Tampilkan postingan dengan label Pescatarian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pescatarian. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Januari 2016

Animal Cruelty on Your Plate



Kalau tengah malam begini biasanya aku mulai menulis. Bukan, ---bukan ala ala seniman yang senang dengan keheningan karena inspirasi jadi mudah datang. Tapi jam segini biasanya aku habis mengendap-endap ke dapur untuk membuat camilan atau makanan berat sekalian, hahaha. Dibandingkan dengan menonton TV aku lebih suka menyalakan komputer tuaku, menulis ide-ide yang terpikir ketika menjalani hari, menyelesaikan buku terbaru (---which is seharusnya selesai bulan lalu), menonton video homemade di channel-channel YouTube, atau scroll up and down di timeline/newsfeedku. Kalau sedang beruntung aku akan dapat link-link video konyol, tulisan-tulisan inspiratif atau best of all... dapat kabar John Frusciante kembali aktif bermusik. Tapi seringnya aku malah menemukan banyak cerita hoax, status-status fanatik mem-piggy-buta, atau worst of all... video-video animal cruelty yang lebih kejam daripada Cruella de Vil...

Well, ya soal hoax aku akan ceritakan lain kali. Belum tahu kapan, tapi harus ---karena rupanya masih banyak orang yang asal share tanpa memeriksa dulu asal usulnya. Sekarang aku mau cerita tentang animal cruelty, ---tapi ini bukan tentang orang-orang yang menelantarkan hewan peliharaannya atau breeding untuk keuntungan materi. Ini tentang hewan ternak yang nantinya akan masuk ke dalam perut kita. Aku nggak akan membahas ini dari sudut pandang sebagai seorang vegetarian atau seorang animal lover. Tapi apa yang akan aku tulis adalah yang aku rasakan sebagai seorang manusia yang punya hati nurani dan akal pikiran.
Aku dibesarkan di keluarga penyayang hewan, dari anjing, kucing, burung, ayam sampai tikus pernah menemani hari-hari kami. Tapi keluargaku juga penggemar daging (aduh apa ya istilahnya?). Ibu dan Bapak sangat menyukai masakan dengan daging kambing dan ayam. Kalau nasi goreng nggak cukup kalau dengan timun dan telur dadar saja, maunya ada kambingnya, hihihi. Suatu hari (long looooooong time ago) aku memutuskan untuk menjadi vegetarian, ---tepatnya pescatarian. Ibu dan Bapak nggak bertanya apa alasannya dan langsung mengizinkan karena mereka pikir hanya fase di usiaku yang masih remaja. Tapi setelah sadar bahwa ini adalah keputusan permanen, mereka pun dengan senang hati menyiapkan menu khusus untuk anak perempuannya ini. Nggak ada yang berubah dari rutinitas makan kami sehari-hari. Kami tetap makan di meja yang sama dan terkadang makan malam sambil menonton TV, ---yang berbeda hanya menu di atas piringku :)



Meski terkadang aku cengeng saat tahu ada hewan yang disembelih, tapi tentu aku lebih mendengarkan akal sehatku. Tuhan menciptakan dunia dan isinya dengan masing-masing manfaat, termasuk hewan. Sudah sejak zaman dahulu manusia memanfaatkan hewan untuk keperluan sehari-hari, dari mulai tenaganya, kulitnya untuk dibuat pakaian dan dagingnya untuk dimakan. Bayangkan saja jika di zamannya Fred Flinstone penggunaan bulu hewan sudah dilarang, mungkin mereka semua akan kedinginan dan bergantung pada daun-daunan (---lalu menumbuhkan bulu sebagai proses adaptasi, lol). Kalau soal pakai kulit hewan, sekarang sih memang sudah seharusnya untuk berhenti. Kita sudah tinggal di rumah, ada selimut, jaket dan payung dengan berbagai pilihan bahan untuk melindungi diri. Nggak perlu pakai kulit hewan, kecuali kalau jika itu memang untuk memanfaatkan sisa pemotongan, seperti misalnya kulit sapi untuk bedug. Kalau sengaja bunuh binatang untuk diambil kulitnya, misalnya ular atau buaya untuk dibuat tas sih big NO ;) Aku percaya sebagai manusia kita nggak perlu serakah, cukup manfaatkan apa yang ada, ----hanya ambil apa yang bisa kita makan.

