Ah, senangnya akhirnya aku bisa nulis lagi di sini. Meski baru 2 minggu belakangan saja sibuknya, tapi rasanya sudah berbulan-bulan, hehehe. Apalagi sibuknya makin "terasa" waktu baca banyak pesan dari pembaca yang bilang kalau mereka nggak kebagian buku (plus tanda tangan) ku. Sedih dan "capek" banget rasanya, soalnya maunya aku sih semua kebagian buku. Tapi ada daya (ya ampun kata-katanya, lol) jatah buku dari penerbit sudah habis, bis, bis :)
Tapi hari ini, di sinilah aku, santai di depan komputer di dalam kamar. Baru saja ganti baju pakai piyama, cuci muka, tangan, kaki dan baluran minyak telon (iya, iya, aku memang nggak mandi, lol). Ada sesuatu yang sudah lama pengen aku share, dan hari ini rasanya hari yang tepat.
Jadi begini ceritanya...
*just ignored my "norak" language, lol*
Tapi hari ini, di sinilah aku, santai di depan komputer di dalam kamar. Baru saja ganti baju pakai piyama, cuci muka, tangan, kaki dan baluran minyak telon (iya, iya, aku memang nggak mandi, lol). Ada sesuatu yang sudah lama pengen aku share, dan hari ini rasanya hari yang tepat.
Jadi begini ceritanya...
*just ignored my "norak" language, lol*
Banyak yang bertanya, kenapa novel "Waktu Aku sama Mika" punyaku bisa terbit. Padahal sebelumnya aku belum pernah menulis dan nggak pernah kenal sesorang yang bisa menerbitkan buku. Ada yang menebak aku menerbitkan dengan biaya sendiri, tapi tentu saja tebakan itu salah :) Sebetulnya "Waktu Aku sama Mika" sama sekali nggak direncanakan untuk dibukukan, tapi itu cuma diary pribadiku yang setelah 1 tahun baru diputuskan untuk dibuat blog'nya di Friendster. Nggak disangka, ternyata ada seorang penyunting dari Homerian Pustaka yang baca post-post pendekku. Dia bertanya apa aku berminat untuk membukukan tulisan-tulisanku. Wah, aku keget bukan main waktu disodori kontrak. Sampai-sampai aku sempet bengong selama 1 minggu, hehehe. Tapi dengan yakin aku bilang "YA!" untuk kontrak itu.
Aku nggak pernah tahu kalau novelku ternyata bisa mempengaruhi pembacanya. Ada yang bilang bahwa membaca kisahku membuat dia tahu lebih banyak tentang scoliosis, ada juga yang menjadi lebih "berdamai" dengan HIV/AIDS. Bahkan ada juga yang mengaku merasa "aman" setelah membaca bukuku karena dia--mereka--senasib dengan kisah yang ada dibukuku ("Waktu Aku sama Mika" menceritakan tentang hari-hariku sebagai pengidap scoliosis dan ketika aku berpacaran dengan Mika, seorang pengidap AIDS, btw). Semenjak itu, aku jadi tahu sesuatu: Untuk didengarkan aku hanya perlu bicara. Aku hanya perlu... lakukan saja!
Aku nggak pernah tahu kalau novelku ternyata bisa mempengaruhi pembacanya. Ada yang bilang bahwa membaca kisahku membuat dia tahu lebih banyak tentang scoliosis, ada juga yang menjadi lebih "berdamai" dengan HIV/AIDS. Bahkan ada juga yang mengaku merasa "aman" setelah membaca bukuku karena dia--mereka--senasib dengan kisah yang ada dibukuku ("Waktu Aku sama Mika" menceritakan tentang hari-hariku sebagai pengidap scoliosis dan ketika aku berpacaran dengan Mika, seorang pengidap AIDS, btw). Semenjak itu, aku jadi tahu sesuatu: Untuk didengarkan aku hanya perlu bicara. Aku hanya perlu... lakukan saja!
![]() |
"Waktu Aku sama Mika", sudah 4 kali cetak ulang :) |
Sekarang sih memang sudah terlambat. MJ sudah ada di surga, minatku terhadap es krim nggak sebesar dulu dan aku sudah lulus sekolah.
