Tampilkan postingan dengan label Kuliah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kuliah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 22 November 2019

Cara Ampuh Cari Tempat Kuliah Online yang Berkualitas dan Tepat

Di era yang semua serba canggih ini, di mana kemajuan teknologi membuat semua mudah untuk diakses, kuliah pun sekarang tidak harus dilakukan dengan tatap muka langsung di kelas. Sudah banyak dibuka kelas-kelas kuliah online yang bisa dilakukan di mana dan kapan saja. Buat kamu sekarang yang sedang cari tempat kuliah online yang berkualitas dan tepat, tidak perlu ke luar negeri. Karena di Indonesia kini sudah banyak perguruan tinggi yang menyediakan kuliah online dengan kualitas bagus. Sebagai seorang mahasiswa yang memilih kuliah online, persiapan dan perencanaan yang baik perlu dilakukan supaya mencapai hasil yang maksimal. Dalam perkuliahan online atau kuliah non tatap muka ini, mahasiswa tidak dituntut rutin datang ke kampus. 
Kuliah Online juga merupakan salah satu sarana pembelajaran interaktif yang sekarang ini lagi banyak diminati para mahasiswa terutama yang sudah bekerja. Dosen dan mahasiswa dapat berkomunikasi dengan menggunakan media internet kapanpun dan dimanapun sesuai kesepakatan perkuliahan. Dosen dapat memberikan materi kuliah, baik berupa file, video, maupun tulisan (teks) dan lainnya. Melalui kuliah online ini, seorang dosen juga bisa mengajar di beberapa tempat secara bersamaan. Kuliah online adalah kuliah yang bisa dilakukan tapi tanpa harus menghadiri kelas yang ada di kampus seperti biasanya. Ada beberapa tips yang bisa kamu coba agar perkuliahan online kamu sesuai dengan minat dan bakatmu. 

Tentukan Jurusan Sesuai Minat
Hal ini juga hampir sama dengan memilih kuliah offline, kamu juga harus memilih jurusan yang sesuai dengan apa yang kamu sukai. Karena kalau kamu memilih jurusan kuliah online yang tidak sesuai dengan minat dan tidak kamu sukai, maka kamu akan mudah bosan dan pada akhirnya kamu tidak konsisten mengikuti perkuliahan tersebut. Hal tersebut justru akan membuat kamu tidak bisa menyerap ilmu yang diajarkan dosen saat kuliah online.

Pilih Jurusan Yang Sesuai Dengan Kemampuan
Selain memilih jurusan yang kamu sukai, kamu juga harus mempertimbangkandengan baik mengenai jurusan tersebut yang sesuai dengan kemampuan kamu. Metode kuliah online berbeda dengan kuliah offline, hal tersebut akan bisa menjadi masalah tersendiri bila kamu salah memilih jurusan yang tidak sesuai kemampuanmu di perkuliahan online.

Pertimbangkan Akreditasi Jurusan Di Perkuliahan Yang Kamu Pilih
Setiap perguruan tinggi pastinya mempunyai akreditasi untuk masing-masing jurusan yang mereka punya tidak terkecuali perguruan tinggi yang menyediakan kuliah online. Pilihlah jurusan dengan akreditasi yang cukup baik, karena nantinya mau tidak mau akreditasi tersebut akan menjadi pertimbangan sebuah perusahaan ketika kamu melamar pekerjaan.

Mencari Banyak Info Dan Konsultasi Berdasarkan Pengalaman
Kalau kamu punya kakak atau teman yang sebelumnya sudah mencoba kuliah online, ada baiknya kamu berkonsultasi dengannya untuk mencari info. Bertanya langsung secara nyata akan memudahkan kamu. Menyesuaikan antara fakta pengalaman yang terjadi dengan kemampuan yang kamu miliki.

Usahakan Memilih Jurusan Yang Dibutuhkan Dimana-Mana Atau Bisa Masuk Banyak Bidang
Selain mencari jurusan yang peluang kerjanya banyak, kalau kamu belum tahu mau apa, mencari jurusan yang fleksibel untuk kerja dimana saja juga merupakan ide yang bagus. Jurusan Teknik informatika atau akuntansi yang selalu dibutuhkan perusahaan apapun latar belakang perusahaannya bisa jadi pilihan yang baik. Tapi ingat, pertimbangkan kemampuan dan minat kamu dulu ya.

Cari Tau Mengenai Biaya Perkuliahan Online Di Tiap Referensi Dengan Teliti
Sebagaimana program studi di tiap universitas akan berbeda dengan program studi yang lainnya, maka sudah seharusnya kamu mengetahui berapa kisaran biaya pada tiap kampus. Informasi ini akan bermanfaat untuk menyusun perbandingan harga. Jika sudah tahu harga dan fasilitas yang terbaik, kalian mulai bisa menyusun anggaran pendidikan dengan tepat dan memilih sesuai dengan kemampuan keuangan. 

Sejauh ini, kuliah online begitu membantu dalam meningkatkan proses belajar dan mengajar yang tidak dapat dilakukan di kelas nyata karena adanya keterbatasan ruang dan waktu dalam belajar. Apabila kamu masih merasa bingung dan butuh informasi lebih lanjut, maka bisa buka link berikut ini https://www.cekaja.com/info/tempat-kuliah-online-murah-dengan-kualitas-baik-di-indonesia/. Semoga bermanfaat!

Sabtu, 14 Januari 2017

Scoliosis, HIV/AIDS dan Skripsi

Sore itu aku menunggu Bapak pulang dengan nggak sabar. Gue ada janji dengan seseorang pukul 4 sore sementara waktu sudah menunjukan pukul setengah 4 sore, ---lebih sedikit. Desember selalu menjadi bulan yang sibuk untuk keluargaku. Ibu dan Bapak sibuk dengan pekerjaannya di bidang fashion, sementara aku sibuk dengan kegiatan yang berhubungan dengan hari AIDS sedunia. Tapi hari itu aku berusaha menyempatkan diri untuk bertemu dengan seorang mahasiswi dari salah satu universitas di Bandung. Aku sudah berjanji jauh-jauh hari, jadi meskipun sebentar aku harus bisa.

