarang mulai peduli dengan hewan-hewan di sekitarnya :) Meski setiap rupiah dari royalti novel ini untuk didonasikan, tapi gue menulisnya dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Dari komentar teman-teman yang sudah membacanya, gue tahu bahwa mereka juga bisa merasakan apa yang gue rasakan ketika menulis novel ini :)


"Satu-satunya novel yang bikin si pembaca ngerti gimana caranya belajar mengartikan kasih sayang para hewan." (Rizky)

"Buku ini nunjukin ikatan emosional manusia dengan hewan peliharaannya, ternyata hewan pun punya perasaan layaknya manusia, bahkan bisa jadi lebih peka dan bisa dijadikan sahabat yang setia." (Dhian)

"Menyentuh hati banget, apalagi kalau ngomongin kesetiaan dan sayang, belajar menghargai hewan." (Friska)

***


Kemana royaltinya pergi?

Oh, iya berhubung sedang membicarakan tentang novel "Guruku Berbulu dan Berekor", sepertinya sekalian saja gue share kemana royalti dari novel tersebut disalurkan. Seperti yang gue janjikan di novel, gue akan selalu update tentang royaltinya agar teman-teman yang sudah membeli (dan juga para volunteer) tahu kemana saja donasinya pergi :)

Royalti pertama thank God telah diserahkan kepada ARAC (Animal Rescue and Adoption Center) atau adopsianjing.com yang merupakan komunitas non formal yang menggalang bantuan bagi para hewan. Seperti yang tertulis di situsnya, royalti dari "Guruku Berbulu dan Berekor" sudah digunakan untuk membantu perawatan anjing-anjing yang berada di bawah tanggung jawab ARAC, dan juga untuk penampungan di Pejaten, Pak Tri dan Bu Linda di Cengkareng. Selain itu, dana juga sudah digunakan untuk menolong kucing kecil bernama Loli yang ditemukan di rerumputan tepi jalan. Loli sudah dirawat di dokter hewan setempat dan sekarang sudah mendapatkan foster :)

Teman-teman kita di ARAC :)

Jadi terima kasih banyak-banyak-banyaaak kepada teman-teman yang telah membeli novel "Guruku Berbulu dan Berekor".  Kalian telah berpartisipasi dalam usaha memperjuangkan hak-hak hewan untuk hidup dengan layak, berdampingan dengan kita dan tanpa kekerasan. Ini memang langkah kecil, tapi jika dilakukan bersama-sama gue percaya pasti akan menjadi besar dan kita akan melihat hasilnya. Mungkin nggak sekarang, tapi suatu hari itu pasti! 
Membantu mereka mungkin nggak akan membuat kita menjadi pahlawan super yang menyelamatkan dunia, tapi setiap hal kecil yang kita lakukan untuk para hewan berarti sangat BESAR untuk dunia mereka.

Sekarang, siapa yang ingin ikut melangkah bersama gue? Yuk, segera dapatkan novel "Guruku Berbulu dan Berekor" di toko buku (Togamas dan Gramedia) atau pesan antar melalui 'Indi Sugar Official' dengan cara SMS, telepon dan whatsapp ke 081322339469. Royaltinya akan langsung digunakan untuk membantu teman-teman berbulu dan berekor di sekitar kita.
Sekarang seekor anjing telah menyelamatkan nyawa gue. Bukan hal yang mustahil kan jika suatu hari kalian yang mengalami? Let's do something! :)


xx,

Indi


___________________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Contact person: 081322339469

Rabu, 20 November 2013

My Breast Tumor Story :)

Ah, akhirnya gue dapat kesempatan untuk berbagi tentang "perjalanan menuju kesembuhan dari tumor payudara" gue :D 
Teman-teman yang sudah membaca tulisan-tulisan gue sebelumnya pasti sudah tahu bahwa semua begitu mendadak dan agak membingungkan. Tanggal 1 November yang lalu dengan bantuan naluri Eris, anjing golden retriever gue, dokter menemukan tumor di payudara kiri gue. Dan satu hari kemudian dari hasil USG ketahuan bahwa tumor gue sudah cukup besar, yaitu berdiameter sekitar 3 Cm dan harus segera dioperasi. Yang membuat gue bingung bukan rasa takut karena harus berhadapan dengan pisau bedah, tapi karena semua begitu mendadak gue harus atur-atur waktu dengan jadwal pekerjaan yang sudah diatur sejak lama. Syukurlah untuk pekerjaan di preschool gue bisa langsung minta cuti, tapi untuk pekerjaan yang sudah jauh-jauh hari disanggupi, terpaksa jadwal operasi lah yang mengalah. Di detik-detik yang seharusnya beristirahat dalam rangka pasca operasi, gue malah masih sempat menjadi pembicara tamu di "Club of Public Speaking UNPAD" (baca ceritanya di sini), hehe. Syukurlah meski saat itu keadaan gue sedang kurang baik (batuk, pilek, demam, etc) tapi hasil tes gue tetap bagus dan operasi tetap dilakukan sesuai jadwal, alias hanya 3 hari setelah gue menjadi pembicara! :p

Hasil USG payudara kiri gue. Yang bulat hitam itu adalah tumornya.

