Senin, 20 Maret 2017

Vegan tapi Junk Food? Kok Bisa? :O

Aku vegetarian sejak usia 15 tahun, ---tepatnya pesco-vegetarian, yang masih mengkonsumsi ikan. Semakin dewasa aku putuskan untuk menjadi full vegetarian, atau sama sekali nggak mengkonsumsi produk hewani kecuali telur dan dairy. Baru di bulan Desember 2016 lalu aku menjadi vegan. ---Untukku itu sangat mudah, karena kalau untuk urusan lidah sebenarnya banyak substitute telur dan dairy yang bahkan non vegan pun nggak bisa membedakan dengan yang "real" kalau nggak diberi tahu :D
Reaksi orang-orang di sekitarku bermacam-macam. Bagi Ibu dan Bapak perubahan dari vegetarian ke vegan terasa "biasa" saja karena mereka menyaksikan transisiku dari awal. Tapi lain lagi reaksi teman-teman dan followersku di media sosial. Kebanyakan dari mereka menganggap aku ekstrim dan aneh. Padahal, kalau dipikirkan apanya yang aneh? Bukannya lebih aneh (baca: mengkhawatirkan) orang-orang yang terbiasa mengkonsumsi sosis dan nugget sebagai makanan sehari-hari? Hehehe, just kidding! Bagi aku sehat atau nggak sehat bukan tergantung dari menjadi vegan atau nggak menjadi vegan, tapi tergantung dari seimbangnya makanan yang dikonsumsi oleh kita :)

Alasan kenapa aku memutuskan menjadi vegan sebenarnya simple; Karena (dulu) aku sering kali nggak tahu darimana daging yang aku konsumsi berasal. Kalau hidup di pedesaan dan (syukur-syukur) punya peternakan sendiri mungkin akan lain cerita, karena we raised them dan bisa memastikan kalau mereka disembelih dengan cara yang baik. Tapi aku tinggal di kota, yang akses untuk ke supermarket jauh lebih mudah daripada ke pasar tradisional. Di sana kebanyakan daging sudah dalam keadaan dikemas dan disimpan di freezer. Mana aku tahu apa yang sudah mereka lalui sebelum akhirnya tiba di sana, hehehe. Tapi aku juga merasa bahwa nggak ada lah yang namanya "100% vegan". Aku percaya Tuhan menciptakan hewan untuk diambil manfaat baiknya oleh manusia. Benda-benda yang  kupakai pun pasti ada "campur tangan" hewan di sana. Misalnya saja sarung jok mobil yang aku pakai memang sudah melekat sejak dibeli dari dealer. Tentu aku nggak akan membuangnya dalam rangka protes, tapi memakainya sampai waktunya untuk diganti. Intinya, nggak perlu buang-buang, nggak perlu "lebay". Yang terpenting membatasi penggunaan produk hewani. Begitu.



Menjadi vegan sebenarnya memudahkan hidupku. Akses mendapatkan sayuran segar jauuuh lebih mudah daripada mendapatkan daging segar karena beberapa bisa kutanam sendiri di rumah. Beberapa vegan vlogger dan dokterku juga sangat membantu karena dari mereka lah aku mendapatkan pengetahuan tentang gizi yang seimbang. Dokterku sebenarnya bukan vegetarian apalagi vegan, tapi ia sangat suportif dan itu bikin akh super happy :) Daaaan, sisi positif lainnya adalah aku jadi lebih rajin memasak! Hahaha. Karena jujur saja yang aku "rindu" dari saat menjadi vegetarian adalah mengunjungi restoran junk food! Sampai sekarang aku belum menemukan restoran vegan cepat saji yang lokasinya dekat dengan rumah. Jadi untuk rekreasi lidah, satu atau dua kali seminggu aku coba untuk me-recreate menu-menu kurang sehat menjadi "lumayan lebih sehat" :p Sekarang aku akan share beberapa resepnya, siapa tahu saja kalian mau coba. ---Well, nggak perlu menjadi vegan kok untuk mencobanya karena rasanya cocok dengan lidah orang Indonesia. Aku nggak asal ngomong, lho (---eh, ngetik). Kemarin aku membawa beberapa menu buatanku ke tempat kerja dan teman-teman yang mencicipi can't tell kalau sebenarnya yang mereka makan bukan daging! :O

