Jumat, 27 April 2012

Namanya Onci: Tini Boneka Kelinci ;)

Buatku sahabat itu nggak harus manusia, tapi bisa juga hewan peliharaan, tanaman kesayangan atau bahkan sebuah benda.



Tujuh belas tahun yang lalu aku pergi ke sebuah mall bersama Ibu dan Bapak. Seperti biasa, aku mengintip ke bagian "mainan anak-anak" dan memperhatikan setiap mainan yang ada di sana. Iya, memperhatikan, saja. Aku sangat jarang minta dibelikan mainan. Bukan karena aku takut Ibu dan Bapak nggak membelikan, tapi aku memang nggak mau. Aku sudah punya banyak mainan, lungsuran dari para sepupu, kado dari Om dan Tante dan tentu saja dari orangtua tanpa aku harus meminta. Memperhatikan mainan yang berada di rak-rak toko membuatku merasa seperti di dunia dongeng, membuatku pulang ke rumah dengan perasaan senang dan mempunyai cerita baru yang bisa aku tulis di buku harian sebelum tidur.
Tapi hari itu ada yang lain. Aku melihat sebuah boneka kelinci dan langsung jatuh cinta begitu melihatnya. Bulunya begitu halus, pakaiannya indah, berwarna pink sepeti warna kesukaanku. Aku menyentuhnya sekilas dan segera meninggalkannya tanpa mengatakan pada Ibu atau Bapak bahwa aku menginginkan boneka itu. Aku pikir, "ah, di rumah pun masih banyak boneka yang lain".
Ketika kami bersiap pulang pikiranku tetap berada di boneka itu. Aku menunda-nunda saat Bapak memintaku masuk ke dalam mobil. Hingga akhirnya aku duduk dengan aman di kursi belakang mobil, dengan sabuk pengaman dan mobil yang segera dihidupkan, aku memutuskan untuk... menangis. Entahlah, haha, waktu itu aku ingin mengatakan yang sebenarnya tapi malah tangisanlah yang keluar :D
Setelah beberapa menit yang membingungkan, akhirnya aku bercerita bahwa aku menginginkan sebuah boneka. Ibu dan Bapak tertawa, mereka berkata mengapa aku nggak bilang saja, toh aku sangat jarang minta dibelikan mainan.
Hari itu pun berakhir bahagia. Kami kembali lagi ke mall dan pulang dengan sebuah boneka kelinci di pelukanku...

Aku dan boneka kelinci segera tak terpisahkan. Kemana pun aku pergi, boneka lembut itu selalu ada di pelukanku. Bahkan aku selalu berusaha membawanya ke sekolah meski Ibu pasti marah. Boneka itu aku beri nama "Tini Boneka Kelinci", nama yang panjang dan selalu aku sebutkan lengkap ketika ada yang menanyakan namanya. Lalu atas saran Puja, adikku, "Tini Boneka Kelinci" diberi nama panggilan "Onci" :)
Onci melewatkan banyak hal denganku. Di saat aku bersedih dan aku terlalu malu untuk bercerita, aku pasti langsung memeluk Onci sambil menangis. Menenangkan rasanya ketika air mataku menyerap di bulu-bulunya yang halus seolah semua kesedihan ikut terserap di sana. Onci juga menjadi my very best roommate. Setiap malam aku menghabiskan waktu dengannya. Tangan kiriku memegang botol susu dan tangan kanan memeluk Onci, begitu sampai aku benar-benar terlelap...

Pernah suatu ketika aku dan keluarga pergi ke luar kota. Di tengah perjalanan aku baru sadar bahwa Onci tertinggal di kamar. Aku langsung histeris dan meminta untuk kembali. Syukurlah Ibu dan Bapak mengiyakan, kami kembali lagi untuk menjemput Onci dan melanjutkan perjalanan. Tapi itu cuma satu kali. Lain waktu Onci tertinggal lagi dan orangtuaku memutuskan melanjutkan perjalanan meski aku menangis terus. Setelah sampai di tujuan aku malah sakit dan memanggil-manggil Onci. Ibu membujuk aku akan diberikan boneka baru. Tapi aku tetap menginginkan Onci, dan obat penurun panas pun nggak berhasil menurunkan demamku. I miss my Onci so much :(



+


 =

 


Begitulah, aku dan Onci nggak terpisahkan. Saat aku berantem dengan Puja, Onci selalu menjadi senjataku. Telinganya aku pegang erat dan badannya aku pukul-pukulkan ke punggung Puja. Bukan senjata yang berbahaya memang, tapi aku merasa nggak terkalahkan kalau bersama Onci, hehehe.
Fisik Onci pun semakin lama semakin menurun. Bajunya koyak dan busa-busanya keluar. Ibu terlalu rajin mencuci Onci, alasannya Onci sering terkena tumpahan susu dari botolku. Dan, well, ya perlakuan 'kasar' ku juga menjadi salah satu penyebab Onci rusak :(
Sudah nggak terhitung berapa kali banyaknya Onci dijahit dan ditambal. Lama-kelamaan baju aslinya nggak nampak lagi. Seingatku Onci pernah berubah menjadi motif strawberry, lalu bunga-bunga, lalu... ah, aku nggak ingat lagi. Terlalu banyak, hehehe.