Meski waktunya sangat pendek untuk persiapan mental (hanya 10 hari sejak ketahuan punya tumor!) tapi gue sangat siap untuk menjalankan operasi. Di tengah-tengah pekerjaan (yup, gue tetap bekerja di preschool dan hanya izin 1 hari untuk tes di Lab) gue menyempatkan diri untuk googling dan bertanya pada beberapa orang yang pernah mengalami operasi yang sama. Bukan itu saja, dengan mengabaikan bahwa gue bisa saja "beresiko mundur" (lol), gue juga membuka video-video proses operasi tumor payudara! Well... memang seram sih, tapi at least gue tahu bahwa 80% dari operasi serupa berpotensi berhasil, dan tentu saja itu membuat gue semakin optimis :)

Jadi pada tanggal 11 November gue beserta Ibu dan Bapak pergi ke Rumah Sakit Immanuel Bandung untuk operasi pengangkatan tumor payudara gue. Dengan berbekal doa, CD Aerosmith untuk diputar selama operasi dan sebuah boneka Hello Kitty pemberian Ray, kami sudah stand by sejak jam 2 sore meski operasi dijadwalkan 1 jam lagi. Suasana hati gue sangat tenang dan terkadang malah over exited karena sebagai penggemar serial ER gue ingin melihat ruang operasi secara langsung, hehehe. Yang mengganggu gue hanya satu, yaitu perasaan lapar yang amat sangat karena gue diminta untuk berpuasa terlebih dahulu. Nah, karena dasarnya memang sleepy head, gue malah makan di larut malam dan memilih tidur sampai menjelang siang hingga puasa yang seharusnya hanya 6 jam jadi bablas sampai (terasa seperti) ratusan jam :( Apalagi ternyata jadwal operasi gue harus diundur 1 jam karena dokter Kiki Ahmad sedang mengoperasi pasien lain. Untung saja batere handphone gue sudah terisi full, jadi sambil menunggu gue, Ibu dan Bapak googling foto-foto Steven Tyler! Hehehe, I know, I know... kinda silly, tapi kadang kami sekeluarga merasa "kenal" dengan vokalis band Aerosmith itu. Kami melihat-lihat foto Mr. Tyler sejak dia kecil, muda sampai sekarang. Ibu yang penasaran dengan bentuk jari kaki Steven Tyler pun (wut???) jadi lupa dengan perasaan nervous nya dan berganti menjadi banyak tawa. Iya, meski gue yang akan dioperasi tapi Ibu memang terlihat agak khawatir. Sejak tiba di ruang tunggu beliau terus berdoa, dan ternyata Steven Tyler bisa membuatnya lebih relax, hehehe. Kami baru saja mau googling foto-foto Ozzy Osbourne ketika seorang perawat memanggil nama gue dan meminta kami semua pindah ke ruang tunggu khusus.

Gue berpose di ruang tunggu, hehehe :)

Kami menunggu sambil menonton film "Pirates of the Caribbean: Dead Man's Chest" di televisi yang disediakan. Gue perhatikan ada 2 pasien lain yang juga menunggu giliran operasi dengan ditemani keluarga masing-masing. Yang seorang adalah perempuan yang tampaknya lebih muda dari gue, sedangkan yang seorang lagi sepertinya hampir seusia dengan nenek gue. Gue menonton film sambil terus memeluk boneka, sementara Ibu cukup exited dengan kegantengan Johnny Depp. Sedangkan Bapak? Beliau sedikit terkantuk-kantuk dan nggak peduli dengan filmnya karena sudah menonton beberapa kali, hehehe. Sekitar 10 menit kemudian nama gue dipanggil oleh seorang perawat. Gue, Ibu dan Bapak langsung buru-buru masuk ke ruang operasi dengan bawaan masing-masing. Tapi ternyata gue hanya boleh ditemani satu orang. Itu pun hanya sampai garis kuning. Gue pilih Ibu karena beliau perempuan, lalu memeluk Bapak sekilas sambil mengucapkan sampai jumpa. Nah, baru sekarang gue merasa agak nervous. Gue sedikit memohon pada perawat dan dokter agar diizinkan membawa boneka supaya perasaan gue lebih tenang. Sayangnya boneka nggak boleh menyentuh meja operasi, tapi mereka berjanji akan meletakannya di tempat yang cukup dekat dengan gue dan kami akan segera bertemu setelah gue sadar nanti. Gue setuju, lalu dengan bantuan Ibu gue berganti baju dengan kostum rumah sakit. Setelah itu gue langsung dibaringkan di dalam ruangan kaca. Dari baliknya gue melambaikan tangan pada Ibu yang berdiri di belakang garis kuning sambil meremas-remas baju yang tadi gue pakai.
"Jangan kusut," gue berbisik sambil melotot dan menjulurkan lidah. Mencoba membuat Ibu ---dan juga gue--- agar lebih tenang...