Menunggu Bapak untuk mengantarkanku wawancara.

Waktu akhirnya Bapak datang aku masih belum bisa lega. Sepanjang jalan sangat macet. Mungkin karena tempat kami janjian berada di pusat kota, mungkin karena banyak yang sedang menghabiskan libur akhir tahun, ---atau mungkin juga karena keduanya. Setelah masuk area parkir aku jadi agak menyesal karena memilih mall sebagai tempat pertemuan. Aku dan Bapak harus memutar beberapa kali sebelum menemukan tempat yang kosong. Uh, 15 menit, lho... Padahal maksudku memilih mall agar tempatnya mudah dijangkau dan jaraknya fair bagi kedua belah pihak, tapi malah begini :'D Kalau dipikir lucu juga ya, seharusnya sebagai warga Bandung aku sadar kalau musim liburan Bandung pasti jadi milik bersama :p

Seperti yang aku duga, Dyah, ---nama mahasiswi itu, sudah menungguku di area food court. Ah, rasanya nggak enak sekali karena sudah membuatnya menunggu selama 15 menit:( Dyah ingin mewawancaraiku sebagai narasumber untuk skripsinya yang bertema scoliosis. Rupanya ia juga seorang scolioser, ---yang kurvanya lebih kecil dariku, dan dulu sempat terapi di tempat yang sama denganku. Tanpa berlama-lama ia langsung mengeluarkan handphonenya untuk merekam dan mengajukan beberapa pertanyaan. Aku sudah sering menjadi narasumber, ---bahkan sebelum skripsiku sendiri selesai, hehehe, ---tapi kali ini agak berbeda karena pertanyaan-pertanyaan Dyah yang unik.

Sama seperti yang sudah-sudah, selalu ada pertanyaan 'standar' seperti, kapan aku tahu mengidap scoliosis dan tentang terapi-terapi apa saja yang sudah pernah aku lakukan. Tapi lalu Dyah bertanya tentang terapi favorite dan least favorite ku. Hahaha, biasanya pertanyaan seperti itu diajukan kalau bicara soal film, musik atau bahkan makanan kan :D Dyah juga bertanya tentang apa yang aku pikirkan jika ada game dengan tema scoliosis. Well, honestly meski aku berusaha 'memasyarakatkan' scoliosis dengan cara menyematkannya di daily basis, tapi soal game sama sekali belum pernah terpikir :O Genius! Rupanya Dyah memang ada rencana untuk membuat game scoliosis. Aku belum tahu seperti apa detailnya, tapi mendengarnya saja sudah membuatku super happy :D

Setelah wawancara selesai aku langsung pamit untuk pulang. Agak terburu-buru, tapi aku pastikan Dyah mendapatkan semua jawaban yang ia butuhkan. Aku berpesan padanya jika masih ada yang kurang bisa mengirimiku email dan akan kujawab kemudian. Fiuh, lega rasanya karena akhirnya ada janji wawancara skripsi di Bulan Desember yang terpenuhi. Sebenarnya di bulan yang sama cukup banyak yang memintaku menjadi narasumber, tapi sayangnya terpaksa harus aku tolak karena waktunya kurang pas. Aku selalu berusaha untuk menyempatkan memenuhi meskipun sebatas via email atau telepon. Kalau ada yang terlewat rasanya 'ganjel' sekali. Mungkin teman-teman heran kenapa aku segitu ngototnya soal skripsi ini. Memang apa untungnya untukku?

Bersama Dyah. Meski sedikit terburu-buru tapi semua pertanyaan sudah terjawab :)



Scoliosis, HIV/AIDS; Dua Hal Berbeda tapi Sama yang Jarang Dibicarakan

Aku didiagnosis mengidap scoliosis ketika berusia 13 tahun dan 2 tahun kemudian mengenal Mika yang ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Selain saling mencintai, kami juga punya persamaan lain yaitu memiliki 'sesuatu' di tubuh kami yang somehow orang jarang sekali mau membicarakannya. Aku masih ingat dulu ketika awal menggunakan brace (penyangga tulang belakang untuk scoliosis), keluarga besarku enggan sekali membicarakannya. Aku nggak yakin dengan alasan tepatnya. Entah karena denial, berpura-pura brace ku invisible atau malah karena menganggap scoliosis bukan sesuatu hal yang penting. Ibu dan Bapak pun awalnya begitu, mereka hampir nggak pernah membicarakannya kecuali jika memang harus sekali, ---seperti misalnya saat mendaftar ke sekolah baru. 

Karena sudah terbiasa aku pun jadi sempat menganggap apa yang mereka lakukan adalah benar. Aku jadi ikut enggan membicarakannya, bahkan saat ada teman satu kelas yang bertanya tentang kondisiku. Tapi pelan-pelan aku dan orangtua mulai sering membicarakan tentang scoliosis, terutama karena mereka akhirnya sadar bahwa apa yang aku alami bukan sekedar masalah 'kosmetik'. Ini mempengaruhiku 24 jam sehari dan sepanjang hidupku. Kami mulai berinisiatif untuk 'memasyarakatkan' scoliosis pada lingkungan sekitar. Aku di-encourage untuk memakai brace di luar baju dan bahkan menjadi narasumber untuk beberapa acara TV dengan didampingi Ibu dan Bapak.

Tapi jika bicara soal keluarga besar lain lagi ceritanya. Ada salah satu om ku yang nggak setuju jika aku bercerita tentang scoliosis di media, terutama TV. Beliau bahkan sampai mengutarakan keberatannya kepada Bapak. Alasannya sungguh membuatku tersinggung. Beliau berkata bahwa aku nggak perlu melakukan itu, dan dengan jujur soal kondisiku bisa membuat laki-laki 'berpikir dua kali' untuk dekat denganku (---padahal nggak ngaruh ya, yang naksir aku banyak, lol). Aku nggak akan cerita tentang detailnya, yang pasti ini sempat membuat orangtuaku meradang. Apalagi pernyataan om ku itu nggak mendasar; beliau hanya tahu scoliosis sebagai 'masalah' fisik. Syukurlah pada akhirnya om ku meminta maaf. Goal ku adalah agar suatu hari nggak ada lagi yang berpikir seperti beliau. Karena saat aku berbicara tentang scoliosis sebenarnya ada misi penting di dalamnya (---akan aku jelaskan di bawah).