Beranjak remaja, aku sempat agak meninggalkan Onci. Boneka yang berada di atas tempat tidur bukan lagi hanya Onci, tapi ada boneka-boneka lain yang lebih baru, yang lebih modern, yang aku peluk bergantian setiap malam. Tapi lalu datang satu moment yang mengingatkan bahwa Onci sangat spesial, Onci telah menemaniku melewati banyak hal. Bulu putihnya yang berubah kecoklatan karena usia seharusnya nggak membuat aku lupa bahwa sebelumnya ia adalah boneka termanis yang pernah kulihat.
Oh iya, warna Onci yang telah berubah ini sempat menjadi masalah, lho. Suatu hari, di usia dewasaku, tepatnya 4 tahun yang lalu, aku harus dirawat di rumah sakit karena terkena demam berdarah dan tipus. Onci yang saat itu bersamaku bahkan ketika masih di unit gawat darurat diusir dari kamar inap oleh seorang suster. Terang saja aku marah dan memilih pulang ke rumah daripada harus berpisah dengan Onci. Untung saja ada dokter yang memeriksa kebersihan Onci. Rupanya karena warnanya kumal, suster itu mengira Onci sudah kotor. Huhu... poor Onci :(



OOTD Hair clip: Kreasi CantiQ | Shirt & Skirt: Toko Kecil Indi | Foot warmer: Pasar Baru






Dan sekarang, di usia Onci yang ke tujuh belas keadaannya semakin menyedihkan. Nggak peduli seberapa sering ia dicuci dan ditambal, Onci pasti kembali kumal dan koyak. Kain yang membungkusnya semakin tipis karena setiap malam aku masih (dan sepertinya untuk jangka waktu yang sangat sangaaaaat lama) memeluknya erat sampai aku terlelap. Aku hampir saja memilih untuk menyimpan Onci di lemari kaca kalau saja 2 hari yang lalu aku nggak menemukan 3 lembar kain flanel kiriman dari Bunda Dien waktu aku beres-beres kamar. Kain flanel teksturnya lebih tebal daripada kain katun, aku pikir pasti akan lebih kuat untuk menambal Onci :) Jadilah selama 2 hari Onci diinapkan di tempat Bi Ade untuk dibuatkan baju baru sekaligus ditambal. Meski aku agak uring-uringan karena 2 malam nggak bersama Onci, tapi aku senang sekali waktu melihat hasilnya. Onci tambah cantik! :D


Aku sadar, aku akan semakin dewasa dan suatu hari mungkin rasa tergantungku dengannya akan berkurang. Aku akan mempunyai keluarga kecil, dan Onci mungkin akan menjadi teman anakku juga kelak. Tapi aku berjanji akan menjaga Onci selama aku bisa. Aku akan merawatnya dan memperlakukannya dengan baik. Juga menjaga kenangan-kenangan bersamanya agar selalu tersimpan manis di hati. Sepertiku bilang, Onci bukan sekedar boneka. She's my best friend. Forever! :)



 



 :) :) :)

Indi

*Sorry for my super oily and pale face. Aku baru saja pulang kuliah dan cuci muka. Jadi inilah wajahku tanpa bedak, lipstik, dan bahkan tanpa lipgloss :p

_____________________________________
Contact Me? HERE and HERE. Sponsorship? HERE.

Jumat, 20 April 2012

Hug Receiver

Hore! Ini Jumat malam! :D
Artinya, begitu aku bangun dari tidur sudah masuk hari libur, hihihi. Siapa senang, ayo tunjuk jari :p
Di post-post sebelumnya aku sudah janji akan menceritakan tentang pekerjaan baruku, tapi seperti biasa, alasan klise: aku belum bisa share karena belum ada waktu, hiks. Eits, klise bukan berarti nggak benar, lho. Aku memang benar-benar sibuk, dan sekarang, thank God, aku punya waktu untuk bercerita ;)

Suatu hari, sepulang aku kuliah langit tiba-tiba mendung. Karena jadwal pulang dimajukan, aku putuskan untuk ke restoran cepat saji depan kampus sambil menunggu dijemput. Aku nggak beli apa-apa, hanya duduk dan mengobrol dengan beberapa teman yang dengan baik hatinya menungguku dijemput. Tapi ternyata, setelah bermenit-menit menunggu Bapak nggak juga datang, tapi justru Bu Dewi, kepala koordinator kampus yang datang menghampiri. Katanya, beliau ada keperluan ke TK di cabang lain, tapi berhubung hujan mulai turun jadi memutuskan untuk berteduh dulu di sini. Nggak terasa hampir satu jam berlalu, beliau mentraktir kami es krim sambil mengobrol seru. Dan setelah lebih dari satu jam Bapak akhirnya datang. Hujan masih belum reda, jadi aku tawarkan Bu Dewi untuk ikut karena arah rumahku dan TK yang akan beliau kunjungi satu arah. Bu Dewi setuju dan kami pun menempuh perjalanan sambil menembus hujan yang semakin deras.

Tanpa rencana, sekali lagi, tanpa rencana. Setiba di TK aku ikut turun untuk mengantarkan Bu Dewi masuk. Di sana tenyata ada Bu Neni, kepala sekolah TK. Dan, tanpa basa-basi, beliau menawariku untuk menjadi guru pendamping di tempatnya! Aku kaget, tentu saja. Di kampus aku baru belajar selama 1 bulan lebih, dan untuk terjun langsung ke TK dibutuhkan waktu minimal 3 bulan perkuliahan. Tapi Bu Dewi menguatkanku untuk mencoba, katanya syarat 3 bulan itu memang ketentuan yayasannya, tapi kalau aku bisa kenapa nggak. Lagipula ada seorang guru di TK yang izin selama 10 hari untuk umroh, jadi mereka membutuhkan guru pengganti. Akhirnya, tanpa bertanya dulu pada Bapak aku mengiyakan. Satu-satunya yang menjadi keyakinan bahwa aku bisa adalah: I love kids, and I can deal with them (err, hope so, lol).