Ruang kaca tadi rupanya berfungsi untuk membuat gue steril. Seorang perawat memberitahu bahwa gue akan merasa seperti ditiup dan akan lebih baik jika gue menutup mata. Dengan perasaan yang satu tingkat lebih nervous dari sebelumnya gue bertanya apakah tekanan udaranya akan kuat. Perawat itu tersenyum dan berkata, "Nggak". Dia lalu menghitung mundur dan tiba-tiba saja tekanan udara yang SANGAT kuat muncul dari atas ruang kaca! Entah mengapa gue merasa ini lucu sekali. Poni gue jadi acak-acakan dan gue berusaha merapikannya dengan jari sambil tertawa-tawa meski tahu itu percuma. Luar biasa, mood gue langsung kembali ceria. Perawat yang tadi dan seorang dokter anastesi ikut tertawa ketika gue dipindahkan ke meja operasi. Gue jadi nggak yakin bahwa tindakan tadi adalah untuk membuat gue steril, karena setelah apa yang gue alami sepertinya mereka menyemprotkan gas tertawa untuk menjaga pasien agar nggak nervous selama operasi, hehehe. Seorang perawat lalu mencoba memakaikan topi steril, tapi setelah beberapa kali percobaan akhirnya gue memakainya sendiri. "Rambutnya terlalu tebal", dia berkomentar sambil tertawa karena melihat gue mengibas-ngibas rambut dengan cara yang dibuat-buat. Dokter anastesi memasangkan 2 buah plester di bahu gue, entah untuk apa. Gue juga nggak bertanya karena kami malah sibuk mengobrol. Sambil menunjuk ke arah pintu dia berkata bahwa boneka gue ada dekat sekali dengan ruangan ini. Tanpa kacamata dan lensa kontak gue nggak bisa melihat dengan jelas, tapi gue yakin sedang dikelilingi dengan wajah-wajah yang ramah. Seorang perawat memasangkan infus di punggung lengan kiri gue. Katanya itu adalah obat anti alergi karena gue mempunya list alergi yang cukup panjang, hehehe. Lalu satu suntikan diberikan di tempat yang sama, katanya itu obat bius. Tapi gue nggak merasa mengantuk, melainkan merasa sedikit kesemutan di wajah dan pegal yang amat sangat di lengan kiri. Karena nggak nyaman gue langsung protes, "Dok, aku nggak ngantuk nih! Jangan-jangan nanti waktu dioperasi aku masih sadar." Semua menanggapinya dengan tertawa, lalu dokter anastesi menjelaskan bahwa gue akan mengantuk setelah "meniup balon". Dia menunjukan sebuah benda yang selama ini gue pikir bernama "masker oksigen". "Ini balonnya," dia menambahkan. Gue mengerlingkan mata karena sadar sedang diperlakukan seperti anak kecil. "Ayo tiup balonnya sekarang." Gue tertawa, lalu "Pffffhhh", meniupnya sekencang-kencangnya. Gue nggak merasakan reaksi apa-apa lalu membaca doa tidur kencang-kencang.
"Eh, eh! Aku ngantuk! Aku ngantuk! Good night semuanya!" 
Gue berkata begitu cepat karena tiba-tiba merasa SANGAT mengantuk.

***

Gue merasa ada yang sedang mengelus-elus lengan kanan gue. Pelan-pelan gue membuka mata dan melihat beberapa sosok perawat, dokter anastesi dan dokter Kiki Ahmad sedang berdiri di hadapan gue. Tiba-tiba gue tersenyum lebar, salah seorang perawat mengacungkan boneka Hello Kitty lalu meletakkannya di pelukan gue. Segera gue memeluknya erat-erat hingga berhimpitan dengan dada. "Jangan dulu, tadi kan baru operasi," seorang perawat mengingatkan sambil meletakkannya hingga selevel dengan perut gue.
Kedip.. kedip... gue melirik ke arah dada kiri yang sudah tertutup plester.
Astaga! Gue baru ingat kalau ini "dalam rangka" operasi pengangkatan tumor payudara! Semuanya terasa begitu cepat! Saking cepatnya gue mengira bahwa tadi sama sekali nggak tertidur. Makanya gue begitu girang ketika bertemu kembali dengan boneka Hello Kitty. Karena seingat gue, tadi dengan ditemani Steven Tyler yang memakai cat kuku berwarna ungu, kami sedang mencari-cari boneka itu ke seluruh penjuru rumah sakit. Ah, iya! Pantas saja tadi Steven Tyler bisa bicara bahasa Indonesia. Seharusnya gue sudah langsung sadar kalau itu cuma mimpi, hehehe.

Seorang perawat meminta gue untuk mencoba kembali tidur. Katanya gue pasti masih lemas karena masih dalam pengaruh obat bius. Tapi gue menolak karena sama sekali nggak merasa mengantuk. Yang terjadi malah gue merasa sangat segar dan bersemangat. Mimpi yang baru gue alami tadi terasa begitu nyata. Entah karena masih terpengaruh "gas tertawa" atau memang cerewet, gue langsung mengambil posisi setengah duduk dan bercerita tentang mimpi super keren yang detailnya sangat gue ingat dengan jelas. Lucunya seluruh perawat mau mendengarkan sambil mengelilingi tempat tidur gue. Saking semangatnya alat deteksi jantung yang ditempelkan di jempol gue sampai lepas berkali-kali. "Aku lepas saja, ya? Sudah sehat kok," ---hingga gue harus berhenti sebentar dan meletakan alat itu dulu di bantal, lalu melanjutkan cerita kembali dengan diikutii anggukan kepala para perawat yang terlihat sangat antusias. Errr... atau seenggaknya pura-pura antusias, hehehe.

Suara gue sepertinya mengganggu seorang pasien yang juga baru tersadar dari pengaruh obat bius. Dia adalah seorang ibu yang sebelumnya sempat bertemu di ruang tunggu khusus. Karena asyik bercerita gue jadi nggak sadar bahwa di ruangan ini ada 2 pasien lain yang juga baru menjalani operasi yang sama.
"Dok, air.... Dokter, sakit..." suaranya terdengar parau dan kesakitan sehingga membuat gue sedikit takut dan langsung terdiam. Perawat yang berdiri paling dekat dengan gue sepertinya mengerti dengan perubahan ekspresi wajah gue. Dia langsung meminta gue kembali berbaring dan mendorong tempat tidur gue ke seberang ruangan yang diberi sekat tirai berwarna hijau. "Nah, makanya sebelum dibius bayangkan yang indah-indah saja, jadi waktu bangun nggak kesakitan," dia berbisik sambil menutup tirai rapat-rapat dan meninggalkan gue berdua saja dengan boneka Hello Kitty.