HIV/AIDS mungkin sekilas terkesan jauh berbeda dengan scoliosis. Tapi semenjak mengenal Mika aku jadi sadar bahwa 'kondisi' kami nggak jauh berbeda. Sama seperti scoliosis, orang juga enggan membicarakan tentang HIV/AIDS. ---Bahkan lebih buruk lagi, pengidapnya mendapatkan stigma dan diskriminasi. Aku masih ingat ketika SMA teman-teman dan guru nggak begitu mengganggap Mika. Jika pun ia dibicarakan pasti hanya dari sisi negatifnya saja. Mika bisa melakukan seribu kebaikan dan orang masih juga nggak bisa melihatnya. Orang nggak akan peduli betapa Mika membuatku happy, membuatku lebih percaya diri dan hal-hal baik lainnya. Yang mereka lihat hanya satu: virus yang ia idap. Padahal Mika lebih dari itu. Mika adalah laki-laki tercerdas dengan sense of humor terbaik yang pernah aku kenal!


Speak UP! Raise the awareness!

Semakin dewasa aku semakin sadar bahwa berpura-pura dan menolak membicarakan scoliosis dan HIV/AIDS hanya membuat keadaan semakin buruk. Let's talk about scoliosis first. Berapa banyak orang yang tahu apa itu scoliosis? Berapa banyak orang yang tahu bahwa scoliosis bisa jadi sesuatu yang serius terutama jika kurva pengidapnya sudah besar? Sayangnya masih sedikit. Bahkan memiliki anggota keluarga yang mengidap scoliosis pun bukan jaminan memiliki pengetahuan yang cukup. Aku mengerti bahwa sebagian orang enggan membicarakannya karena dari luar scoliosis hanya terlihat seperti tulang yang bengkok. Padahal scoliosis bisa mempengaruhi kualitas hidup pengidapnya karena, ---of course organ tubuh lainnya pun ikut terpengaruh.

Aku bersyukur karena sekarang semakin banyak media yang bisa digunakan untuk 'bicara'. Dari berbagai macam sosial media, blog sampai situs-situs unggah video gratis. Aku bisa memberikan informasi yang benar (---well, aku berusaha) tentang scoliosis dan berbagi tentang kehidupanku sebagai seorang scolioser. Semakin banyak orang yang tahu tentang scoliosis maka semakin berkurang pula ke ignorant-an orang tentang isu ini. Scoliosis memang bukan hal yang menyenangkan, tapi deteksi dini bisa mempermudah koreksi dan penanganan pengidapnya. Sering kali aku menerima email dari para orangtua yang baru sadar anaknya mengidap scoliosis setelah menonton film Mika! Siapa sangka, hal sesederhana melihat caraku berjalan dan melihat lengkung punggungku di film bisa 'menyelamatkan' anak-anak remaja mereka. Banyak di antara mereka yang ketahuan saat kurvanya masih kecil sehingga belum membutuhkan operasi :)

Dengan berani berbicara juga membuat scolioser lain yang tadinya bersembunyi mulai bermunculan. Banyak di antara mereka yang ragu untuk bicara karena takut dibilang manja atau dikira ingin diistimewakan. Dan itu juga yang terjadi padaku dulu. Betapa takutnya untuk berbicara tentang kondisiku pada guru olahraga karena khawatir dinilai lemah dan menjadi bahan ejekan teman-teman. Dan hal terpenting yang "didapat" dari speak up adalah bisa membuat scolioser sadar bahwa mereka nggak sendirian. Saat sedang berjuang di ruang fisioterapi, saat sedang memakai brace 23 jam setiap hari, saat sedang menunggu di pinggir lapangan sementara teman-teman sekalas mengikuti pelajaran olahraga, ---mereka, kita akan ingat bahwa di suatu tempat ada scolioser lain yang juga sedang merasakan hal yang sama :)

Dan tentang Mika, aku merasa ia bisa mendapatkan lebih banyak kesempatan dalam berbagai hal jika saja orang melihat ia di luar status HIV nya. Menolak untuk membicarakan, berpura-pura nggak ada yang terjadi dan meng-ignore keberadaannya hanya membuat keadaan semakin buruk. Dan yang aku maksud sebagai 'semakin buruk' bukan hanya tentang Mika, tapi juga tentang mereka. Aku berani bilang dengan menolak Mika mereka miss out banyak hal seru dan menarik tentang Mika. Mereka nggak akan pernah tahu betapa cerdas dan betapa hangatnya kepribadian Mika hanya karena mereka 'takut' dengan HIV/AIDS. Aku nggak menyalahkan mereka, karena apa yang sudah melekat selama berpuluh-puluh tahun pasti susah sekali dihilangkan. Saat mendengar HIV/AIDS yang melintas di benak kebanyakan orang pasti kesan seram. Padahal benarkah demikian?

Karena menolak membicarakannya orang terkadang lupa bahwa HIV/AIDS 'sama saja' seperti flu dan virus lainnya. Siapa saja bisa terjangkit dan belum tentu karena apa yang dilakukannya. Tahukah kalian bahwa banyak ibu rumah tangga dan anak-anak yang juga berstatus sebagai ODHA? Dan jika pun ada orang yang terjangkit virus HIV karena lifestyle atau sesuatu yang mereka lakukan... we are all human after all. Kita nggak punya hak untuk men-judge atau berkata hal buruk tentang mereka. Mari kita mencoba menilai seseorang 'melampaui' apa yang ia idap. Perlakukan setiap orang sebagaimana kita ingin diperlakukan. Terdengar klise dan sangat PPKN, ---but it works, haha, trust me. Kenapa kita mengucilkan seseorang sebelum mengenalnya lebih jauh? Padahal kita nggak tahu apa pengaruhnya orang itu terhadap diri kita, ---bahkan orang banyak jika saja diberikan kesempatan.

