Rabu, 29 September 2010

Hati-hati the Osbournes, Kalian Punya Saingan! :p


Selamat malam semuanyaaaa... Apa kabar?
Hari ini aku nulis dengan keadaan nggak jelas. Alias nggak tau aku lagi mood nulis atau nggak mood nulis (apa sih? lol).
Seharian ini waktu rasanya pendek. Aku turun dari tempat tidur hampir tengah hari, soalnya semaleman aku restless akibat sakit kepala yang ajaib (udah minum obat masih sakit, padahal terapisku bilang aku nggak apa-apa. Nah, ajaib bukan!). Setelah itu buru-buru aku brunch (mau sarapan udah terlambat, hihihihi) terus ambil baju serampangan dan pergi ke kampus buat urusin kelulusan. Wah, sepanjang jalan rasanya kaya lagi ada gempa bumi besar. Kepala aku nyut-nyut-nyut sampai bikin jalankue sempoyongan, hahahaha...

Sykurlah semuanya lancar, surat lulusku udah ada dan tinggal nunggu di tanda-tangani PD I. La, la, la, la, senangnya (padahal PD I itu lah yang paling susah dicari, jadi nggak jelas juga dapet suratnya kapan, hihihihi).
Hmm, semenjak lulus ini aku sering merasa "stress" kalau diem di rumah. Meskipun aku fresh from the oven (alias baru BANGET lulus), tapi nyokap udah khawatir banget (duh!). Beliau pengen aku keluar rumah, menemui orang betulan dan berkomunikasi pake suaraku, bukan hanya lewat internet. Sniff, It would be hard, Ma :p

Akhirnya, sekitar minggu lalu aku mulai cari-cari kerjaan yang pas buatku. (Hmm, sebenernya sih, aku sempet ditawarin magang di sebuah media kampus, tapi sayang ternyata kerjaannya nggak cocok sama fisikku yang "unik", karena harus datang daerah-daerah terpencil di Indonesia, huhuhu).
Tanpa sengaja aku liat ada lowongan untuk host perempuan di sebuah stasiun TV lokal. Nggak pake liat tanggal deadline, syarat, dll aku langsung telepon aja produser TV itu dan bikin janji ketemu (nekat bener, lol). Setelah interview yang lalalala, blahblahblah (banyak becanda dan basa-basinya, hihihi) akhirnya aku dapet kabar kalo posisi host di program TV yang aku pengen udah keisi! Oh, no :'(
Untunglah mereka lagi siapin program TV lain. Memang sih baru bulan depan nanti, tapi nggak apa-apa, lah. Dapet pekerjaan kan nggak mungkin instan :D

Sambil mengisi waktu, produsernya ternyata punya ide gila (lol). Dia pikir pasti bagus kalau keluargaku dan rumah kami dibahas di program TV mereka. WHAT? Aku yang belum izin ortu langsung "iya-iya" aja di depan produser. Untunglah pas aku sampaikan kabar ini ortuku nggak masalah.


Jadilah tanggal 24 kemaren rumah keluargaku di survey. Aku yang waktu itu mau pergi ke kampus sempet-sempetin dulu jadi guide produsernya di rumah yang gedenya nggak seberapa ini (luas bangungan 350 m, 2 lantai dan taman belakang mentok sama jendela kamar, lol).
Sambil tunjukin ruangan-ruangan di rumah, aku pura-pura jadi pembawa acara MTV Cribs, hahahaha. Siapa tau produsernya mikir, "Wah, berbakat sekali gadis manis ini.."
Hihihihi...
Semuanya serba cepet dan mendadak, 3 hari yang lalu, alias tanggal 27 September keluargaku dan rumah kami langsung dishoot! Jadilah kami yang minus banget soal acting di"hajar" habis-habisan. Tapi seru juga, terutama nyokapku yang hobi banget bilang "CUUUUUUUT!" tiap kali dia salah ngomong, hahaha. Belum lagi bokap yang dengan konyolnya acting baca buku "Waktu aku sama Mika" tapi lupa pakai kaca-mata baca. Hihihihi, banyak banget kejadian konyol lah pokoknya. Sayang banget, Puja, adikku nggak bisa ikutan karena lagi kuliah. Sebagai gantinya aku minta kameramen zoom foto dia terus-terusan, lol.