Gue lalu menunggu, menunggu dan menunggu. Dari jam dinding yang ditempel di ujung ruangan dan sedikit terhalang oleh tirai gue bisa mengintip bahwa waktu kira-kira sudah menunjukan pukul 7 malam. Terdengar suara kursi roda dan tempat tidur dorong dari seberang ruangan. Dua orang pasien lain sudah dipindahkan ke ruang pemulihan. Nah, bagaimana dengan gue? Dengan perasaan cemas karena ditinggal sendirian dan pegal karena bosan berbaring gue memanggil seorang perawat yang tampaknya nggak terlalu sibuk. Gue bertanya kapan boleh meninggalkan ruangan dan dia menjawab "nanti." Nggak puas dengan jawabannya gue nggak kehabisan akal. Gue yang sudah ingin cepat-cepat berganti baju dan pulang ke rumah pun berpura-pura ingin pipis, hehehe. Tapi perawat itu ternyata punya cara untuk menahan gue: dia menyodorkan pispot dan meminta gue pipis di atas tempat tidur, hahaha! Wah, gawat deh kalau begini. Maksud gue berpura-pura kan supaya diizinkan keluar ruangan. 
"Malu!" akhirnya gue putuskan untuk menolak dengan wajah yang dibuat (pura-pura) ketus. Bukannya takut, perawat malah tertawa karena reaksi gue. Katanya, memang sudah tugasnya untuk membantu pasien supaya nggak banyak bergerak dulu, jadi gue nggak punya alasan untuk malu. Hmm... stock alasan gue jadi habis, deh. Ya sudah gue mengaku bahwa sudah bosan karena berbaring terus dan ingin segera pulang. Acting wajah memelas gue berhasil, meski dia nggak mengizinkan gue berjalan-jalan tapi gue boleh duduk sambil menunggu Ibu dan Bapak menjemput gue. Katanya sekarang bisa saja gue merasa segar, tapi harus hati-hati karena bisa tiba-tiba pusing dan malah pingsan. 

Nggak disangka kami berdua malah menjadi akrab. Sambil menunggu Ibu dan Bapak datang gue melanjutkan cerita tentang mimpi gue yang tadi, hehehe. Dari soal mimpi obrolan kami melebar sampai jauuuuh sekali. Dia bercerita bahwa anak perempuannya juga menyukai Hello Kitty dan punya boneka yang sama dengan gue. Dia bahkan menunjukan ipad nya yang dipenuhi dengan gambar tempel Hello Kitty, hehehe. Eris juga ikut menjadi tokoh di obrolan super seru-cerewet kami (untung pasien lain sudah pindah, lol). Gue bercerita bahwa anjing gue lah yang pertama kali menemukan tumor di dada kiri yang tadi baru saja diangkat. Kami pun langsung membanjiri kata-kata pujian untuk Eris. Kalau dia manusia mungkin telinganya sudah merah sekarang, hehehe. Perawat yang baik hati itu menjelaskan bahwa penciuman anjing sangat tajam, dan yang Eris cium adalah "bau busuk" yang dikeluarkan dari tumor tapi nggak cukup kuat untuk tercium oleh manusia. 
Di tengah-tengah obrolan kami Ibu muncul dari balik tirai dengan wajah yang terlihat cemas. Beliau langsung menciumi pipi dan kening gue berkali-kali. Katanya beliau lega sekali karena operasinya berjalan lancar dan gue tampak sehat :) Ah, senang rasanya ketika akhirnya perawat berkata gue sudah boleh berganti baju dan minum sedikit air untuk memastikan nggak ada komplikasi setelah operasi. Gue langsung melompat dari atas tempat tidur dan membongkar tas ransel yang Ibu bawa. Gue minum beberapa teguk air dari botol minum yang sengaja dibawa dari rumah, memakai lensa kontak (yang langsung membuat perawat 'shock' karena khawatir gue pusing) dan mengganti kostum rumah sakit dengan baju dan rok berwarna pink kesayangan gue. Nggak lupa gue sedikit menyisir rambut dan memakai parfum supaya bau antiseptik nggak terlalu tercium. "Centil," Ibu berbisik kepada perawat dan dibalas dengan senyuman yang hampir seperti tawa.

Perawat bertanya apakah gue merasa mual atau pusing. Gue menjawab bahwa semua terasa baik-baik saja kecuali perut gue yang terasa lapar. Gue ingin sekali segera makan pizza, salad dan minum berbotol-botol teh manis (lol). Perawat berkata gue boleh makan semuanya ketika pukul 9 malam nanti, setelah yakin bahwa kondisi gue baik-baik saja. Meski gue sudah cuek jalan-jalan di dalam ruangan, tapi ternyata gue masih harus menunggu perawat lain datang untuk membawa gue ke ruang pemulihan. Di sana nanti gue akan diperiksa kembali oleh dokter dan diberitahu apakah harus dirawat inap atau sudah boleh pulang ke rumah. Gue ingin langsung pulang ke rumah tentu saja, karena dulu pernah mengalami dirawat di rumah sakit selama 8 hari, dan gue benar-benar bosan sampai setiap hari mencoba memaksa sipapun yang menjenguk untuk menyelundupkan junk food :( Hehehe...

Nggak menungu lama seorang perawat laki-laki (yang tadinya gue panggil "suster laki-laki", lol) datang sambil mendorong kursi roda. Katanya, meski gue merasa sehat tapi tetap harus menuruti prosedur ini, karena kalau gue nggak menurut nanti malah dia yang dimarahi dokter. Hmm, kasian juga kalau dia harus dimarahi gara-gara gue, ya... 
Oh, iya sebelum berpisah dengan perawat yang menemani gue di ruang operasi, kami foto-foto dulu, lho. Ya, ampun dia lucu sekali. Katanya dia senang dengan gaya berpakaian dan rambut gue yang tebal. Mengingatkan dengan Hari yang bernyanyi lagu "Gwiyomi" katanya. Ruangan pun kembali ramai dengan suara kami, karena kami berpose untuk foto sambil terus tertawa :D Gue, Ibu dan Bapak ---yang baru saja datang menyusul masuk ruangan pun--- berpamitan. Perawat yang super kocak itu mendoakan agar gue selalu sehat, dan kalau sampai suatu hari kembali lagi ke rumah sakit harus untuk kesempatan launching novel, bukan untuk operasi atau masalah kesehatan lainnya, hehehe. Gue, Ibu dan Bapak meng"amen"kan doanya. Dengan canggung gue duduk di kursi roda dan melambaikan tangan padanya. Samar-samar gue mendengar dia bernyanyi lagu "Gwiyomi" sambil tertawa. Sebenarnya gue malu, tapi gue putuskan untuk meminta perawat yang sedang mendorong gue menghentikan kursi rodanya. Gue mengangkat kedua tangan di depan wajah, menempelkan jari telunjuk dan jari jempol sehingga menyisakan 3 jari yang berdiri tegak. Dengan gerakan cepat gue meniru gaya Hari dan mulai bernyanyi, "Gwi.. Gwi... Gwiyomi. Gwiyomi!"