Hmm, coba ya kalau dulu aku kepikiran buat speak up--bicara--sama seseorang yang lebih dewasa, mungkin wajahku sekarang ada di video clip "Heal the World", hehehehe. Hush! Itu sih artinyaku masih cuma bermimpi tanpa melakukan apa-apa :p
"Waktu Aku sama Mika" jadi langkah kecilku, semenjak itu aku mulai lakukan sesuatu, bukan cuma bermimpi. Aku ingin banyak orang tahu tentang HIV/AIDS. Aku ingin menghapuskan prasangka dan ketakutan masyarakat awam tentang penyakit tersebut. Terdengar naif? Memang :) Tapi toh aku tetap lakukan. Aku mulai menjadi relawan di Yayasan AIDS, menulis buletin untuk kampus dan membuat pin-pin kecil yang isinya quote-quote buatan aku sendiri. Mungkin yang memperhatikan cuma sedikit, mungkin yang berubah juga cuma sedikit. Tapi aku nggak peduli. Sedikit lebih baik dari tidak sama sekali dan aku percaya kebaikan itu menular. Aku yakin di luar sana ada orang yang "tertular" dan melanjutkan niat baikku. Dan aku juga yakin, Tuhan pasti membantu umatnya yang berdoa dan mengusahakan perubahan baik, sekecil apapun itu :)
Begitu juga soal scoliosis. Aku mulai bicara dan nggak lagi diam tapi ingin didengarkan. Aku sadar banyak scolioser-scolioser (pengidap scoliosis) yang kurang terperhatikan. Ironisnya, pengidapnya sendiri yang kurang perhatian. Sebabnya memang macam-macam, bisa karena kekurangan informasi atau karena kurangnya biaya untuk berobat (okay, scoliosis memang nggak ada obatnya, tapi at least ada terapi untuk memperlambat/mengurangi kelengkungannya). Padahal 9 dari 10 pengidap scoliosis adalah perempuan, yang biasanya suatu hari akan menikah dan memiliki anak. Kebanyakan perempuan yang mengidap scoliosis anaknya akan mengidap kelainan yang sama. Ini memang sulit dicegah tapi tentu saja kalau diketahui sejak dini bisa ditanggulangi/diminimalisir tingkat kerusakannya.
Jujur saja, untuk hal ini langkahku untuk didengar agak tertatih-tatih. Aku memulainya dengan mengirim surat pada majalah Gogirl. Nggak disangka ternyata suratku bukan cuma dibalas, tapi reporternya datang untuk mewawancaraiku! Dari satu majalah ke majalah lain, aku mulai bicara dan memberitahu apa itu scoliosis pada siapa saja yang membaca. Tawaran untuk bicara di acara launching Masyarakat Scoliosis Indonesia pun datang. Lebih banyak lagi yang bisa aku bagi. Malah, bahagia sekali waktu akhirnya aku bisa muncul di TV. Sebuah surat yang aku kirim kepada Rosiana Silalahi ternyata dijawab melalui telepon dua hari kemudian oleh Rossy--panggilan Rosiana Silalahi--sendiri. Aku ditawari untuk tampil diacaranya (Rossy-Global TV) dengan tema "Menembus Batas". Tanpa ragu (tapi bukan berarti tanpa grogi, hihihi) aku menerima tawaran itu. Bahagianya aku bisa bercerita banyak dan memberikan informasi soal scoliosis lebih banyak. Aku juga bangga karena bisa ada disana untuk berbicara, padahal aku bukan "siapa-siapa". Berbeda dengan bintang tamu-bintang tamu yang biasanya (sempat ada Krisdayanti, Jusuf Kalla, dll). Tapi sayangnya, untuk bebicara di media lokal ternyata jalannya panjaaaaaaaaaaang kayak coki-coki, lol. Aku baru bisa bicara di TV Bandung justru setelah sebelumnya ada di media-media luar Jawa Barat. Agak aneh. Dan sulit... Tapi aku lega karena usahaku membuahkan hasil :)
![]() |
Untuk program "Rossy". |
![]() |
Untuk program "Hati ke Hati". |
Beberapa waktu lalu aku bahkan punya ide "gila" untuk membuat buku tentang hewan. Rasanya masih jarang sekali orang Indonesia yang menerbitkan, dan untuk peminatnya juga aku belum tahu. Dengan sedikit nekat aku mengirim email pada penerbit. Aku jelaskan konsep bukunya dan tujuan buku ini untuk amal. Royaltinya akan aku sumbangkan ke Kebun Binatang dan organisasi-organisasi fauna.
Kalian tahu apa jawabannya?
Mereka bilang, "YA!" :)
Ya, untuk mewujudkan sesuatu memang nggak mudah. Tapi nggak ada ruginya mencoba. Lebih baik mengeluarkan sedikit tenaga untuk bicara, bertanya dan mengemukakan maksud kita. Lakukan! Kalaupun nggak--belum--berhasil, toh akan ada kesempatan lain dan pasti ada pelajaran yang diambil. Lagipula--sekali lagi--, Tuhan pasti membantu niat baik umatNya.
Jadi apa impian kalian? ;)
![]() |
"Karena Cinta Itu Sempurna" at the bookstores NOW! |
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Blog Sisca
- Blog Fatara
- Blog Sheila
- Blog Ocky
- Blog Ahmed (he's my classmate)
- Blog Adina
- Blog Frey
- Blog Aryba
- Blog Avi
- Blog Bobby
- Blog Ucig
- Lintas Berita: Waktu Aku sama Mika
- Ngerumpi.com: Waktu Aku sama Mika
- Forum kafe Gaul,
dan lain-lain :)