Ya, meski acara ini nggak ada hubungannya dengan pekerjaanku, tapi aku nggak nyesel dan bangga bisa muncul disini. Soalnya pengalaman ini nggak akan pernah aku dapet kalau aku nggak "nekat" ngelamar jadi host di stasiun TV lokal, hihihi.
Oya, buat temen-temen yang tinggal di Bandung, jangan lupa saksikan keluarga kami (cieeee...) di program "IMAH" jam 5.30 sore di STV, hari Jumat tanggal 1 Oktober. Saran dan kritik kami terima dengan senang hati, hahahaha ;)

Sedikit foto-foto di rumah kami:


Kamarku yang girly tapi juga rock n roll


Kamar tidur ortu yang ala keraton, hahahaha.


Ruang tamu


Kamar mandi.


Sehabis shooting: Kang Zein (host), aku dan Kang Bram (arsitek).





My group: Waktu Aku sama Mika (Facebook)
My page: IndiSugar (Facebook)

Sabtu, 25 September 2010

Belajar dari Pak Benigni

Halo?
Ah, lama juga aku nggak duduk di depan komputer tua, nyentuh keyboard dan nulis pengalamanku sehari-hari. Hmm, sebenernya bukan berarti nggak ada yang mau aku ceritain. Belakangan ini hari-hariku menyenangkan dan banyak hal baru, kok. Tapi sakit yang nggak kunjung sembuh bikin aku agak "malas" buat menulis. Selama sebulan ini aku langsung istirahat setelah aktivitas. Maklum, tubuh lagi nggak bisa diajak kompromi :) Padahal banyak sekali hal-hal baru yang pengen aku bagi. Tentang aku yang (hampir) gagal jadi host di stasiun TV lokal, diundang ke acara talkshow favorit, sampai tentang sakitku yang nggak kunjung sembuh.

Tapi sekarang aku nggak akan bahas tentang hal-hal itu. Ya, itung-itung pemanasan setelah lama nggak nulis, aku mau nulis yang santai-santai dulu, hehehe.
Hmm, gimana kalau tentang idolaku? Setuju? Nggak?
Okay, kalau gitu aku bikin tulisan ini khusus buat yang setuju aja. Buat yang nggak setuju, silakan klik "Postingan lain" di sudut kanan halaman ini. Masih ada cerita-cerita aku yang lain, kok, lol.


Aku mengagumi Roberto Benigni. Ya, dia idolaku.
Waktu itu aku masih duduk di bangku SMP dan pertama kali mengenal ia lewat film "Life is Beautiful". Film ini sangat berkesan buatku karena sukses bikin aku nangis di masa pra remaja yang serba "jaim". It was amazing. Sebelumnya aku jarang sekali nunjukin emosi kalau nonton film (kecuali film "Air Bud". That's another story, lol).
Semakin aku dewasa, aku mulai sengaja mencari-cari film aktor asal Itali ini. Dan ternyata memang nggak mengecewakan. (Hampir) semua filmnya sukses bikin aku meneteskan air mata dengan cara yang nggak cengeng. Karena film-film'nya selalu penuh inspirasi dan mengubah rasa takut jadi sesuatu yang "fun".

Tapi ada 2 film favoritku. "Life is Beautiful" dan "The Tiger and the Snow". Film-film ini disutradarai oleh Mr. Benigni sendiri. Yup, he's a genius! Selain bisa akting, dia juga menulis cerita untuk film-film'nya. Dan selama aku mengalami "sakit lama-entah kapan sembuh" ini, aku jadi punya kesempatan buat nonton ulang 2 film kesukaanku ini. Entah untuk keberapa kalinya, tapi kali ini aku masiiiih aja meneteskan air mata.
Hmm, buat yang belum pernah nonton film-film'nya mungkin bakal nggak percaya dengan kesaktian idolaku ini. Aku tau selera orang beda-beda. Tapi aku sarankan kalian untuk menilai sendiri, minimal dari 2 film yang aku sebutkan tadi. Nih, aku kasih review singkatnya. Siapa tau bisa jadi bahan pertimbangan film mana yang mau kalian tonton duluan :)


Life is Beautiful (1997)



Sesuai judulnya, film ini memang menceritakan tentang betapa berharganya kehidupan. Aku menangkap arti yang luas dari film ini, bahwa betapa berharganya pasangan, anak, keluarga dan teman kita meski dalam keadaan tersulit sekalipun.