Baru keluar dari ruang operasi tapi malah gue doang yang tanpa kostum rumah sakit :p

Gue diantar ke ruang pemulihan dan diminta kembali berbaring. Tapi gue benar-benar nggak merasa lelah jadi duduk-duduk saja di atas tempat tidur sambil mengobrol dengan Ibu dan Bapak. Mereka penasaran dengan apa yang gue rasakan selama pengangkatan tumor. Hehe, mereka lucu, gue kan dibius jadi sudah pasti nggak bisa merasakan apa-apa. Sebagai gantinya gue ceritakan tentang mimpi yang super keren gue dan apa yang terjadi setelah gue sadar. Dokter Kiki sempat menunjukan tumor di dalam toples yang tadinya berada di dalam payudara gue. Bentuknya seperti bakso dan ewww, ternyata terlihat lebih besar daripada yang terlihat di USG. Bapak tertawa terbahak-bahak ketika mendengarnya. Katanya beruntung gue seorang vegetarian, karena kalau bukan pasti gue akan trauma seumur hidup terhadap bakso urat, hehehe. Nantinya tumor gue akan dibawa ke Lab untuk diperiksa apakah ada sel kankernya atau nggak. 
Selama menunggu hasil pemeriksaan dokter, Iie (tante) dan Uak ternyata datang menjenguk. Mereka kebingungan karena gue sudah memakai baju biasa dan tampak ceria. Iie malah meyangka bahwa gue sedang bersiap-siap dioperasi. Dan bukan hanya Iie saja ternyata yang "tertipu". Seorang perawat datang untuk membawakan makan malam dan dia berdiri kebingungan di depan kami. Katanya, "Maaf, ini pasiennya yang mana, ya?"
Hehehehe...

Sambil menunggu kabar dokter gue sempat meminta lipgloss pada Ibu untuk main dandan-dandanan :p
Ini bekas infus hampir terbawa pulang, hahaha...

Syukurlah hasil pemeriksaan menunjukan bahwa gue baik-baik saja. Meskipun alergi tapi gue nggak ada masalah dengan anastesi dan jahitan operasinya. Gue sempat mengintip lukanya dan mengira-ngira panjang dari jahitannya sekitar 3 Cm. Tepat di daerah areola sesuai permintaan gue, karena meski letak tumornya agak di atas gue ingin bekas lukanya lebih samar karena warna areola cenderung gelap di bandingkan daerah payudara lain :) 
Dua orang perawat yang akan mengantarkan gue ke mobil bertanya lagi apakah gue benar-benar siap untuk pulang. Dengan mantap gue jawab "Iya!" sambil mengedipkan sebelah mata ala Mr. Bean, hehehe. Salah satu dari mereka berkata bahwa gue adalah "anak super" karena dua pasien yang dioperasi bersamaan dengan gue tadi memilih untuk rawat inap selama 2 hari. Gue tertawa. Gue tahu betul bahwa gue bukan "anak super". Gue ingin pulang karena tahu pasti nanti akan terasa lebih nyaman jika di rumah. Makan masakan Ibu, dipijiti Bapak jika badan gue sakit dan yang terpenting bisa tetap dekat dengan Eris yang telah menyelamatkan nyawa gue. Rasa sakit pasca operasinya mungkin akan terasa sama saja, baik dirawat di rumah sakit atau di kamar tidur yang gue sebut dengan Neverland. Tapi jika dikelilingi dengan orang-orang (dan juga seekor anjing, hehehe) yang gue cintai pasti rasanya lebih ringan ;)

Bye bye Rumah Sakit :D
Gue sampai ke rumah sekitar pukul 10 malam, hanya 3 jam setelah gue selesai operasi. Eris sudah menunggu di garasi dengan ekornya yang bergoyang-goyang bahagia. Gue memeluknya longgar dan mencium puncak kepalanya. Eris mengendus dada gue sebentar, lalu menatap gue keheranan. "Sudah hilang kan baunya?" gue bertanya menggodanya sambil tertawa konyol. 
Tanpa berganti baju dengan piyama gue langsung meminta Bapak untuk membelikan pizza dan salad di restoran terdekat. Gue benar-benar kelaparan sampai-sampai terus menunggu Bapak di depan pintu ketika beliau pergi. 30 menit kemudian apa yang gue inginkan akhirnya ada di hadapan gue. Seperti Oliver Twist yang menemukan makanan di bak sampah gue mengangkat satu potong pizza tinggi-tinggi, berdoa dan langsung melahapnya dengan suka cita. "Mau? Mau?" gue menawari Ibu dan Bapak sambil terus mengunyah. Mereka hanya tersenyum dan membiarkan gue makan sendirian karena tahu itu hanya penawaran basa-basi, hehehe. Sebelum pizzanya habis gue langsung melahap saladnya langsung dari kotaknya, menyisakannya setengah lalu kembali lagi menikmati pizza. Wah, memang bukan pemandangan yang indah untuk dilihat, tapi trust me, rasanya nikmat sekali! :D 