Aku pakai Mika sebagai contoh kecilnya saja, bahwa banyak orang di sekitarnya yang miss out dengan kepribadian luar biasa Mika (---saat mengetik ini pun aku tiba-tiba teringat dengan aksi ala 'rockstar' nya yang membanting gitar imajiner, hahaha). Kita mungkin pernah membaca berita tentang seorang anak yang dikucilkan atau diusir dari desanya karena ia mengidap HIV. Atau malah pernah menonton video tentang anak yatim piatu yang sulit diadopsi karena ia mengidap HIV. Coba bicarakan tentang HIV/AIDS, speak up, ---edukasi diri sendiri dengan fakta-faktanya maka 2 headline tersebut akan terasa janggal karena tiba-tiba kita nggak lagi melihat ada kata "HIV" di judulnya. Siapa yang tahu di masa depan apa yang terjadi dengan anak-anak itu? Mereka bisa saja calon penemu hebat, calon pemimpin hebat, ---siapa tahu. Dan kita missing out hanya karena menolak kehadiran mereka.


Scoliosis dan HIV/AIDS Sekarang

Things will get better, aku percaya itu. Perjalanan memang masing panjang. Bahkan keluarga besarku belum 100% menerima baik tentang scoliosis (baca: kalau scoliosis itu nggak lebih dari masalah kosmetik a.k.a nggak penting) juga tentang HIV/AIDS. Tapi aku percaya nggak ada hal yang sia-sia, dan yang instan pun belum tentu baik. Aku menikmati perjalananku dalam memasyarakatkan scoliosis dan menghapuskan stigma pada ODHA. Aku nggak akan pernah berhenti speak up dengan cara memanfaatkan setiap kesempatan sekecil apapun itu. Kalau ini film Toy Story, situasi sekarang mirip seperti saat Woody dan teman-teman melihat claws saat hampir dibakar di pembuangan sampah. "I see the light", hehehe (---eh, kok malah film Tangled, lol). Sepupuku yang berusia 10 tahun bisa secara santai berbicara tentang bagaimana HIV bisa menjangkiti tubuh seseorang tanpa di "sssh" oleh orangtuanya karena dianggap tabu. Dan aku pun bisa tersenyum lebar ketika iparku bercerita bertemu dengan seseorang yang menggunakan brace di luar baju dengan penuh percaya diri. 

Sekali lagi, I believe things (will) get better. Berpura-pura nggak melihat apa yang terjadi di sekitar kita nggak membuat situasi menjadi lebih baik. Speak up, ---beritahu dunia bahwa kita ada. Bukan karena ingin diistimewakan tapi karena semua orang punya hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan :)


Lagu yang aku ciptakan untuk teman-teman istimewa :) #scoliosisawareness


girl with a cheeky spine,

Indi

___________________________________________
*Ingin mendukungku dengan memiliki karya-karyaku? Klik www.homerianshop.com dan ketik judul novelku (Waktu Aku sama Mika/Karena Cinta Itu Sempurna/Guruku Berbulu dan Berekor) di kolom "cari".
*Ingin berkontribusi untuk novel Guruku Berbulu dan Berekor Part 2? Kirim cerita menarik dan menginspirasi kalian dengan hewan peliharaan ke namaku_indikecil@yahoo.com. Royalti untuk didonasikan ke penampungan hewan.


___________________________________


Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com

Jumat, 05 Juli 2013

My Graduation Speech :)


Wisuda Tadika Puri, 4 Juli 2013 di Graha Bayangkara, Bandung.




Persiapan sebelum wisuda:

What I wore? DIY Flower crown | Necklace: gift from Ray (Pangandaran) | Dress: Design by  me | Bag: Michael Kors | Shoes: FLD









Saat acara wisuda:


 



Dan... gue mendapat penghormatan untuk membaca pidato kelulusan (graduation speech) :D






The Speech:

"Salam sejahtera bagi kita semua.
Senang sekali saya bisa berada di sini, mendapatkan kesempatan yang sangat luar biasa.

Menjadi bagian dari keluarga besar Tadika Puri merupakan pengalaman yang berharga bagi saya. Sejak dulu saya selalu ingin menjadi seorang guru, dan Tadika Puri merupakan pilihan yang tepat. Saya mendapatkan banyak pelajaran, pengalaman dan jalur yang jelas untuk menjemput impian saja. Bukan hanya materi, tapi Tadika Puri juga memberikan praktek langsung yang sangat membantu saya di dunia mengajar yang sesungguhnya. Membangun kepercayaan diri saya lebih kuat dan berkarakter. Bukan itu saja Tadika Puri juga memberikan saya banyak teman-teman baru.

Terima kasih banyak saya ucapkan kepada Tadika Puri yang telah mengantarkan saya sejauh ini. Sekarang saya telah menjadi seorang guru di sebuah British Preschool. Dan berkat Tadika Puri saya bisa menangani anak-anak bukan hanya dengan kasih sayang, tapi juga ilmu pengetahuan!"





salam,

Indi

Facebook: here | Twitter: here | Contact Person: 081322339469

Senin, 14 Januari 2013

My 3rd Meet and Greet: Back to Basic :)

Hai, bloggies! How's your January going? Semoga semuanya lancar dan sehat selalu, ya. Amen :) Buat gue sendiri Januari menjadi awal untuk hal-hal baru. Well, nggak benar-benar baru, sih, semuanya sudah direncanakan sejak tahun lalu, tapi di awal tahun inilah semuanya mulai terlaksana. Salah satunya adalah meet and greet gue yang ke tiga. Setelah sebelumnya diadakan di toko buku, kali ini gue (dan Ray) ingin sesuatu yang berbeda. Meet and greet diadakan di kampus! Iya, di kampus tempat gue dulu kuliah, Universitas Pasundan :)