***

Vegan Hot Dog (Carrot-dog)
Aku dapat ide untuk membuat menu ini ketika menonton salah satu videonya Family Fizz. Kalau kalian belum tahu tentang mereka, aku sarankan untuk mengunjungi channelnya karena di sana banyak sekali video-video santai yang sekaligus mengedukasi. Sebelumnya aku hanya tahu kalau vegan hot dog dibuat dari meat analogue (fake meat), tapi rupanya bisa diganti dengan wortel dan rasanya tetap "meaty"! :D Meski mereka nggak memberikan resepnya, tapi dengan sedikit googling dan percobaan akhirnya aku mendapatkan rasa yang pas. By the way ada kejadian lucu waktu aku lunch bersama teman-teman. Mereka pikir yang aku makan itu sosis betulan karena tampilannya yang realistik! Hahaha :D


Bahan-bahan:
~ Wortel dengan ukuran sedang. Kalau mau super realistic boleh deh pilih yang bentuknya paling mendekati sosis, lol. 
~ Kecap asin. 
~ Barbecue sauce.
~ Bawang putih.
~ Bawang bombay.
~ Garam.
~ Merica.
~ Mustard.
~ Roti hot dog.
~ Sedikit minyak untuk memanggang (boleh diganti vegan margarin atau vegan butter, sesuai selera).
~ Air.

Cara membuat:
~ Kupas wortel, lalu beri beberapa slit di badannya (seperti jika akan menggoreng sosis utuh). Dengan menggunakan pisau atau peeler, bentuk ujung wortel agar lebih membulat.
~ Marinate/rendam wortel selama minimal 6 jam di dalam larutan air, kecap asin, barbecue sauce, garam, merica dan bawang putih yang sudah dihancurkan. 
~ Setelah meresap panggang wortel dengan menggunakan sedikit minyak sampai warnanya kecoklatan.
~ Angkat wortel dan letakkan di atas roti dengan pelengkapnya seperti hot dog pada umumnya. 
~ Beri tumisan bawang bombay di atasnya agar lebih sedap.

Aku lebih suka untuk me-marinate wortelnya sekaligus beberapa supaya tinggal memanggangnya jika ingin membuat hot dog. Selain itu carrot dog juga enak untuk dijadikan side dish, seperti nasi goreng, vegan steak atau spaghetti :)

Sloppy Joes
Ehmm, kalau yang ini sih agak konyol. Jadi ceritanya waktu kecil aku terobsesi sekali dengan Mary Kate dan Ashley Olsen. Ada salah satu filmya yang sangat gue suka, judulnya "It Takes Two". Ceritanya sih biasa saja, mirip dengan film klasik "The Parents Trap". Yang mencuri perhatianku justru adegan makan siang di perkemahan. Menunya adalah sloppy joes (yang aslinya dibuat dari daging cingcang), dan semua pemeran anak-anak terlihat sangaaaaat menikmati. Aku jadi super penasaran, tapi sayangnya waktu minta sama Ibu beliau nggak tahu cara membuatnya. Dan aku malah baru kesampaian makan setelah menjadi vegan, hehehe.


Bahan-bahan:
~ Burger buns.
~ Tempe.
~ Jamur kancing.
~ Bawang bombay.
~ Garam.
~ Merica.
~ Mustard. 
~ Barbecue sauce.
~ Kecap asin.
~ Kecap manis.
~ Saus tomat.
~ Vegan margarine.

Cara membuat:
~ Iris-iris tempe, lumatkan, lalu campurkan dengan jamur yang sudah diiris kecil.
~ Panggang bawang bombay sampai harum dan kecoklatan lalu masukkan tempe dan jamur. 
~ Masukkan garam, merica, saus tomat, kecap asin dan kecap manis, lalu aduk sampai rata. Angkat dan tiriskan.
~ Panggang buns di pan yang sudah diolesi margarine sebentar. 
~ Sajikan seperti sloppy joes pada umumnya, jangan lupa tambahkan mustard di atasnya untuk rasa asam dan warna ;)