Tapi tiba-tiba saja, O-oww, dada kiri gue terasa nyeri. Gue melihat jam dinding dan waktu sudah menunjukan pukul 11 malam. Itu artinya reaksi obat bius gue sudah habis! 
"Yah, mulai terasa deh efek operasinya..." gue manyun sambil menatap pizza yang tersisa setengah pan lagi. 
Bagi ukuran "manusia normal" mungkin nampaknya gue sudah menghabiskan cukup banyak. Tapi bagi gue jumlah yang tepat itu ya harus 1 pan, nggak kurang nggak lebih, hehehe.
"Aku minum obat sekarang terus tidur, deh. Pizza nya dilanjutkan buat nanti sarapan," gue berkata sambil masuk ke dalam kamar, sementara Ibu dan Bapak tertawa di belakang gue. Dari sudut mata gue melihat Bapak mengambil 1 potong pizza. Gue tersenyum. Pura-pura nggak melihat.


Setelah itu gue tidur cukup nyenyak. Mimpi super keren yang gue alami di meja operasi ternyata masih bersambung. Gue mengizinkan Steven Tyler bermain dengan boneka Hello Kitty milik gue setelah dia mengajarkan cara mengecat kuku kaki dengan warna ungu mengkilap. 
Dan pagi-pagi sekali gue terbangun karena perasaan ngilu di payudara kiri. Sedikit mengganggu tapi nggak seburuk apa yang gue dengar dari orang-orang yang pernah mengalaminya. Gue sarapan di atas tempat tidur lalu menghabiskan sepanjang hari dengan menonton film tanpa ada yang menyuruh tidur cepat. 
Well, ini memang bukan perasaan paling nyaman sedunia, tapi gue yakin bisa melaluinya sampai gue benar-benar sembuh total. 
Karena kalau rasa sakitnya diabaikan, sebenarnya ini terasa seperti sedang liburan! Hehehe :p


anak super, lol,

Indi



*Catatan: 
~ 4 hari setelah operasi plester penutup jahitan dilepas. Rasanya ngilu dan membuat payudara gue sensitif bahkan jika hanya bersentuhan dengan kaos tipis.
~ Bengkak di payudara menjalar sampai ke dada, leher dan lengan setelah hari ke dua atau tiga. Menurut dokter itu wajar jadi nggak perlu terlalu khawatir. Gue mengatasinya dengan minyak telon dan kantung air panas.
~ Berhubung tumor gue cukup dalam (sekitar 4 Cm dari permukaan) dokter meminta gue untuk bersabar dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Mengangkat lengan dan tidur miring itu rasanya "wow" banget. Jadi gue disarankan untuk keramas di salon/dibantu orang lain dan tidur dengan posisi terlentang. Dokter beri gue morfin untuk membantu meredakan nyerinya, dan gue suka :p
~ Proses penyembuhan setiap pasien berbeda-beda. Ada yang cepat, ada juga yang lambat tapi pasti. Letak tumor, kedalamannya dan kondisi pasien mempengaruhi dalam proses penyembuhan. Jadi jangan dibanding-bandingkan ;)
~ Hasil Lab sudah keluar, dan nggak ditemukan sel kanker di tumor gue. Thank God! :)
~ Pukul 3 sore nanti jahitan gue akan dilepas. Semoga semuanya lancar. Amen :)

_________________________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Contact person: 081322339469

Sabtu, 09 November 2013

Menjadi Pembicara Tamu di "Club of Public Speaking" UNPAD :)

Halo teman-teman, I'm baaaaaack, hehehe :) Sebelum mulai bercerita, gue mau ucapkan terima kasih banyak-banyak-banyak-banyaaaak, untuk doa dan dukungan yang kalian berikan di tulisan gue terdahulu. Gue terharu sekali membacanya, tapi mohon maaf kalau nggak terbalas satu persatu karena gue cukup sibuk bolak-balik lab. Doakan saja semoga semuanya lancar. Kalau hasil test kemarin bagus, senin gue akan operasi tumor payudara di RS. Immanuel Bandung :)


Okay, sekarang gue mau bercerita tentang pengalaman gue menjadi bintang tamu di acara pelatihan public speaking, nih. Waktu itu, kira-kira beberapa hari setelah lebaran, gue dihubungi oleh Afi dari Fakultas Hukum UNPAD. Ia mengundang gue sebagai pembicara tamu di Club of Public Speaking. Meski gue sangat tertarik, tapi awalnya gue ragu untuk menyetujui undangannya karena pengalaman gue di bidang public speaking masih sangat minim. Akhirnya dengan sedikit penyesuaian dengan profesi gue sebagai penulis, pada tanggal 8 November 2013 lalu gue menghadiri undangannya di gedung UNPAD Dipati Ukur Bandung.

Gue, Bapak dan Ray sampai sekitar jam 3 sore, 30 menit sebelum acara dimulai. Di sana kami langsung bertemu dengan panitia acara yang ramah-ramah dan cekatan. Kami diajak ke sebuah ruangan untuk briefing singkat sementara peserta pelatihan sudah berkumpul di ruangan lain. Gue bertemu dengan Kak Theo, pembicara yang mengisi seluruh sesi pelatihan (ada 4 sesi selama 4 minggu berturut-turut), Aryo yang menjadi MC di acara nanti dan Ghina yang menjelaskan tentang susunan acaranya. Jadi nanti konsepnya akan seperti talk show, yaitu dengan tanya jawab, berbagi pengalaman dan juga sesi interaktif dengan peserta pelatihan. Untuk peserta gue membawa 3 buah novel karya gue (Waktu Aku sama Mika, Karena Cinta itu Sempurna, Guruku Berbulu dan Berekor) dan 7 buah lollipop icon film Mika untuk yang mengajukan pertanyaan.