Awalnya gue sempat khawatir meet and greet akan batal diadakan mengingat hari yang gue pilih bertepatan dengan ujian semester. Tapi setelah dipikir-pikir kembali, ini justru waktu yang tepat karena minggu depan promo film "Mika" sudah dimulai dan hari-hari sibuk gue di pre school semakin dekat. Jadi dipilihlah tanggal 11 Januari dengan mengambil tema "Back to Basic". Tema ini sebagai ungkapan rasa terima kasih gue pada universitas tempat dimana gue belajar dan mendapatkan banyak pengalaman berharga. Selama 5 tahun gue di sana, bukan hanya gelar sarjana ilmu politik yang gue dapatkan, tapi juga pengalaman menjadi anggota paduan suara dan tentu saja mengasah kemampuan gue menulis karena dulu gue cukup sering mendapat hukuman untuk menulis makalah panjang, hehehe :D

Dengan bantuan Pak Deden Ramdan (wakil Dekan 3), meet and greet diadakan di Ruang Rapat Dekan. Kami mandapatkan bantuan dari 15  orang mahasiswa untuk mendekor ruangan agar nampak lebih santai (you know lah ruang rapat, lol). Gue sangat puas dengan hasilnya, meja-meja berwarna coklat kaku disulap menjadi ceria dengan menggunakan taplak berwarna pink, bahkan pohon cemara mini di sudut ruangan pun dihiasi dengan kertas krep warna-warni. Sweet :) Gue bersyukur sekali banyak yang membantu mewujudkan acara ini. Bahkan di detik-detik terakhir sebelum acara (well, sebetulnya 2 malam, lol) seorang teman (Frisky) membuatkan desain untuk banner dengan cuma-cuma. Wow! :)

Banner hasil desain Frisky :)
SWEET TREATS! :D

Sama seperti meet and greet sebelumnya, Ray yang menjadi MC (sekaligus seksi sibuk, hehehe). Acara dimulai dengan sambutan dari Pak Deden Ramdan. Lucunya, beliau sama sekali nggak tahu bahwa gue adalah seorang penulis novel. Padahal saat gue masih kuliah pun novel pertama gue sudah terbit, lho, hehehe. Tapi itu bisa dimaklumi, sih, gue bukan anak yang populer waktu dulu. Sehabis kuliah pasti langsung pulang ke rumah, jadi hanya sebagian dosen saja yang tahu bahwa gue penulis :) Orang tua gue, Ibu dan Bapak yang juga hadir tersenyum-senyum saat Pak Deden mengungkapkan rasa bangganya terhadap gue. Wah, itu benar-benar moment yang berharga. Award apapun rasanya nggak akan pernah bisa menggantikan senyum bangga mereka :)

Pak Deden Ramdan
Ray sebagai MC
My proud parents :)

Setelah itu acara dilanjutkan dengan review karya-karya gue. Gue menceritakan tentang proses pembuatan novel "Waktu Aku sama Mika", "Karena Cinta itu Sempurna" dan "Guruku Berbulu dan Berekor". Waktu gue menceritakan tentang bagaimana awalnya gue menjadi penulis ternyata banyak yang tertawa geli karena gue bilang bermulai dari Friendster. Hehehe, ternyata gue generasi tua, ya, sudah banyak yang lupa bahwa sebelum ada Facebook sempat ada social media bermana Friendster :p
Dari novel berlanjut ke film, gue bercerita tentang film "Mika" yang sebentar lagi tayang di bioskop. Film itu terinspirasi dari novel pertama gue, "Waktu Aku sama Mika" sekaligus pengalaman hidup gue semasa SMA. Kami menonton behind the scene dan trailer-nya bersama-sama. Waktu lampu dimatikan diam-diam gue memperhatikan wajah seisi ruangan. Syukurlah semuanya tampak menikmati dan terhanyut :)
Trailer-nya diputar sampai dua kali, lho. Karena ada beberapa orang yang terlambat datang dan... Ray ternyata ingin melihatnya sekali lagi, hehehe...

Showing my 3rd book: Guruku Berbulu dan Berekor :)
Trailer MIKA :)

Sebelum sesi interaktif di mulai, teman-teman yang datang ke acara meet and greet dipersilakan untuk menikmati jar cake dari The Dream's Cake dan minuman Teh Botol Sosro. Banyak yang berkomentar bahwa kemasan  jar cake-nya cute dan sayang untuk dimakan, hehehe. Padahal kalau nggak dimakan pasti menyesal karena rasanya enak banget :D Sedangkan Teh Botol Sosro benar-benar sesuai slogannya: "Apapun makanannya minumnya Teh Botol Sosro", karena gue saja sampai minum dua kotak, hehehe.

Teh Botol Sosro (Sinar Sosro)
Jar Cake dari The Dream's Cake (cute bangeeeet)!
Bekal-Bekal memberikan lunch untuk seluruh panitia UNPAS, dan untuk gue spesial: HELLO KITTY! Kyaaa *pingsan*
Perwakilan dari Togamas. Wah, terima kasih banyak :)

Sambil masih makan dan minum, teman-teman yang datang mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Sesi interaktif ini (tanya jawab) dibagi dua, sesi pertama untuk pertanyaan seputar film, sedangkan yang ke dua untuk pertanyaan bebas. Gue dapat banyak pertanyaan menarik, terutama seputar cast film "Mika". Karena Ibu dan Bapak gue hadir, banyak yang membandingkan sosok mereka dengan yang ada di film. Ternyata komentarnya rata-rata sama, Ibu dan Bapak cocok sekali diperankan oleh Dona Harun dan Izur Muchtar, hehehe. Sebenarnya sebelum gue tahu bahwa mereka dipilih sebagai cast Ibu dan Bapak, gue sudah sering bilang bahwa nggak ada artis dan aktor lain yang cocok untuk memerankan orang tua gue selain Izur dan Dona. Wah, ternyata nggak salah pilih, kan, hehehe :D