Lazy Vegan Pizza ala Indi
Aku suka banget pizza. Saking sukanya, ini adalah makanan pertama yang aku minta waktu selesai operasi tumor payudara tahun 2013 lalu, hahaha. Yang pernah membaca novel-novelku atau pernah nonton film Mika juga pasti tahu betapa aku mencintai makanan itu. Beberapa tahun yang lalu sih nggak terlalu sulit untuk menemukan pizza vegan (---atau at least vegetarian) di restoran pizza "besar". Tapi sekarang menunya sudah nggak ada karena kurang peminat. Kalau di restoran kecil yang khusus vegan memang ada, tapi too bad mereka nggak menerima delivery order dan jaraknya lumayan jauh dari rumahku. Ya sudah aku coba bikin sendiri saja. Tentu dengan versi "lazy" alias seadanya dan nggak banyak usaha :p


Bahan-bahan pizza base:
~ 2 cup terigu.
~ 1 cup air matang.
~ Secubit garam.
~ Secubit garlic powder (atau bisa gunakan bawang putih yang dicincang).
~ 2 sendok makan baking soda dan baking powder.

Topping:
~ Saus tomat.
~ Saus pasta atau saus pizza instan.
~ Tomat diiris dadu.
~ Jamur kuping cincang.
~ Bawang bombay diiris dadu.
~ Jagung pipil.
~ Secubit garam dan merica.

Cara membuat: 
~ Masukkan seluruh bahan pizza base ke dalam mangkuk besar, lalu aduk sambil diberi air sedikit-sedikit. 
~ Setelah konsistensinya seperti play doh, ratakan adonan di loyang atau piring yang sudah diolesi vegan margarine atau olive oil. 
~ Olesi pizza base dengan saus dan beri topping sesuai selera, ---atau sesuai isi kulkas, hehehe.
~ Taburi garam dan merica untuk rasa.
~ Panaskan di dalam microwave dengan suhu paling tinggi selama 8 menit.

Meski seadanya tapi aku puas dengan rasanya. Mungkin memang nggak se-wah buatan restroran yang ada vegan cheese nya, tapi dijamin homemade pizza ini JAUH lebih enak daripada frozen pizza yang dijual di supermarket. Karena nggak pakai ragi proses pembuatannya juga jadi super cepat, cocok untuk orang nggak sabaran semacam aku :p By the way kata Ibu, Bapak dan iparku yang non vegan, mereka suka dengan pizza ini, lho. Malah kadang-kadang suka request aku untuk bikin lazy pizza ini lagi kalau weekend ;)

Vegan Burger
Nah ini nih menu yang paling bikin teman-temanku kebingungan. Mereka tahu kalau aku vegan, jadi langsung bisa menebak kalau isi burgernya bukan daging. Tapi waktu mereka mencicipinya mereka nggak bisa tebak apa tepatnya. Jadilah burgerku berkeliling waktu makan siang dan dipakai untuk kuis "tebak isi burger", hehehe :p 
Nenekku pernah bilang kalau rasa makanan itu sebenarnya 80% ditentukan oleh bumbu. Daging, sayuran atau kacang-kacangan bisa sama enaknya kalau bumbunya tepat. Malah bisa jadi lidah kita nggak bisa membedakan apa yang sebenarnya sedang dimakan karena rasanya mirip. Seorang temanku malah langsung meminta resepnya setelah mencicipi burgerku karena anaknya hanya suka daging, dan burger ini sepertinya bisa menipunya, hehehe.


Bahan-bahan:
~ 2 genggam kacang merah (atau kacang hitam) untuk 2 patty.
~ 1 siung bawang merah dan bawang putih.
~ Bawang bombay sesuai selera (aku pakai 1 kepala).
~ Secubit garam dan merica.
~ 1 batang seledri.
~ 1 batang wortel (diparut tipis).
~ All purpose flour.
~ Susu soya.
~ Kecap.

Pelengkap:
~ Burger buns.
~ Tomat dan timun potong.
~ Saus.
~ Vegan margarine.