Guido, seorang Yahudi sederhana yang ceria suatu hari tanpa sengaja bertemu dengan Dora, seorang guru cantik yang berkelas. Meski hanya melihatnya sekilas, Guido langsung jatuh cinta pada Dora. Dengan segala keterbatasannya ia berusaha menarik perhatian Dora sampai akhirnya mereka berhasil menikah.
Beberapa tahun kemudian mereka memiliki anak laki-laki lucu, Giosue, yang membuat kehidupan mereka semakin indah. Hari-hari mereka jalani dengan rasa syukur dan iklas meski mereka hidup sangat sederhana (Dora meninggalkan kehidupan mewahnya dan memutuskan untuk membantu Guido mengelola toko buku kecil).

Hingga 5 tahun kemudian, kehidupan indah mereka dirusak oleh kehadiran tentara Jerman yang "memburu" seluruh keturunan Yahudi. Guido, yang memang seorang Yahudi dibawa secara paksa oleh tentara dan dipekerjakan secara semena-mena. Karena cintanya, Dora (beserta anak mereka, Giosue) menyusul suaminya dan ikut bekerja paksa meski ia sama sekali nggak diizinkan untuk melihat suami dan anaknya.

Selama di kamp pekerja Guido "membohongi" anaknya yang masih sangat kecil bahwa yang sedang mereka lakukan sebenarnya permainan dalam rangka merayakan ulang tahun Giosue. Giosue pun percaya dan menjalani siksaan Jerman dengan gembira karena mengira akan diberikan mobil-mobilan ketika permainan selesai.

Jujur aja, ini adalah film Mr. Benigni yang paling sering aku tonton ulang. Mungkin aku udah nonton film ini sebanyak 10 kali dan masih nangis waktu liat endingnya. Endingnya begitu indah dan "mengejutkan". Saking bagusnya aku sering mengajak teman dan keluarga buat nonton film ini. Aku menikmati sekali reaksi "surprise" mereka sepanjang film ini. Bener-bener film yang menginspirasi :)



The Tiger and the Snow (2005)




Nggak gampang buat me'review film ini. Selain karena twist ending yang nggak asik kalau diceritain duluan, alur film ini juga mungkin agak susah dimengerti kalau nggak ditonton langsung.

Attilio seorang duda beranak dua selalu memimpikan hal yang sama setiap malam. Ia selalu melihat dirinya sendiri menikah dengan mengenakan piama. Anehnya mimpinya selalu terputus karena ia selalu terbangun.
Attilio sangat terobsesi dengan mempelai wanita di mimpinya meskipun ia sudah memiliki seorang pacar. Sayang, Vittoria, wanita impiannya itu nggak mempedulikan Attilio di dunia nyata.

Suatu hari, Attilio mendengar kabar bahwa Vittoria mendapatkan kecelakaan di Baghdad. Tanpa pikir panjang Attilio langsung menyusulnya dari Prancis dengan cara menumpang pada sebuah organisasi kemanusiaan (semacam PMI gitu, lah, lol). Setiba di Baghdad ternyata Vittoria sudah dalam keadaan koma. Dokter yang memeriksanya menyatakan ia sudah sekarat karena di rumah sakit sedang kekurangan obat-obatan. Vittoria pun dibiarkan begitu saja karena keadaan sedang perang dan banyak nyawa yang lebih "berharga" untuk diselamatkan.

Attilio yang sebenarnya tau keadaan Vittoria tetap menemaninya dan menganggapnya seolah sedang tidur. Setiap hari ia mengajaknya berbicara dan mencarikan obat-obatan. Meskipun usahanya sangat beresiko, Attilio nggak pernah berhenti. Bahkan setelah ia ditodong senjata olah tentara Amerika yang menyangka dirinya seorang Arab karena memiliki logat "asing" dan warna kulit yang kecoklatan.

Adegan-adegan tentang perjuangan Atillio mengisi hampir di sepanjang film sampai akhirnya sampai pada ending yang "twist", yang lebih baik di tonton sendiri. Menurutku ini film percintaan yang paling "sempurna" yang pernah ada. Semuanya serba sederhana dan tanpa syarat. 


Ya, itulah reviewku tentang 2 film Mr. Benigni kesukaanku. Aku nulis ini tengah malem dengan mata sepet, tapi semoga aja kalian bisa mengerti bahasa "ajaib" ku, lol. Sekali lagi, aku tau selera orang beda-beda. Tapi aku berani bertaruh kalau kalian nggak akan bisa menolak pesona si jenius Roberto Benigni ;)



NB: Di kedua film, yang memerankan Dora dan Vittoria adalah istri Mr. Benigni di kehidupan nyata, lho.