OOTD: Headband: Bunga | Tea Time Dress by Toko Kecil Indi | Shoes: Nevada for kids


Hari pertama di TK, I was really stunned. (-___- )#
Anak-anak melihatku dengan tertarik, tapi aku malah diam dan sesekali tersenyum. Waktu kepala sekolah memperkenalkanku mereka langsung ribut memanggil-manggilku. Tapi sayangnya bukan dengan namaku, tapi dengan nama-nama julukan yang ajaib. Ada yang memanggilku 'Miss Cherrybelle', ada juga yang memanggil 'Miss Barbie'. Aku ulang namaku sekali lagi tapi mereka nggak dengar dan tetap memanggilku dengan nama-nama dari imajinasi mereka sendiri. Aduh, sampai frustasi, hahaha...
Untunglah waktu di kelas keadaan lebih terkendali, aku bisa memperkenalkan diri dengan baik. Anak-anak juga mulai memanggilku dengan nama 'Miss Indi' (apalagi setelah mereka ditegur kepala sekolah karena memanggil seseorang dengan nama julukan, lol). Lama kelamaan aku mulai mengenali beberapa dari mereka. Ingat waktu aku mengisi event sebagai MC dan sedikit menari? Nah, ternyata beberapa anak di event itu ada di kelas ini. Bahkan anak yang waktu itu hobi sekali menggelayutiku juga ada di kelas ini! Ya, ampun.... hahaha :D Anak itu ternyata bernama Fadlan dan masih mengenaliku dengan baik. Katanya, "Miss, aku mau digendong lagi, boleh?". Aku pun menjawab, "Digendong cuma untuk bayi, kamu kan anak besar, bolehnya peluk". Dan ia pun memelukku dengan canggung. That was my first “aww” moment in kindergarten :')

Hari kedua aku sudah sedikit relax meski masih don't know what to do. Selama ini di kampus aku diajarkan teori dan sangat sedikit sekali praktek. Di teori nggak pernah disebutkan bahwa anak-anak TK ini akan muntah di pangkuanku atau ada yang belum sukses toilet training-nya. Aku meng-handle mereka sebisa mungkin dan mendapat bantuan dari guru-guru senior. Untunglah di TK ini setiap hari ditempel tema-tema yang akan dipelajari, jadi aku bisa mengikuti dengan baik dan mempersiapkan diri sebelum masuk kelas. Oya, di hari kedua sudah terlihat siapa saja anak-anak yang bisa langsung dekat denganku. Meski awalnya malu-malu (well, saling malu tepatnya karena aku juga masih malu, hihihi), tapi ada seorang anak perempuan manis yang setiap ketemu aku pasti minta sun tangan 2 kali. Katanya, "Tangan Miss wangi". Atau ada juga anak laki-laki yang sudah bisa ke toilet sendiri tapi untuk memakai celananya ia selalu bilang, "Aku mau sama Miss Indi saja!", hihihi. Ada juga anak-anak yang selalu minta dipeluk ketika berpapasan denganku, dan yang paling unik adalah... anak yang mendadak manja ketika dekat-dekat aku. Tangannya langsung dimasukan ke mulut dan minta dipangku (biasanya ini karena ia melihatku dekat dengan anak-anak playgroup), padahal ia sudah kelas TK B, lho! Tsk, tsk, tsk :D




Bag: Farrel



Begitulah hari-hari pertamaku di TK, aku masih sering dipindah dari TK A, ke TK B lalu ke playgroup untuk melihat dimana 'bagusnya' aku. Semakin akrab dengan anak-anak, semakin serulah setiap hari. Ketika aku berada di playgroup anak-anak TK B langsung sibuk memanggil-manggilku ke kelas mereka. Malah pernah sekali waktu 2 orang anak menarik tanganku secara paksa sehingga mereka berhasil menyeretku ke dalam kelas! Di sana mereka ternyata hanya bertanya, "Miss, ini nulisnya sudah betul atau belum?". Dan waktu aku cek buku salah satu dari mereka, aku langsung bingung harus marah atau tertawa. Karena itu adalah soal hari sebelumnya yang sudah dikoreksi, mereka sudah menguasai dan aku pula yang memberi nilai. Ya, ampun....
Akhirnya diputuskan bahwa aku mengajar di playgroup saja bersama 2 orang guru lainnya. Jika aku mengajar anak-anak TK (terutama TK B) dikhawatirkan mereka lebih mengganggapku sebagai teman dibandingkan sebagai guru. Well, itu hal bagus sebenarnya, tapi mengajakku bermain ayunan atau berbagi bekal? Haha, lebih baik aku menjaga jarak dulu dengan mereka sampai mereka mengerti bahwa aku hanya bisa diajak bermain ketika jam pelajaran selesai.