Aku senang sekali dengan villa keluarga yang terletak di Purwakarta. Nggak jauh dari sana ada kandang sapi dan kambing. Kalau sedang bersama sepupu-sepupuku yang masih kecil, kami sering memberi mereka rumput untuk dimakan. Bahkan sesekali kami membelai-belai mereka juga, soalnya menggemaskan, hihihi. Meski sepupuku yang berusia 7 tahun pun tahu kalau hewan-hewan ini nantinya akan dipotong, aku selalu berusaha menyampaikan kalau mereka "baik-baik saja". Ya, mereka memang akan mati dan menjadi makanan manusia, tapi selama semasa hidupnya diperlakukan dengan baik mereka pasti senang karena bisa bermanfaat untuk kita :) By the way, aku nggak menyangka kalau harus menyampaikan ini sama mereka, karena kupikir hanya "Indi kecil" saja yang kaget waktu sadar kalau apa yang dimakan sehari-hari asalnya dari hewan, hehehe. Makanya penting sekali agar mereka tahu kalau it's okay to eat animals, selama caranya baik.

Kehadiran kita di dunia ini seperti rantai, semuanya saling menyambung. Hewan pun ada sebagian yang saling memangsa agar bisa bertahan hidup (---karena yang vegetarian kaya aku juga ada, hehehe). Contoh kecilnya saja ikan arwana yang dipelihara di aquarium, mereka diberi pakan yang berasal dari udang, ikan kecil, jangkrik atau bahkan kecoa yang kaya protein. Meski mereka nggak memangsanya sendiri, tapi tujuannya sama, hewan-hewan kecil itu yang membuat arwana bertahan hidup. Katanya semakin berkualitas pakan yang diberikan maka semakin sehat pula arwana-arwana itu. Makanya, supaya kualitasnya terjaga banyak orang yang memilih mengembangbiakan hewan-hewan kecil itu sendiri untuk dijadikan pakan daripada membeli. Meski nggak semuanya buruk, tapi ada saja pedagang yang memperlakukan ikan pakan (---feeder fish) dengan nggak layak. Mereka dijejalkan ke dalam sebuah aquarium, atau plastik penyimpanan tanpa oksigen yang cukup. Pernah suatu hari aku melihat seorang pegawai pet shop yang cuek saja ketika ada seeokor ikan pakan menggelepar-gelepar di lantai. Waktu kutegur jawabannya bikin aku meringis, katanya, "Biar saja, masih banyak yang hidup di sana," sambil menunjuk ke plastik besar berisi ratusan ikan tanpa aerator. Mungkin ada orang berpikir bahwa ini bukan big deal. Kenapa harus bersusah-susah merawat ikan pakan yang nantinya akan dimakan oleh ikan yang lebih besar? Toh dalam keadaan sekarat pun ikan besar akan tetap memakan mereka. Padahal, tahukah kalian bahwa ikan-ikan yang dikembangbiakan dengan berdesak-desakan memiliki resiko untuk memiliki parasit, bakteri dan terserang stress? Dan ya, itu memang BIG DEAL, karena penyakit yang dimiliki ikan-ikan itu bisa menular ke ikan yang memakannya. 


Meski nantinya dimakan tetap saja namanya animal cruelty, ---dan jadi double animal cruelty kalau ikan besar yang memakan mereka ikut sakit, lol :p Hal yang sama juga beresiko terjadi pada hewan ternak, yang nantinya kita makan. Saat kita, ---err, kalian makan rendang atau sate ayam, pernahkah terpikir dari mana asal hewan-hewan tersebut? Apakah mereka disembelih dengan baik, atau dengan cara yang halal, ---bagi muslim? Beberapa waktu yang lalu timelineku sempat ramai dengan video-video rumah potong ternak yang 'menyiksa' dulu hewan-hewannya sebelum disembelih. Mereka dijejalkan di kandang yang sempit dan ditarik paksa sampai kakinya terpeleset. Di video lain lebih memilukan lagi, sapi-sapi dihancurkan tulangnya dengan menggunakan alat lalu kepalanya diputar sampai putus. Sungguh cara yang kejam, berbeda sekali dengan cara menyembelih hewan yang seharusnya. Memang kejadiannya kebanyakan di luar negeri, tapi bukan berarti di Indonesia bisa bebas. Masih ingat dengan sapi glonggong, ---sapi yang dipaksa minum sebanyak-banyakanya agar beratnya bertambah demi keuntungan penjual? Ini bukan hoax, bagi yang sering berbelanja di pasar pasti deh bisa membedakan mana yang betulan gemuk atau hasil glonggong. Jika hewan-hewan itu dimakan oleh manusia apakah efeknya akan baik bagi tubuh? I don't think so :)