Cara membuat:
~ Rebus kacang sampai lunak (jangan terlalu lembek) lalu hancurkan dengan garpu, ulekan atau food processor.
~ Iris tipis semua bawang dan seledri lalu campurkan ke lumatan kacang.
~ Pelan-pelan tuangkan susu soya sampai adonan patty mudah dibentuk (konsistensi seperti play doh).
~ Jika sudah mudah dibentuk, masukkan kecap, merica, garam, wortel dan all purpose flour.
~ Bentuk seperti patty lalu panggang di api kecil sampai kecoklatan. Setiap sisi cukup 2 sampai 3 menit saja.
~ Sajikan dengan pelengkapnya seperti burger pada umumnya.

***

Resep-resep masakan vegan yang sehat sudah banyak beredar di mana-mana, baik dalam bentuk buku atau secara online. Yang gue share (di YouTube, Facebook dan Instagram) justru hampir semuanya adalah menu-menu vegan junk food karena masih banyak yang menganggap being vegan=no fun. Padahal aku nggak akan missing out saat pesta barbecue tahun baru hanya karena bingung mau makan apa. Just veganized it! Dan selain untuk rekreasi lidah (satu minggu sekali cukup untuk makan "junk food" ini), menu-menu ini juga cocok untuk yang sedang transisi ke lifestyle yang lebih sehat, ---atau... siapapun yang sedang ingin alternatif dari daging :) 
By the way, adakah di antara kalian yang juga vegan? Kalau ada share dong apa menu junk food favorit kalian di kolom komentar ;)


yang kepengen makan sloppy joes dari kecil,

Indi

---------------------------------------------------------------------
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com

Rabu, 01 Maret 2017

Hadiah untuk Eris si Pet Therapist :)



Baru saja sampai di rumah Ibu berkata kalau ada paket untukku. Waktu dicek ternyata paketnya bukan buatku, tapi Eris! Hahaha. Wah, aku langsung penasaran dan membuka paket yang ukurannya cukup besar itu. Isinya karpet khusus hewan peliharaan!:D Beberapa waktu lalu aku sempat mengikuti giveaway yang diadakan oleh akun instagram @carameldanial yang informasinya gue dapat dari Yayasan Peduli Kucing. Syaratnya sederhana, peserta diminta untuk mengupload foto bersama hewan peliharaan dan menceritakan apa saja yang mereka lakukan sebagai pet therapy bagi "pawrent" nya. Tujuannya adalah agar semakin banyak orang yang tahu tentang "terapi hewan". Aku sih nggak memikirkan tentang menang atau kalah karena memang selalu bahagia jika bercerita tentang Eris :)

Sejak menjadi bagian keluarga 7 tahun yang lalu, aku selalu menganggap Eris istimewa. ---Well, setiap makhluk Tuhan tentu punya keistimewaan masing-masing, dan keistimewaan Eris adalah sifatnya yang pengertian. Karena mengidap severe scoliosis dan masih memakai brace 12 jam perhari, aku nggak bisa berlari karena bisa menimbulkan rasa nyeri. Eris selalu mengimbangi langkahku saat kami berjalan-jalan sore dan nggak pernah mencoba berlari. Padahal ia bisa saja melakukannya kalau mau. Tapi lain ceritanya kalau ia unleash alias tanpa tali... Wuzz! Eris bisa berlari secepat angin! Hihihi. Melihatnya seperti itu membuatku ikut merasakan sensasi bebas luar biasa.



Tiga tahun yang lalu Eris juga pernah menemukan sebuah tumor besar di payudara kiriku. Awalnya aku mengira ada sisa makanan yang menempel di baju karena ia terus-terusan mengendusnya. Tapi karena semakin lama semakin sering, aku pun penasaran dan memeriksakan diri ke dokter. Untung saja belum terlambat. Operasi berjalan dengan lancar, hanya waktu penymbuhannya yang cukup sulit. Aku merasakan sakit yang amat sangat karena bekas jahitan terus mengeluarkan darah. Di saat itulah Eris nggak pernah meninggalkanku, ---membuat aku merasa nyaman. Dengan kata lain, Eris lah yang "merawat" mentalku selama sakit sementara orangtuaku merawat secara fisik. Eris adalah terapisku :)