Sekarang sudah memasuki minggu ketiga aku mengajar. Meski statusku sebagai guru pendamping, tapi itu cukup membuat aku mengenal karakter dari masing-masing anak. Hari-hariku kadang lancar, dan kadang-kadang diwarnai insiden-insiden kecil khas anak-anak. Tapi semuanya menyenangkan karena aku menikmatinya. Dan semenjak aku di playgroup (untuk TK A dan B aku khusus mengajar kelas komputer), berkompromi dengan mereka tentu saja berbeda dengan cara menghadapi anak-anak usia TK. Peran sebagai guru pun kadang merangkap sebagai helper mereka, karena ada yang masih kesulitan memegang sendok atau malah memegang krayon. Proses adaptasinya juga lebih lama dibandingkan dengan anak-anak di TK, karena mereka cenderung takut ketika berhadapan dengan orang baru. Tapi syukurlah, sekarang aku sudah bisa akrab dengan mereka. Dan yang terpenting mereka merasa aman dekat denganku. Ketika ada seorang anak yang bicaranya belum jelas dan bertanya pada guru lain, "Miss Indi ke mana?", itu adalah penghargaan terbesar yang aku terima, rasanya bahkan lebih menyenangkan dibandingkan dengan menerima es krim dari tangan John Frusciante langsung! :D (ehm, aku belum pernah mengalami, sih, tapi aku yakin es krim dari John nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan wajah-wajah manis anak-anak ini, hihi).





Banyak yang bertanya pada gue (termasuk kepala sekolah, keluarga dan banyaaaak yang lainnya) kenapa aku ingin jadi guru TK, padahal aku memiliki gelar S1 dari jurusan Hubungan Internasional dengan IPK yang memuaskan dan aku bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih menjanjikan dan, tentu saja gaji yang lebih besar. Alasannya cuma satu: karena itu cita-citaku sejak lama. Aku selalu yakin bahwa tujuan dari cita-cita adalah untuk dicapai, bukannya diganti ketika dewasa. Dan selama itu baik, bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, ya kenapa nggak :) Sama seperti menulis yang sudah menjadi hobiku sejak kecil, ketika akhirnya bisa menjadi penulis sungguhan, aku merasa sangat senang dan sukses karena bisa mewujudkan cita-cita. Aku melakukannya dengan sepenuh hati dan bahagia. Begitu juga dengan menjadi guru, ini yang aku sukai dan ini yang aku inginkan. Penghasilan memang penting, tapi itu bukan yang utama. Aku masih punya pekerjaan lain sebagai penulis dan fashion designer untuk online shopku. Nggak banyak, tapi yang terpenting masih ada lebihnya untuk menabung. Dan seperti yang kubilang sebelumnya, menerima banyak pelukan, banyak ciuman dan banyak sapaan hangat dari anak-anak merupakan penghargaan yang nggak bisa ditukar dengan uang. Itu terlalu berharga! :)


hug and kiss,


Miss. Indi :D

__________________________________________
Dan, ada kabar baik yang menyenangkan. Aku masuk sebagai salah satu dari 365 anak muda yang berpengaruh di Indonesia versi Adalahkita.com. Aku nggak bisa bilang apa-apa lagi selain, terima kasih, thank God, dan semoga aku bisa berkarya lebih baik lagi. (Bisa aku minta 'amen' dari kalian? :) ).
Cek web-nya di sini.




________________________________________
Contact Me? HERE and HERE. Sponsorship? HERE.

Sabtu, 14 April 2012

Reuni Paduan Suara: Bertemu Kak Immanuel Lagi dan Mendengar Cerita Darinya :)


Howdy my blogger friends?! :D
Wah, sudah weekend lagi, ya? Kok sepertinya ada aturan nggak tertulis kalau aku selalu nge-post di akhir minggu? Hihihi... Well, sebenarnya sih ini bukan disengaja, apalagi direncanakan. Tapi kebetulan saja waktuku selalu lebih senggang di akhir minggu. Sudah 2 minggu ini aku menjadi guru pendamping di playgroup dan 3 kali seminggu aku kuliah dari siang sampai sore. Setiap weekend pasti kuusahakan untuk memanfaatkannya dengan hal-hal fun. Nah, seperti hari sabtu tanggal 7 April kemarin, aku menghadiri reuni kecil-kecilan Paduan Suara Lisma! :)

Ide reuni ini datang dari Nisa, salah satu anggota paduan suara yang sangat loyal. Sama sepertiku, Nisa menjadi anggota sejak tahun 2005 sampai 2010 dan hanya lulus kuliah lah yang membuatnya berhenti bergabung dengan Lisma. Waktu 5 tahun kebersamaan membuat Nisa dan aku sangat akrab dengan anggota paduan suara yang lain, meskipun kebanyakan dari mereka datang dan pergi. Iya, paduan suara Lisma memang menerima anggota 'kontrak' alias anggota yang hanya bernyanyi ketika ada event dan boleh pergi sesuka hati jika event selesai. Syaratnya hanya dua: bersedia mengikuti latihan sebelum hari H dan nggak tahu nada. Jadi, meskipun total anggota paduan suara Lisma sangat banyak, anggota tetap yang selalu ada dalam setiap event dan lomba hanya itu-itu saja. Mungkin hanya 25 orang, itu sudah termasuk Nisa dan aku.