Nggak menunggu lama gue langsung dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan. Bangku-bangku sudah diisi oleh peserta yang jumlahnya dibatasi maksimal 40 orang. Sedikit deg-degan, tapi melihat wajah-wajah antusias mereka gue jadi ikut semangat :) Gue duduk dulu di sofa sementara Aryo membacakan profil gue dengan gayanya yang kocak. Di samping gue ada Kak Theo yang ingin melihat dulu penampilan gue meski segmennya baru setelah gue. Hihi, jadi malu. Sedangkan Bapak dan Ray duduk di bagian belakang ruangan, seperti biasa menjadi juru foto gue. 



Ketika Aryo memanggil nama gue, gue langsung maju ke area yang disediakan sambil tertawa geli. Serius, ia kocak sekali. Kata "Sugar" di belakang nama gue ia baca dengan logat sunda, membuatnya terdengar janggal, hehehe. Gue selalu lega saat mendapatkan MC yang bisa membawa suasana. Maklum, gue sudah terbiasa dengan Ray, jadi kadang sulit jika harus berkolaborasi dengan orang yang kaku, dan Aryo ternyata cocok sekali dengan gue.
Gue menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Aryo. Berhubung ini acara public speaking, jadi lebih mencari persamaan antara berbicara dan menulis. Menurut gue menulis dan berbicara adalah hal yang "sama". Keduanya sama-sama digunakan untuk menyampaikan sesuatu dan bisa dipelajari. Yang berbeda hanya medianya saja, karena jika seseorang bisa berbicara sudah pasti bisa menulis :)





Meski dibawakan dengan cara kocak, tapi pertanyaan-pertanyaannya tetap serius. Seperti apa bedanya menulis dengan mengarang, bagaimana cara menulis novel yang baik dan dari mana inspirasi bisa didapatkan. Gue menjawab semuanya berdasarkan pengalaman pribadi, karena menurut gue teori bisa didapat dari mana saja, tapi dengan menceritakan pengalaman, pasti banyak peserta yang merasa "sama" seperti gue dan nantinya memutuskan untuk mencari cara nyaman sendiri sampai nantinya bisa menghasilkan sebuah karya.

Gue juga menceritakan pengalaman gue saat awal-awal di dunia tulis-menulis. Sama seperti berbicara, tulisan kita juga bisa mempengaruhi sesorang. Jika kita berbicara hal-hal baik dan dari hati, maka orang yang mendengarkan bisa merasakannya, begitu juga dengan menulis. Dulu gue nggak menyangka bahwa tulisan sederhana bisa mempengaruhi orang yang membaca. Dengan menceritakan sesuatu bukan nggak mungkin kita telah merubah cara pandang seseorang dalam suatu hal atau malah mengajaknya untuk berpikir lebih positif.
Aryo langsung bergurau bahwa status-status Facebook pun bisa dibuat buku asalnya isinya jangan tentang curhat ingin bunuh diri. Gue tertawa geli menanggapinya. Tapi gue pikir dengan menulisnya di status itu bisa menyelamatkan nyawa orang tersebut karena siapa tahu ada yang membaca dan mengingatkannya bahwa hidup itu terlalu berharga untuk ditinggalkan, hehehe :p



Entah waktunya begitu singkat atau karena gue keasyikan bicara, tahu-tahu saja waktunya sudah habis dan harus segera ditutup dengan tanya-jawab interaktif dengan peserta. Banyak juga yang mengacungkan tangan. Sayangnya karena waktu yang terbatas hanya ada 3 orang peserta yang beruntung mendapatkan 3 buah novel gue. Padahal gue semangat menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, lho, karena semua cerdas-cerdas. Misalnya saja ada yang bertanya bagaimana cara berbicara pada anak-anak dan apa yang harus dilakukan untuk memulai menulis novel. Dengan berat hati (lol, serius ini) sesi gue ditutup dengan memberikan pesan bahwa apapun yang akan dilakukan selalu lakukan dengan sungguh-sungguh dan dari hati. Ya, gue selalu menyampaikan pesan ini di berbagai kesempatan, karena itu asalnya bukan dari gue, tapi Steven Tyler dan gue sendiri sudah merasakan hasilnya :)





Gue langsung berpamitan setelah berbincang beberapa menit dengan Kak Theo sebelum sesinya dimulai. Ingin rasanya melihatnya memberi pelatihan pada para peserta, tapi sayang gue harus cepat-cepat ke lab untuk tes darah. 
Meski kesehatan gue sedang kurang fit tapi senang sekali rasanya bisa berbagi pengalaman dengan teman-teman baru di Club of Public Speaking. Meski ini bukan bidang gue, tapi gue harap acara ini selalu diadakan secara rutin, karena kemampuan bicara di depan umum sangat penting untuk menyampaikan sesuatu dengan baik dan tentu saja menambah kepercayaan diri. Oh, iya, masih ada 2 sesi pelatihan lagi di jumat depan dan jumat berikutnya. Untuk teman-teman yang kuliah di UNPAD, dari jurusan apapun yuk ikuti pelatihannya dengan cara mendaftar di link ini. Kapan lagi bisa mengisi waktu dengan kegiatan bermanfaat tapi juga menghibur *wink*



blessed girl,

Indi


________________________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Contact person: 081322339469

Senin, 04 November 2013

Ketika Seekor Anjing Mencium Ada yang Salah Pada Sahabatnya: "Woof, Kamu punya Tumor, Indi!"