Love to see their happy face! :)
Karena diadakan di kampus, teman-teman yang datang bukan hanya pembaca novel-novel gue, tapi ada juga yang belum pernah membaca karya gue sebelumnya. Karena itulah ada beberapa diantara mereka yang cukup terkejut waktu tahu bahwa gue adalah seorang scolioser atau pengidap scoliosis. Gue sangat terbuka dengan ini dan dengan senang hati menjawab jika ada yang bertanya. Gue rasa menjadi seorang scolioser itu istimewa, tapi jika gue bukan seorang scolioser pun gue tetap istimewa karena Tuhan menciptakan setiap manusia dengan fungsi dan keistimewaan masing-masing. Ada sebuah moment yang membuat gue terharu,ada yang bertanya pada Bapak bagaimana perasaannya ketika tahu bahwa gue pernah berpacaran dengan Mika yang mengidap AIDS. Bapak menjawab dengan sangat fair, beliau bilang awalnya khawatir, tapi lalu menganggap bahwa gue dan Mika nggak ada bedanya, sama-sama mengidap sesuatu yang nggak ada obatnya dan beliau nggak punya hak menyalahkan Mika karena kita nggak pernah tahu apa yang menimpanya. Gue pun spontan berteriak "I LOVE YOU, DADDY" dan dibalas senyuman Bapak. Precious... :')
Oh, ya sebenarnya gue sudah bosan jika ada bertanya apakah Ray pernah merasa cemburu dengan Mika. Tapi dikesempatan ini Ray menjawabnya sendiri, bahwa dia nggak pernah sedikitpun cemburu karena Mika dan dia mempunyai tempat yang berbeda, dan tentu saja dia senang selama gue juga senang :) Ya, that's my man! :)

My proud Daddy :)

Di kedua sesi ini semua yang bertanya mendapatkan aksesoris dari Vocus. Aksesoris handmade yang dibuat secara terbatas. Lucu-lucu, lho, gue sampai hampir pengen simpan buat sendiri saja, hehehe. Tapi yang dapat hadiah bukan hanya yang bertanya, 10 teman-teman yang datang pertama juga mendapatkan hadiah dari Homerian Pustaka berupa novel "Waktu Aku sama Mika" atau "Karena Cinta itu Sempurna". Lucu sekali kadang ada yang menawar ingin mendapatkan novel yang mana dengan alasan salah satunya sudah punya, hehehe :D 

Dapat aksesoris dari Vocus :)
Dapat "Waktu Aku sama Mika" dari Homerian Pustaka :)
Nama-nama 10 orang yang pertama datang. Congrats! :D
Datang tepat waktu dapat hadiah (padahal gue sendiri terlambat, lol)
Dapat "Karena Cinta itu Sempurna" dari Homerian Pustaka :)

Acara ditutup dengan sesi favorit gue, yaitu book signing dan foto bersama. Gue sangat menyukainya karena inilah kesempatan gue untuk sedikit mengobrol dengan teman-teman pembaca. Mendengar reaksi mereka secara langsung selalu memberikan perasaan yang... hmm... bagaimana ya menjelaskannya... pokoknya lebih menyenangkan daripada ditraktir es krim oleh Johnny Depp! :D 

Cici dari HIMHI Unpas. Terima kasih banyak bantuannya :))


Gue sangat bahagia karena acara meet and greet "Back to Basic" ini berjalan dengan lancar. Bertemu dengan teman-teman pembaca membuat gue lebih semangat lagi dalam melakukan segala hal positif. Gue harap akan ada pertemuan-pertemuan berikutnya lagi, karena ini adalah yang ke tiga kali dan setiap pertemuan rasanya selalu berbeda :) I feel really blessed. Thank God.. Thank God... Tuhan sangat baik karena memberikan gue kesempatan dan lingkungan yang suportif, gue harap bisa mempergunakannya sebaik mungkin, amen...
Dan terima kasih banyak untuk yang telah mendukung acara ini, Ibu, Bapak, Ray, The Dream's Cake, Bekal-Bekal, PT. Sinar Sosro, Vocus, Homerian Pustaka, Togamas, Universitas Pasundan dan seluruh teman-teman yang telah menyempatkan hadir. Bless you! :)

Bersama Unpas dan Sofi, admin Indi Sugar's FC (friends Club) :))


ps: Tanggal 15 Januari gue akan menghadiri gala premier film Mika. Doakan semua lancar dan jangan lupa nonton filmnya di bioskop tanggal 17 Januari nanti, ya! :)

cheers,

Indi

__________________________________________________
Contact me: here or here. Contact person: 081322339469

Sabtu, 14 April 2012

Reuni Paduan Suara: Bertemu Kak Immanuel Lagi dan Mendengar Cerita Darinya :)


Howdy my blogger friends?! :D
Wah, sudah weekend lagi, ya? Kok sepertinya ada aturan nggak tertulis kalau aku selalu nge-post di akhir minggu? Hihihi... Well, sebenarnya sih ini bukan disengaja, apalagi direncanakan. Tapi kebetulan saja waktuku selalu lebih senggang di akhir minggu. Sudah 2 minggu ini aku menjadi guru pendamping di playgroup dan 3 kali seminggu aku kuliah dari siang sampai sore. Setiap weekend pasti kuusahakan untuk memanfaatkannya dengan hal-hal fun. Nah, seperti hari sabtu tanggal 7 April kemarin, aku menghadiri reuni kecil-kecilan Paduan Suara Lisma! :)

Ide reuni ini datang dari Nisa, salah satu anggota paduan suara yang sangat loyal. Sama sepertiku, Nisa menjadi anggota sejak tahun 2005 sampai 2010 dan hanya lulus kuliah lah yang membuatnya berhenti bergabung dengan Lisma. Waktu 5 tahun kebersamaan membuat Nisa dan aku sangat akrab dengan anggota paduan suara yang lain, meskipun kebanyakan dari mereka datang dan pergi. Iya, paduan suara Lisma memang menerima anggota 'kontrak' alias anggota yang hanya bernyanyi ketika ada event dan boleh pergi sesuka hati jika event selesai. Syaratnya hanya dua: bersedia mengikuti latihan sebelum hari H dan nggak tahu nada. Jadi, meskipun total anggota paduan suara Lisma sangat banyak, anggota tetap yang selalu ada dalam setiap event dan lomba hanya itu-itu saja. Mungkin hanya 25 orang, itu sudah termasuk Nisa dan aku.