Waktu aku mencoba menghubungi mantan anggota paduan suara, ternyata hanya sedikit yang nomor ponselnya tetap. Singkat cerita, hanya 5 orang yang bisa datang (sudah termasuk aku dan Nisa). Ditambah Kak Immanuel, mantan pelatih kami, totalnya jadi 6 orang. Agak kecewa sebenarnya, tapi mengingat aku sudah 2 tahun nggak bertemu mereka, pertemuan ini pasti akan sangat menyenangkan meskipun hanya sedikit yang bisa hadir :)

Aku diantar adik ke Pizza Hut, BIP, tempat di mana aku dan teman-teman ex paduan suara Lisma bertemu. Aku terlambat 30 menit karena terjebak macet, dan waktu aku sampai sudah ada Nisa, Tessa, Septi dan Kak Immanuel di meja paling pojok. Rasanya gembira sekali melihat mereka, dan... sedikit ajaib, karena biasanya, dulu, kami hanya bertemu waktu latihan. Apalagi dengan Kak Immanuel yang super sibuk, seperti mimpi rasanya bisa duduk santai satu meja dengannya, hihihi.
Belum satu menit aku duduk, mereka sudah sibuk melontarkan komentar. Nisa bilang, "Kamu makin chubby sekarang, bagus". Kak Immanuel bilang, "Masih bule saja kamu. Nggak bosan?", dan sebagainya dan selanjutnya. Aku juga ingin mengomentari mereka sebenarnya, tapi entah kenapa, I was too stunned to see them again (apalagi ternyata ada Dian menyusul satu jam setelah aku datang). Yang keluar dari mulutku malah pertanyaan-pertanyaan penasaran seperti, "Pada tinggal di mana sekarang?", "Ada yang masih aktif nyanyi nggak?", "Anggota lain apa kabar?", dan seterusnya sampai mereka pusing :p

Meski pusing ternyata mereka tetap menjawab. Nisa sekarang bekerja di kantor lising Sumedang, Tessa menjadi guru SMP di Sukabumi, Dian menjadi guru tutor bahasa Inggris untuk orang Korea, sedangkan Septi baru saja diterima bekerja di tempat yang nggak terlalu jauh dari tempat tinggalku. Dan Kak Immanuel, dia lah yang mempunyai pekerjaan paling menarik sekarang. Well, mungkin bukan pekerjaannya yang menarik, tapi caranya bekerja. Dia menjadi guru sekarang, di sebuah SMP yang terletak di ujung kota Subang. Mendengar nama tempatnya saja aku sudah bisa membayangkan betapa berbedanya dengan keadaan di sini. Di sana susah sekali akses internet, untuk menuju 'kota' harus pakai ojek selama beberapa jam dan sinyal telepon masih belum bagus. Ditambah lagi menurut Kak Immanuel di sekolah tempatnya mengajar, setiap semester pasti ada saja siswinya yang keluar karena hamil. Wah...


Tessa and me :)

Tessa yang gak pernah nolak kalau kuajak nonton film musikal :p

Septi, Indi, Nisa, Kak Immanuel, Dian.

Senang bisa bertemu lagi dengan mereka :D


Tapi mendengar cerita Kak Immanuel membuatku dan teman-teman mencoba mengerti mengapa dia kerasan tinggal di sana. Menurutnya, pada awalnya memang sulit sekali untuk merasa nyaman, apalagi dia harus meninggalkan keluarganya di Bandung. Mama dan tunangannya terutama. Tapi setelah melihat keadaan sekolahnya, Kak Immanuel merasa bahwa anak-anak di sana sangat membutuhkannya. Bayangkan saja, di sana ada siklus berulang yang sudah terjadi sejak sangat-sangat-sangat lama. Rata-rata setelah lulus SMP mereka menikah karena hamil duluan dan kemudian bercerai di usia muda. Pendidikan menjadi bukan prioritas sehingga pekerjaan yang mereka dapatkanpun nggak pernah berkembang dari masa ke masa. Alumni sekolah yang berhasil lulus SMA dan melanjutkan ke jenjang kuliah pun bisa dihitung dengan jari. Itu pun mereka nggak pernah kembali lagi ke Subang dan menetap di Bandung atau kota besar lainnya. Anak-anak di sana menjadi miskin role model... 

Kak Immanuel bertekad mengubah keadaan itu, dia mulai berbicara pada guru-guru lain tentang situasi yang terjadi. Sayangnya guru-guru di sana sudah terlanjur 'malas', katanya sejak dulu memang keadaan sudah begitu, sudah diusakan berubah juga, tapi nggak ada hasilnya. Kak Immanuel yang jabatannya sebagai guru seni musik, bukan guru bimbingan konseling pun akhirnya memutuskan untuk bekerja 'di luar kewajibannya'. Mulai mengarahkan anak-anak ke jalur yang lebih positif (lewat musik tentunya), berbicara pada mereka secara pribadi sampai dengan berusaha mendatangkan role model yang diharapkan bisa membuat anak-anak lebih semangat. Usaha Kak Immanuel nggak berjalan mulus, anak-anak memang respect padanya, tapi hanya ketika di kelas. Di luar itu mereka tetap dengan 'tradisi' turun temurunnya. Kak Immanuel nggak kehilangan akal, dia meminta kepala sekolah untuk membelikan gitar dan biola agar anak-anak membentuk tim orkestra. Too bad, nggak ada seorang pun yang mendaftar :(
Aku mengenal Kak Immanuel cukup baik, 5 hampir 6 tahun aku menjadi muridnya. Aku tahu dia pantang menyerah. Tapi mendengar bahwa dia batal menikah karena dia mengharapkan pasangan yang mau ikut dengannya ke Subang benar-benar membuatku mengaguminya 100 kali lipat lebih banyak dari sebelumnya.