Jika owner ikan arwana saja nggak mau peliharaannya memakan sesuatu yang buruk, apalagi kita sebagai manusia? Sama seperti pada ikan, jika kita memakan hewan ternak yang stress atau sakit maka efeknya akan buruk bagi tubuh kita. Ayam goreng, gulai kambing dan bistik sapi yang seharusnya nikmat dan bermanfaat bagi tubuh pun bisa malah jadi penyakit. Kita memang nggak selalu bisa tahu dari mana asal makanan yang dikonsumsi sehari-hari, ---apalagi jika asalnya dari restoran cepat saji. Tapi bukan berarti nggak bisa dicegah, atau minimal dikurangi resikonya. Orangtuaku biasanya membeli ayam langsung dari pasar, dalam keadaan hidup jadi mereka bisa melihat langsung bagaimana proses menyembelihnya. Untuk daging kambing, mereka membelinya dari sesorang sudah sangat mereka percayai dan dipotong di hari yang sama oleh 1 orang, ---bukan rumah pemotongan masal. Lalu bagaimana dengan restoran cepat saji atau fast food? Well, beberapa tahun belakangan ini mereka berhasil menghindari untuk membeli makanan dari sana, ---dan itu membuatku sebagai anak merasa bangga, hehehe :p 

Aku yakin masih banyak peternak dan rumah potong yang memperlakukan hewan-hewannya dengan baik, misalnya saja di peternakan kecil yang sering aku kunjungi saat sedang mampir ke villa keluarga. Aku cuma mau ingatkan kalau animal cruelty mungkin saja ada di piring kita, di menu masakan homemade yang terkesan innocent. Berilah tubuh makanan yang baik karena kita mencerminkan apa yang kita makan. Sekali lagi, aku nggak mempromosikan vegetarianism. Menjadi vegetarian adalah pilihanku, tapi selalu percaya bahwa IT'S TOTALLY OKAY untuk memakan hewan ternak karena itu memang salah satu takdir mereka untuk diambil manfaatnya oleh manusia. Just choose wisely, okay? No more animal cruelty on your plate! :)

bukan cruella de vil,

Indi

***

nb: Aku berterima kasih untuk teman-teman yang tetap mampir ke sini meskipun belakangan aku jarang update dan blog walking. Bahkan aku lihat ada beberapa teman baru yang mengikuti blog ini. Really appreciate it, dan selamat datang ke Dunia Kecil Indi :) Tapi sadly jumlah komentar nggak nyambung pun jadi bertambah. Begini teman-teman, sebelum berkomentar tolong make sure untuk membaca tulisanku dulu dengan lengkap. Dan kalau malas, it's okay, aku nggak pernah menganggap bahwa banyak follower/komentar = prestasi, karena aku menulis murni karena suka menulis :) Jika tujuan kalian meninggalkan komentar karena ingin dikunjungi balik lebih baik minta to the point saja, itu akan lebih aku hargai. Karena komentar yang nggak nyambung dari hasil membaca setengah-setengah kadang malah membuat misleading dan membuat orang yang berkunjung ke blog ini untuk benar-benar mencari informasi jadi bingung. Tolong, ya, terutama untuk di tulisan yang mengenai scoliosis dan HIV/AIDS. Thanks, have a nice day :)

_____________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | Contact person: 081322339469

Rabu, 16 Desember 2015

My Scoliosis Daily Care :)

Scoliosis, ---atau skoliosis. Sejak berusia 13 tahun aku sudah nggak asing dengan kata yang satu itu. Kami, ---aku dan scoliosis berteman dengan akrab karena dokter bilang ia akan bersamaku selamanya. Bahkan saking akrabnya kami menjadi sebuah kesatuan, hihihi. Bagaimana nggak, setiap masuk kelas atau sekolah baru aku harus ikut memperkenalkan si scoliosis ini pada pihak sekolah. Karena kalau nggak bisa-bisa akan berakibat nggak baik untuk kesehatanku. Lama-lama bukan cuma aku saja yang akrab dengan scoliosis, tapi teman-teman dan guru-guru yang tadinya nggak tahu pun mulai berkenalan dengan soulmateku ini :D 

Scoliosis, atau kelainan tulang belakang ke arah samping ini penyebabnya bermacam-macam. Dari mulai idiofatik (nggak diketahui sebabnya) sampai efek samping dari beberapa sindrom. Karena itulah nggak ada seorang pun yang terjamin bebas dari scoliosis, dari mulai bayi sampai orang lanjut usia. Biasanya begitu seseorang terdiagnosis mengidap scoliosis dokter akan meminta anggota keluarganya untuk melakukan pemeriksaan fisik, karena scoliosis juga bisa diturunkan. Aku sendiri adalah satu-satunya yang mengidap scoliosis di keluarga, ---well itu kalau Bapak nggak dihitung, sih, hehehe. Kata dokter tulang Bapak juga agak bengkok, tapi hanya scoliosis ringan dan nggak berbahaya. Begitu juga Ibu dan Adik, mereka sama-sama nggak mengidap scoliosis :) 