Sejak pertama kali Eris hadir di kehidupan gue, gue langsung tahu kami akan menjadi sahabat. Eris selalu ada saat gue senang atau sedih, selalu setia untuk mendengarkan cerita-cerita khayalan yang akan sangat memalukan jika manusia yang mendengar. Setiap kali gue pergi Eris selalu menunggu dengan sabar lalu mengibaskan ekornya dengan riang saat gue kembali. Mengizinkan gue membenamkan wajah di lehernya yang berbulu halus saat gue bersedih. Terkadang ia bahkan menaruh kaki depannya yang besar di pangkuan gue seolah berkata, "Semua akan baik-baik saja."

Tapi gue nggak pernah menyangka bahwa Eris akan menyelamatkan nyawa gue, memberi tahu gue sesuatu sebelum semuanya terlambat...
Beberapa bulan lalu Eris sering sekali mengendus bagian dada gue. Kalau sudah begitu gue hanya tertawa dan berpura-pura mengusirnya sambil bergurau bahwa ia sudah terlalu besar untuk menyusu. Gue nggak menganggapnya serius karena Eris adalah anjing yang jinak. Ia senang menyusup di antara ketiak kalau gue sedang berjongkok, atau mendekatkan kepalanya ke kaki gue kalau sedang berdiri. Tapi lama kelamaan Eris mulai mengendus bagian dada gue secara teratur. Jika gue sedang berjongkok ia akan mendekat dan nggak akan berhenti sampai gue berdiri. Aneh memang, tapi gue pikir mungkin ia mencium bau bekas makan siang gue, karena terkadang ada yang tertumpah.

Lalu gue mulai perhatikan sesuatu: Eris hanya mengendus bagian dada kiri gue! Karena penasaran, sebelum bermain dengan Eris gue memakai baju yang bersih dan mencari tahu apakah ia akan tetap mengendus dada gue. Ternyata pergantian baju nggak mempengaruhinya sama sekali. Eris tetap mengendus dada gue. Bagian kiri!

Gue langsung memeriksa dada kiri gue. Mencari apa yang salah, mencari apa yang Eris cium. Tapi gue nggak menemukan apa-apa, semua normal di mata gue. Nggak ada benjolan, rasa sakit apalagi bau yang menusuk. Gue pun kembali dengan gurauan "Eris mau menyusu" dan pura-pura mengusirnya saat ia mulai mengendus.

Sampai 2 hari yang lalu, pagi-pagi sekali Eris berlari ke arah gue dengan kecepatan penuh. Ia menabrak gue dan berdiri dengan bertumpu pada kaki-kaki belakangnya sementara kaki-kaki depannya ada di dada gue. Ia mengendus dada kiri gue, salah satu kaki depannya mengais-ngais seperti hendak merobek piyama yang gue pakai. Kebingungan. Gue hanya bisa terdiam selama beberapa detik lalu tersadar bahwa Eris mencoba memberi tahu gue sesuatu. Tapi apa? Gue benar-benar bingung.

Dengan terburu-buru gue masuk ke kamar mandi, melepas piyama dan memeriksa dada kiri gue dengan teliti. Selama beberapa menit gue nggak menemukan apa-apa tapi gue terus mencari karena yakin sekali Eris mencoba memberi tahu bahwa ada yang salah. Lalu... Deg! Jantung gue rasanya mau copot. Telunjuk kanan gue menyentuh sesuatu yang keras seperti pantat telur ayam. Gue yakin ada benda asing di dada kiri gue tapi nggak yakin dengan ukurannya. Apa ini? Apakah ini kelenjar yang muncul saat mau menstruasi? Bisa saja. Tapi hati kecil gue tetap nggak tenang. Gue percaya Eris mencium sesuatu!

Gue bekerja seperti biasanya. Nyaris melupakan apa yang gue temukan beberapa jam sebelumnya. Gue sempat memberi tahu tentang benjolan yang gue temukan pada Ibu dan beliau setuju untuk mengantar gue ke dokter sepulang bekerja. Gue juga memberi tahu tentang ini pada beberapa rekan kerja gue, terutama yang sudah mempunyai anak karena mungkin lebih mengerti. Mereka menyarankan gue untuk pergi ke dokter umum karena bisa saja yang gue temukan hanya kelenjar yang nggak berbahaya. 
"Kamu akan bilang apa nanti sama dokter? 'Seekor anjing bilang saya sakit?' ", tanya Miss. Alison dengan logat Inggrisnya. "Itu benar, tapi tentu akan kedengaran aneh sekali." ia menambahkan. 

Tapi gue putuskan untuk melakukannya.
Dengan ditemani Ibu gue berkata pada dokter bahwa Eris mengendus dada kiri gue. Dokter kebingungan tapi tetap memeriksa gue. Setelah beberapa saat ia berhenti, membetulkan letak kacamatanya dan berkata lambat-lambat,
"Ini tumor payudara. Sudah sebesar bola pingpong dan harus di operasi."

Gue terkejut. Tapi entah kenapa gue tersenyum dengan perasaan lega. Gue beruntung mempercayai naluri Eris dan mengalahkan keraguan gue untuk berkata bahwa seekor anjing lah yang memberitahu gue bahwa ada yang salah. Gue benar-benar beruntung. Tuhan sangat menyayangi gue dan memberikan keajaibanNYA lewat Eris. 
Gue beruntung benjolannya masih sebesar bola pingpong, bukan bola kasti.
Gue beruntung yang bersarang di dada kiri gue ini tumor, yang karena cepat terdeteksi belum menjadi kanker.
Gue beruntung mempunyai sahabat sebaik Eris. Karena meski dengan bahasa yang berbeda ia tetap mencoba untuk berbicara pada gue. She's my hero! :)

Terima kasih Tuhan. Terima kasih Eris! :)


woof you,

Indi


________________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Contact person: 081322339469