Aku jadi ingat pertama kali aku mengenal Kak Immanuel. Waktu itu aku adalah mahasiswa baru yang masih bingung dengan kegiatan ekstra yang mau kuikuti. Secara random aku memilih teater, fotografi dan paduan suara. Aku mengikuti ketiga kegiatan itu bersamaan, dengan rasa suka yang sama dan ketertarikan untuk belajar yang sama. Lalu suatu hari, beberapa minggu setelah aku mengikuti paduan suara, ada kabar bahwa pelatih yang selama ini mengajar digantikan oleh seorang pelatih baru. Masih muda dan penuh semangat, namanya Kak Immanuel. Entah kenapa aku memilih untuk meninggalkan teater dan fotografi lalu berkonsentrasi di paduan suara. Padahal dibandingkan dengan 2 kegiatan ekstra yang kutinggalkan, paduan suara adalah yang paling sedikit prestasinya. Satu-satunya undangan rutin hanya untuk mengisi acara wisuda atau acara kampus lainnya. Sedangkan untuk lomba, entah berapa belas tahun yang lalu paduan suara Lisma ini terakhir mengikuti lomba.


 
Seragam paduan suara kami, dasinya warna biru muda :D

Foto studio dengan kaos Lisma Choir yang masih kupakai sampai sekarang :D

Khusus acara wisuda seragam kami menjadi putih-hitam.









Aku heran melihat Kak Immanuel, dia begitu semangat untuk mengubah paduan suara yang, well, jujur saja... hancur ini. Dia selalu datang lebih awal dibandingkan murid-muridnya dan menyiapkan semuanya dengan serius. Partitur, keyboard, bahkan dia mengajari kami membaca not balok! Iya, terkadang dia meminjam kelas yang sudah selesai dipakai dan mengajari kami di sana, seolah di sekolah musik. Lambat laun usaha Kak Immanuel ada hasilnya. Dengan pelatih yang sebelumnya paduan suara Lisma hanya memiliki dua suara, tapi dengannya kami memiliki 4 suara: sopran, alto, bass dan tenor. Kami juga mulai digabungkan dengan orkestra lengkap, bukan hanya piano atau keyboard. Lalu hal yang nggak diduga pun datang, Kak Immanuel menawarkan agar paduan suara Lisma mengisi sebuah event (aku lupa nama event-nya apa). Itu adalah yang pertama buat kami, tapi Kak Immanuel menyemangati kami dan menyakinkan bahwa kami sudah siap tampil. Benar saja, sejak saat itu tawaran untuk mengisi event banyak berdatangan. Dalam satu bulan paduan suara Lisma bisa diundang ke beberapa acara sekaligus. Kami bahkan mendapatkan 'uang saku' yang benar-benar sangat lumayan secara rutin, hehehe ;)
Kegiatan ekstra yang tadinya kurang diperhatikan pun mendadak jadi sorotan. Banyak yang ingin menjadi anggota 'kontrak' karena tergiur dengan uang sakunya, dan ada pula yang ingin karena tergiur dengan tempat-tempat yang didatangi ketika mengisi event. Semuanya Kak Immanuel terima dengan senang hati.

Kak Immanuel itu orangnya galak. Eh, atau tegas ya? Hehehe... Dia nggak ragu untuk memarahi muridnya kalau memang dia bersalah. Kalau sudah marah, wah seram banget :( Syukurlah aku belum pernah dimarahi (hmm, pernah sih satu kali, tapi itu karena salah pengertian, lol). Berkat ketegasannya paduan suara Lisma akhirnya mencicipi bagaimana rasanya lomba, masuk TV, malah sampai merencanakan konser yang sayangnya harus batal karena beberapa kendala termasuk karena anggota tetapnya sudah banyak yang lulus kuliah dan mulai bekerja di tempat lain (termasuk aku). Kak Immanuel juga akhirnya mengundurkan diri karena memilih menjadi guru di Subang, dan paduan suara Lisma dikenang sebagai paduan suara yang bagus dan dispilin (ya, sekarang masih ada sih, tapi terakhir kudengar kualitasnya menurun tanpa Kak Immanuel).

Kembali lagi ke cerita Kak Immanuel di reuni kecil kami, aku penasaran kenapa dia memilih Subang bukannya Bandung yang lebih nyaman. Sebagai teman dari Nisa yang dulu pernah menjabat sebagai ketua koordinator, aku tahu betul berapa honor yang Kak Immanuel terima sebagai pelatih. Jumlahnya besar, lebih besar dibandingkan dengan gajinya sebagai guru di Subang. Dan tahukah apa jawaban Kak Immanuel? Katanya, "Mereka lebih butuh saya daripada anak-anak di sini. Kalau saya tinggalkan mereka kasihan. Ada saya saja masih susah teratur, apalagi kalau nggak ada...".
Aku terseyum. Aku rasa nggak ada alasan aku khawatir dengan keadaan Kak Immanuel di sana. Kalau 7 tahun yang lalu saja dia berhasil mengubah paduan suara super kacau menjadi paduan bersuara berprestasi, kenapa aku mesti nggak percaya kalau Kak Immanuel bisa mengubah anak-anak SMP itu untuk lebih teratur?
I know you can do it, Kak Immanuel. Yakin ;)


do re mi,
Indi




____________________________

Indi mengikuti giveaway 'Eksis dengan Batik' di sini :)


Diedit: 4/3/2024. Kak Immanuel sekarang sudah berkeluarga dan kembali ke Bandung. Usahanya membuahkan hasil, aku melihat video-video paduan suara anak didiknya di Subang yang mengikuti banyak lomba dan event :) Aku, Kak Immanuel dan Tessa masih berteman, kami berencana untuk bertemu kembali.