Waktu aku mencoba menghubungi mantan anggota paduan suara, ternyata hanya sedikit yang nomor ponselnya tetap. Singkat cerita, hanya 5 orang yang bisa datang (sudah termasuk aku dan Nisa). Ditambah Kak Immanuel, mantan pelatih kami, totalnya jadi 6 orang. Agak kecewa sebenarnya, tapi mengingat aku sudah 2 tahun nggak bertemu mereka, pertemuan ini pasti akan sangat menyenangkan meskipun hanya sedikit yang bisa hadir :)

Aku diantar adik ke Pizza Hut, BIP, tempat di mana aku dan teman-teman ex paduan suara Lisma bertemu. Aku terlambat 30 menit karena terjebak macet, dan waktu aku sampai sudah ada Nisa, Tessa, Septi dan Kak Immanuel di meja paling pojok. Rasanya gembira sekali melihat mereka, dan... sedikit ajaib, karena biasanya, dulu, kami hanya bertemu waktu latihan. Apalagi dengan Kak Immanuel yang super sibuk, seperti mimpi rasanya bisa duduk santai satu meja dengannya, hihihi.
Belum satu menit aku duduk, mereka sudah sibuk melontarkan komentar. Nisa bilang, "Kamu makin chubby sekarang, bagus". Kak Immanuel bilang, "Masih bule saja kamu. Nggak bosan?", dan sebagainya dan selanjutnya. Aku juga ingin mengomentari mereka sebenarnya, tapi entah kenapa, I was too stunned to see them again (apalagi ternyata ada Dian menyusul satu jam setelah aku datang). Yang keluar dari mulutku malah pertanyaan-pertanyaan penasaran seperti, "Pada tinggal di mana sekarang?", "Ada yang masih aktif nyanyi nggak?", "Anggota lain apa kabar?", dan seterusnya sampai mereka pusing :p

Meski pusing ternyata mereka tetap menjawab. Nisa sekarang bekerja di kantor lising Sumedang, Tessa menjadi guru SMP di Sukabumi, Dian menjadi guru tutor bahasa Inggris untuk orang Korea, sedangkan Septi baru saja diterima bekerja di tempat yang nggak terlalu jauh dari tempat tinggalku. Dan Kak Immanuel, dia lah yang mempunyai pekerjaan paling menarik sekarang. Well, mungkin bukan pekerjaannya yang menarik, tapi caranya bekerja. Dia menjadi guru sekarang, di sebuah SMP yang terletak di ujung kota Subang. Mendengar nama tempatnya saja aku sudah bisa membayangkan betapa berbedanya dengan keadaan di sini. Di sana susah sekali akses internet, untuk menuju 'kota' harus pakai ojek selama beberapa jam dan sinyal telepon masih belum bagus. Ditambah lagi menurut Kak Immanuel di sekolah tempatnya mengajar, setiap semester pasti ada saja siswinya yang keluar karena hamil. Wah...


Tessa and me :)

Tessa yang gak pernah nolak kalau kuajak nonton film musikal :p

Septi, Indi, Nisa, Kak Immanuel, Dian.

Senang bisa bertemu lagi dengan mereka :D


Tapi mendengar cerita Kak Immanuel membuatku dan teman-teman mencoba mengerti mengapa dia kerasan tinggal di sana. Menurutnya, pada awalnya memang sulit sekali untuk merasa nyaman, apalagi dia harus meninggalkan keluarganya di Bandung. Mama dan tunangannya terutama. Tapi setelah melihat keadaan sekolahnya, Kak Immanuel merasa bahwa anak-anak di sana sangat membutuhkannya. Bayangkan saja, di sana ada siklus berulang yang sudah terjadi sejak sangat-sangat-sangat lama. Rata-rata setelah lulus SMP mereka menikah karena hamil duluan dan kemudian bercerai di usia muda. Pendidikan menjadi bukan prioritas sehingga pekerjaan yang mereka dapatkanpun nggak pernah berkembang dari masa ke masa. Alumni sekolah yang berhasil lulus SMA dan melanjutkan ke jenjang kuliah pun bisa dihitung dengan jari. Itu pun mereka nggak pernah kembali lagi ke Subang dan menetap di Bandung atau kota besar lainnya. Anak-anak di sana menjadi miskin role model... 

Kak Immanuel bertekad mengubah keadaan itu, dia mulai berbicara pada guru-guru lain tentang situasi yang terjadi. Sayangnya guru-guru di sana sudah terlanjur 'malas', katanya sejak dulu memang keadaan sudah begitu, sudah diusakan berubah juga, tapi nggak ada hasilnya. Kak Immanuel yang jabatannya sebagai guru seni musik, bukan guru bimbingan konseling pun akhirnya memutuskan untuk bekerja 'di luar kewajibannya'. Mulai mengarahkan anak-anak ke jalur yang lebih positif (lewat musik tentunya), berbicara pada mereka secara pribadi sampai dengan berusaha mendatangkan role model yang diharapkan bisa membuat anak-anak lebih semangat. Usaha Kak Immanuel nggak berjalan mulus, anak-anak memang respect padanya, tapi hanya ketika di kelas. Di luar itu mereka tetap dengan 'tradisi' turun temurunnya. Kak Immanuel nggak kehilangan akal, dia meminta kepala sekolah untuk membelikan gitar dan biola agar anak-anak membentuk tim orkestra. Too bad, nggak ada seorang pun yang mendaftar :(
Aku mengenal Kak Immanuel cukup baik, 5 hampir 6 tahun aku menjadi muridnya. Aku tahu dia pantang menyerah. Tapi mendengar bahwa dia batal menikah karena dia mengharapkan pasangan yang mau ikut dengannya ke Subang benar-benar membuatku mengaguminya 100 kali lipat lebih banyak dari sebelumnya.