Pengalamanku dengan Eris rupanya mirip dengan pengalaman Addinda Sonang Danial, pemilik akun @carameldanial. Ini juga yang menjadi alasannya mengadakan giveaway. Dinda adalah pengidap kanker leukimia dan ia memiliki pet therapist bernama Caramel. Caramel adalah seekor anjing terlantar yang diadopsinya tepat sebelum akan disuntik mati! Dari situs pawsunion.com aku jadi tahu betapa luar biasanya Caramel. Ia bisa tahu jika kondisi Dinda sedang drop, bahkan di saat Dinda merasa baik-baik saja. Dan saat waktunya minum obat Caramel akan mengambil lalu melemparkan obatnya agar diminum. Jika Dinda nggak mau meminumnya, Caramel akan menggonggong terus seolah mengingatkan. Amazing! :) 




Mungkin sudah banyak teman-teman yang tahu tentang pet therapy, tapi just in case aku akan menjelaskannya lagi sedikit. Pet therapy adalah terapi yang melibatkan hewan di dalamnya. Biasanya pet therapy dibutuhkan saat seseorang dalam proses penyembuhan dari masalah kesehatan seperti mental health, kanker, penyakit jantung dan lain sebagainya. Pet therapy juga bisa berfungsi agar seseorang bisa lebih "nyaman" dengan apa yang diidapnya. Contohnya seperti aku. Scoliosis nggak bisa disembuhkan (karena bukan penyakit, tapi kondisi yang hanya bisa dikoreksi), tapi dengan Eris rasanya lebih mudah untuk menjalani hari. Hewan apapun bisa menjadi pet therapist karena berbeda dengan service dog, "tugas" pet therapist adalah untuk membantu kita merasa nyaman. Tapi mereka bisa juga double sebagai service dog, seperti Caramel yang bisa mengingatkan Dinda untuk minum obat.

Balik lagi ke cerita Eris dan hadiahnya, awalnya ia agak "terancam" dengan karpet barunya. Mungkin karena berbulu ia jadi mengira kalau itu hewan lain. Sampai-sampai Eris menggeram dan menggigitnya, lho! Hahaha :D Tapi hanya sebentar karena setelah itu Eris langsung duduk santai di atasnya, bahkan lama-lama ia minta disisiri sambil tiduran di sana :) Aku baru tahu kalau karpet @petcarpet_id rupanya mendonasikan sebagian dari hasil penjualannya ke Yayasan Peduli Kucing. Rasanya membuatku semakin happy karena tahu bahwa banyak yang peduli dengan keberadaan hewan-hewan di sekitar kita. Kalau kalian punya anjing atau kucing akusarankan untuk membelinya karena selain berdonasi, kualitas karpetnya juga memang bagus. Kalau Eris bica bicara bahasa manusia, ia pasti akan memberi testimoni panjang lebar tentang karpet barunya, hahaha.

Aku senang, bersyukur dan berterima kasih dengan hadiah yang diberikan @carameldanial untuk Eris. Rasanya semakin meyakinkan kita bahwa hewan memang memiliki maksud dan fungsi untuk tinggal berdampingan dengan kita, ---mereka bukan hanya "sekedar" hewan. Sekali lagi, menang atau kalah bukan masalah untukku. Aku akan selalu menyayangi Eris dengan tulus karena aku percaya Eris juga nggak pernah meragukanku. Dan aku membagi cerita ini (mudah-mudahan) bisa menjadi pengingat agar nggak ada lagi yang menyakiti hewan. Kalian boleh merasa "nggak suka" atau geli saat melihat mereka. Tapi nggak perlu menyakiti atau mengusiknya. Selalu ingat bahwa di suatu tempat ada orang-orang yang tertolong sekali dengan keberadaan mereka. ---Bahkan yang nyawanya diselamatkan oleh mereka. Seperti Eris yang menyelamatkanku dan Caramel yang menyelamatkan Dinda :)

yang sangat beruntung 'memiliki' Eris,

Indi


(Punya pengalaman serupa dengan hewan peliharaan? Kirim cerita kalian ke namaku_indikecil@yahoo.com. Cerita yang menarik akan dimuat di buku Guruku Berbulu dan Berekor 2 yang royaltinya digunakan untuk membantu hewan-hewan terlantar).


-------------------------------------------------------------------
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com