_________________________________________
Contact Me? HERE and HERE. Sponsorship? HERE.

Minggu, 08 April 2012

Daddy's Perspective :)

Hi bloggies! Ini aku, Indi, balik lagi dengan lebih cepat. Alasannya tentu saja karena ini sedang (yaiy!) long weekend! :D So, how's your holiday, guys? Fun? Aku harap begitu ya, dan untuk yang merayakan Paskah, aku ucapkan, "May the promise of Easter fill your heart with peace and joy! Happy Easter!" :)

Weekend kali ini terasa sangat spesial karena aku bisa melepas kangen dengan Bapak. Pasalnya, satu bulan belakangan ini beliau sedang bekerja di Purwakarta, ada proyek keluarga. Dan beliau hanya bisa pulang beberapa hari saja setiap satu minggu :( Padahal tahu sendiri kan aku dekat sekali dengan Bapak. Apa-apa maunya sama Bapak, soal makanan saja lebih suka buatan Bapak daripada Ibu (eits, bukan berarti masakan Ibu nggak enak, lho, beliau sangat pintar masak), hehehe. Pokoknya aku itu Daddy's little girl meskipun sudah besar. Jadi selama Bapak bekerja, banyak sekali hal yang aku rindukan...
Aku beranikan diri meminta Ibu untuk mengunjungi Bapak meski keadaan di rumah sebenarnya nggak terlalu memungkinkan, Ibu sedang sibuk. Tapi tanpa disangka-sangka ternyata Ibu setuju. "Soalnya Ibu juga kangen Bapak", begitu katanya, hihihi... Jadilah kami berdua berangkat ke Purwakarta di tanggal 6 April kemarin. Baru 10 menit perjalanan, Bapak sudah meneleponku 4 kali dan SMS aku berkali-kali untuk menanyakan kami sudah sampai mana. Beliau juga sangat kangen kami! :D

Di perjalanan aku semangat sekali bercerita pada Ibu tentang apa rencanaku dengan Bapak nanti. Aku bilang aku akan minta Bapak foto aku yang banyaaaaaaaak sekali seperti kebiasaan kami di rumah. Aku sudah pakai baju baru yang khusus kudesain beberapa hari sebelumnya, dan aku juga sudah mandi, sudah wangi. Pokoknya sudah siap! :) Tapi Ibu bilang aku nggak boleh mengganggu Bapak, karena beliau di sana untuk bekerja, bukan liburan. Ah, aku agak kecewa mendengar Ibu bilang seperti itu, masa Bapak nggak boleh libur beberapa jam saja untuk menghibur anaknya? Tapi sudahlah aku coba pikirkan yang baik-baik saja, apalagi aku percaya, Bapak selalu punya cara untuk membuatku senang ;)

Satu setengah jam kemudian kami sampai di Purwakarta. Aku langsung mencari Bapak di setiap sudut villa keluarga kami. Sayangnya Bapak nggak ada...
Oya, villa ini tadinya tanah kosong milik Kakek dan Nenek, lalu beberapa tahun kemudian keluarga besar kami membangun villa peristirahatan di sini, yang sejak saat itu dijadikan tempat berkumpul kami setiap tahun. Dan sekarang dengan ide dari salah satu kakak Ibu, di lingkungan sekitar villa sedang dibangun beberapa fasilitas untuk warga sekitar seperti masjid, rumah pintar dan rumah singgah. Nah, Bapak dan beberapa anggota keluarga lain lah yang bergantian mengawasi orang-orang yang sedang mengerjakan proyek ini.


Dress baru yang kudesain sendiri :)

Sepatu yang dibeli beberapa minggu sebelumnya. Cuma 50 ribu, dapat di rak diskon ;)








Beberapa menit nggak ada tanda kehadiran Bapak ---hanya ada Kakek di villa---, aku langsung SMS beliau pakai huruf besar semua, "PAAAAAK, AKU SUDAH SAMPAIIIIIII". Dan beberapa saat kemudian, bagai adegan di film-film drama, aku mendengar suara mobil dari kejauhan. Aku langsung bergegas ke arah datangnya suara itu, dan..... Bapak ada di sana sedang mengemudi dengan ngebut! Susah sekali menggambarkan perasaanku waktu melihat Bapak, mungkin di sini aku hanya bisa mengetik 'senang-senang-senang-senang-senang-senang-senang-senaaaaang!', tapi percayalah perasanku gue sangat-sangat beragam :'D Aku langsung memeluk Bapak dan mencium tangannya, dengan semangat aku bercerita tentang apa saja yang kualami selama beliau nggak ada. Bapak mengomentari semuanya, bahkan tentang baju baruku. Katanya "bagus", apalagi ditambah dengan tubuhku yang nampak gemukan. Hihihi, senangnya diperhatikan :)
Bapak meminta kerabat di sana untuk menyiapkan makan siang, tapi aku menolak. Aku bilang, aku nggak mau makan sebelum foto-foto dulu seperti biasanya. Pura-pura merengek, aku bilang nggak mau bajuku keburu kusut jadi harus cepat-cepat difoto selagi rapi. Bapak tertipu! Beliau langsung mengajakku ke hutan jati di samping villa diikuti dengan tatapan marah Ibu, hihihi...