Aku jadi ingat pertama kali aku mengenal Kak Immanuel. Waktu itu aku adalah mahasiswa baru yang masih bingung dengan kegiatan ekstra yang mau kuikuti. Secara random aku memilih teater, fotografi dan paduan suara. Aku mengikuti ketiga kegiatan itu bersamaan, dengan rasa suka yang sama dan ketertarikan untuk belajar yang sama. Lalu suatu hari, beberapa minggu setelah aku mengikuti paduan suara, ada kabar bahwa pelatih yang selama ini mengajar digantikan oleh seorang pelatih baru. Masih muda dan penuh semangat, namanya Kak Immanuel. Entah kenapa aku memilih untuk meninggalkan teater dan fotografi lalu berkonsentrasi di paduan suara. Padahal dibandingkan dengan 2 kegiatan ekstra yang kutinggalkan, paduan suara adalah yang paling sedikit prestasinya. Satu-satunya undangan rutin hanya untuk mengisi acara wisuda atau acara kampus lainnya. Sedangkan untuk lomba, entah berapa belas tahun yang lalu paduan suara Lisma ini terakhir mengikuti lomba.


 
Seragam paduan suara kami, dasinya warna biru muda :D

Foto studio dengan kaos Lisma Choir yang masih kupakai sampai sekarang :D

Khusus acara wisuda seragam kami menjadi putih-hitam.









Aku heran melihat Kak Immanuel, dia begitu semangat untuk mengubah paduan suara yang, well, jujur saja... hancur ini. Dia selalu datang lebih awal dibandingkan murid-muridnya dan menyiapkan semuanya dengan serius. Partitur, keyboard, bahkan dia mengajari kami membaca not balok! Iya, terkadang dia meminjam kelas yang sudah selesai dipakai dan mengajari kami di sana, seolah di sekolah musik. Lambat laun usaha Kak Immanuel ada hasilnya. Dengan pelatih yang sebelumnya paduan suara Lisma hanya memiliki dua suara, tapi dengannya kami memiliki 4 suara: sopran, alto, bass dan tenor. Kami juga mulai digabungkan dengan orkestra lengkap, bukan hanya piano atau keyboard. Lalu hal yang nggak diduga pun datang, Kak Immanuel menawarkan agar paduan suara Lisma mengisi sebuah event (aku lupa nama event-nya apa). Itu adalah yang pertama buat kami, tapi Kak Immanuel menyemangati kami dan menyakinkan bahwa kami sudah siap tampil. Benar saja, sejak saat itu tawaran untuk mengisi event banyak berdatangan. Dalam satu bulan paduan suara Lisma bisa diundang ke beberapa acara sekaligus. Kami bahkan mendapatkan 'uang saku' yang benar-benar sangat lumayan secara rutin, hehehe ;)
Kegiatan ekstra yang tadinya kurang diperhatikan pun mendadak jadi sorotan. Banyak yang ingin menjadi anggota 'kontrak' karena tergiur dengan uang sakunya, dan ada pula yang ingin karena tergiur dengan tempat-tempat yang didatangi ketika mengisi event. Semuanya Kak Immanuel terima dengan senang hati.

Kak Immanuel itu orangnya galak. Eh, atau tegas ya? Hehehe... Dia nggak ragu untuk memarahi muridnya kalau memang dia bersalah. Kalau sudah marah, wah seram banget :( Syukurlah aku belum pernah dimarahi (hmm, pernah sih satu kali, tapi itu karena salah pengertian, lol). Berkat ketegasannya paduan suara Lisma akhirnya mencicipi bagaimana rasanya lomba, masuk TV, malah sampai merencanakan konser yang sayangnya harus batal karena beberapa kendala termasuk karena anggota tetapnya sudah banyak yang lulus kuliah dan mulai bekerja di tempat lain (termasuk aku). Kak Immanuel juga akhirnya mengundurkan diri karena memilih menjadi guru di Subang, dan paduan suara Lisma dikenang sebagai paduan suara yang bagus dan dispilin (ya, sekarang masih ada sih, tapi terakhir kudengar kualitasnya menurun tanpa Kak Immanuel).

Kembali lagi ke cerita Kak Immanuel di reuni kecil kami, aku penasaran kenapa dia memilih Subang bukannya Bandung yang lebih nyaman. Sebagai teman dari Nisa yang dulu pernah menjabat sebagai ketua koordinator, aku tahu betul berapa honor yang Kak Immanuel terima sebagai pelatih. Jumlahnya besar, lebih besar dibandingkan dengan gajinya sebagai guru di Subang. Dan tahukah apa jawaban Kak Immanuel? Katanya, "Mereka lebih butuh saya daripada anak-anak di sini. Kalau saya tinggalkan mereka kasihan. Ada saya saja masih susah teratur, apalagi kalau nggak ada...".
Aku terseyum. Aku rasa nggak ada alasan aku khawatir dengan keadaan Kak Immanuel di sana. Kalau 7 tahun yang lalu saja dia berhasil mengubah paduan suara super kacau menjadi paduan bersuara berprestasi, kenapa aku mesti nggak percaya kalau Kak Immanuel bisa mengubah anak-anak SMP itu untuk lebih teratur?
I know you can do it, Kak Immanuel. Yakin ;)


do re mi,
Indi




____________________________

Indi mengikuti giveaway 'Eksis dengan Batik' di sini :)


Diedit: 4/3/2024. Kak Immanuel sekarang sudah berkeluarga dan kembali ke Bandung. Usahanya membuahkan hasil, aku melihat video-video paduan suara anak didiknya di Subang yang mengikuti banyak lomba dan event :) Aku, Kak Immanuel dan Tessa masih berteman, kami berencana untuk bertemu kembali.

_________________________________________
Contact Me? HERE and HERE. Sponsorship? HERE.