Aku dan Engki, kakekku. I love him so much :)


Aku dan Ibu :)


Luar biasa rasanya waktu Bapak berhenti bekerja dulu sejenak demi aku. Iya, demi aku, putrinya yang bukan anak-anak lagi. Beliau menuntunku melewati akar-akan yang menyembul di sepanjang hutan sambil menceritakan tentang ide foto-fotonya nanti. Just me and my daddy. Aku percaya inilah impian setiap gadis di dunia, dan aku bahagia sekali masih bisa mengalaminya... :)
Bapak menunjuk sebuah pohon, menyuruhku berpose di sana dan membidikan kameranya. Klik. Sebuah foto indah karya Bapak pun berhasil dibuat...


Berpose di hutan jati.


Belum ada setengah jam langit tiba-tiba mendung disusul oleh hujan rintik-rintik. Bapak dan aku bergegas menuju kembali ke villa. Aku sedikit cemberut karena kami baru dapat beberapa foto saja. Tapi Bapak menghibur, katanya setelah makan siang hujan pasti reda, dan kami bisa melanjutkan foto-foto lagi. Aku menurut dan segera makan dengan lahap. Sop, kacang panjang, bahkan ikan sungai yang biasanya nggak suka pun aku habiskan. Entahlah, semuanya terasa enak :)
Bapak nggak ikut makan siang. Hanya gue, Ibu dan seorang kerabat bernama Nek Iyah yang yang tinggal di villa. Sementara Bapak dan Kakek kembali mengawasi proyek. Ibu kembali mengingatkanku supaya nggak mengganggu pekerjaan Bapak. Katanya foto-fotonya sudah cukup dan bisa dilanjutkan di hari Selasa ketika Bapak pulang. Aku mengangguk meski sebenarnya masih mau foto-foto...

















Foto-foto karya Bapak. Bagus kan semuanya? :)



Selesai makan siang HP ku berbunyi. SMS dari Bapak! Isinya adalah ajakan untuk melihat proyek rumah pintar yang hampir selesai. Aku langsung mengajak Ibu untuk cepat-cepat pergi selagi hujannya reda. Seharian hujan datang dan pergi, jadi aku takut hujan tiba-tiba datang lagi sebelum kami tiba di tempat Bapak.
Di sana aku melihat banyak bangunan bagus, rumput-rumput rapi dan tanaman yang ditata teratur. Aku membuka pintu bangunan yang paling dekat dan melihat isinya. Wah, luar biasa indah... Perpustakaan lengkap dengan bangku-bangku yang nyaman. Lalu Bapak bertanya apa aku membawa kamera. Aku bilang semua barang-barang, termasuk kamera ada di dalam tas Ibu. Bapak meninggalkanku di perpustakaan sendirian, dan beberapa menit kemudian beliau kembali dengan membawa kamera. "Foto-foto lagi, yuk!". Begitu ajaknya.
Dengan semangat dan senang hati ---tentu saja---, aku langsung bergaya sambil tersenyum. Bapak memberi isyarat supaya aku mengikutinya setelah foto pertama selesai. Katanya, "Ayo, kita foto-foto di luar saja. Kalau ketahuan Ibu nanti dia marah".
Bapak mengambil foto sambil bertanya banyak hal padaku, tentang apa saja yang beliau lewati selama nggak ada di rumah. Beliau juga memintaku menceritakan tentang pengalaman pertama aku mengajar TK dan tentang novel ketigaku. Aku bercerita dengan semangat, banyak tertawa meski kadang diselingi rengekan betapa aku merindukannya. Aku nggak mau terlihat rewel, tentu saja. Tapi perasaan rindu dengan hal-hal kecil dari Bapak memang nggak bisa ditutupi. Tanpa Bapak, nggak ada yang bisa aku dan adik ajak 'berkreasi' di dapur karena Ibu nggak suka kalau dapur acak-acakan.


Di depan perpustakaan.





















 
OOTD: Bow headband: My DIY | Dress: Toko Kecil Indi | Shoes: Nevada

Entah bagaimana aku terlihat di foto, keringat sudah membasahi seluruh tubuhku. Rambutku sangat lengket dengan kulit kepala dan bajuku sudah sangat kusut. Cuaca juga sudah berubah beberapa kali dari mendung ke terik sekali hingga sebaliknya. Yang aku tahu aku sangat berbahagia sehingga bisa dipastikan aku sedang tersenyum di setiap foto yang Bapak ambil, bahkan yang candid sekalipun.
Hari sudah semakin gelap dan Ibu sudah semakin nggak sabar menunggu kami. "Sudah waktunya pulang, Bapak besok harus bekerja lagi", begitu katanya. Sebelum aku benar-benar masuk mobil Bapak sempat mengambil fotoku lagi tapi sayang hasilnya blur. Aku bilang "biar saja" dan memeluknya dari dalam mobil sambil mengingatkan agar beliau cepat pulang. Lalu aku ingat satu hal. Ada yang belum kami lakukan semenjak aku sampai di sini. Aku membuka kembali pintu mobil dan menyerahkan kamera pada Ibu.
"Bu, tolong ambil fotoku dengan Bapak".





daddy's little girl,

Indi



 __________________________________________
Beberapa waktu yang lalu aku mendapat titipan satu paket baju-baju layak pakai dari Naomi, owner dari Tokyo Animefashion untuk diberikan pada teman-teman yang membutuhkan. Kebetulan di Purwakarta aku bertemu dengan Elas, anak perempuan yang tepat sekali untuk menerima paket ini. She was really happy! :) Thanks a lot, Naomi, semoga Tuhan membalas kebaikanmu! Amen...





_____________________________________
Contact Me? HERE and HERE. Sponsorship? HERE.