Karena aku satu-satunya scolioser, ---pengidap scoliosis di keluarga, awalnya kami sama sekali nggak tahu harus berbuat apa. Aku hanya memakai boston brace (penyangga) selama 23 jam perhari sesuai anjuran dokter. Tapi semakin lama ilmuku dan keluarga semakin bertambah karena mulai berkenalan dengan scolioser lain dan of course internet! ;) Semenjak itu aku nggak hanya memakai brace, tapi mulai fisioterapi dan melakukan latihan ringan di rumah. Sampai sekarang pun, di usia di mana tulang sudah berhenti tumbuh, aku tetap rutin merawat scoliosis. Karena selain scoliosis akan ada berada bersamaku selamanya, seiiring bertambahnya usia tentu kurvaku juga akan tetap bertambah meskipun hanya sedikit-sedikit :)

Pengidap scoliosis itu banyak, terutama perempuan karena tubuh perempuan lebih mudah terkena scoliosis idiofatik, ---dan lebih memerlukan treatment daripada laki-laki. Itulah mengapa aku mencoba sesering mungkin berbagi tentang scoliosis di media sosial yang aku punya. Selain untuk mengenalkan scoliosis kepada banyak orang, tentu aku ingin sharing dengan teman-teman sesama scolioser tentang terapi atau brace apa yang pernah atau sedang aku gunakan sekarang. Berbagi itu menambah ilmu, kan? Aku senang mendapatkan banyak tanggapan positif dari post yang aku share ;) Eh, tapi ada saja lho orang yang berkomentar negatif, ---cenderung 'menggampangkan' malah. Karena memakai SpineCor, soft brace yang harganya lebih mahal dibandingkan brace tipe lain, aku beberapa kali dikomentari seperti ini; "Nggak heran bisa beli brace mahal, orangtuamu uangnya banyak." Atau dikomentari, "Kamu sih enak orangtua peduli, kalau aku apa-apa urus sendiri," saat aku mengupload foto Ibu atau Bapak. Sebenarnya aku malas mengomentari ini, tapi kalau diam mungkin yang berkomentar akan mengira aku mengiyakan mereka. Yang pasti I know that I'm a lucky girl, dan aku sangat-sangat-sangat bersyukur. Aku sangat berusaha keras untuk masalah kesehatan, termasuk scoliosis. Dengan bangga aku bilang bahwa sejak kuliah nggak memakai uang orangtua sepeser pun untuk perawatan scoliosis. Dari mulai fisioterapi sampai untuk bolak-balik Bandung-Jakarta-Bandung saat harus adjustment SpineCor. Yup, memang ada yang aku korbankan dengan jadi nggak bisa sering hangout/belanja seperti teman-teman lain, tapi ini adalah pilihan aku :) Dan soal orangtua yang peduli, ---well mereka awalnya juga blank dengan kondisiku, sampai-sampai disalah artikan sebagai nggak peduli. Jadi aku, sebagai seorang anak mungkin bisa memberi masukan pada teman-teman yang bilang kalau orangtuanya nggak peduli, bahwa terkadang mereka juga sama seperti kita, clueless, nggak tahu harus berbuat apa. Daripada melabeli orangtua sebagai "nggak peduli", kenapa nggak sedikit-sedikit memperkenalkan tetang scoliosis saja? Atau... cobalah mulai taking care diri sendiri, karena kalau bukan kita siapa lagi yang bisa mengenal tubuh kita lebih baik? ;)

Soal merawat scoliosis aku nggak setuju kalau harus selalu dikaitkan dengan biaya yang banyak. Karena sebenarnya banyak kok yang bisa dilakukan sendiri di rumah. Modalnya hanya meluangkan waktu dan jangan malas, ---karena mampu membeli brace paling mahal sedunia pun nggak akan membuat scoliosis terkoreksi kalau nggak dipakai, hihihi. Aku bukan dokter atau ahli kesehatan, tapi seperti biasa aku akan berbagi berdasarkan pengalaman. Ada beberapa rutinitas yang menurutku membantu memperbaiki kondisi scoliosis gue :)

1. Stretching
Hal pertama yang aku lakukan ketika bangun tidur adalah stretching atau peregangan. Aku sangat menikmati saat-saat bangun dari tempat tidur dan dalam beberapa menit saja tubuh menjadi lebih segar. Nggak ada gerakan khusus, scolioser atau bukan, siapapun cocok untuk melakukan ini. Buka kaki selebar bahu, lalu angkat tangan ke atas dan rentangkan dengan jarak sedikit melebihi bahu. Selanjutnya tinggal posisi tangan dan tubuh saja yang diubah-ubah, sementara kaki tetap di tempat yang sama. Untuk jelasnya aku sertakan foto ketika aku sedang stretching dengan dibantu oleh tali skipping. Kalau nggak punya, tali skipping bisa diganti dengan handuk kecil atau benda lain yang cukup kuat untuk ditarik. Stretching baik untuk membuat tubuh menjadi relax dan mengurangi rasa kaku. Meski nggak membuat kurva scoliosis berkurang, tapi trust me, nggak ada salahnya jika dilakukan secara rutin. At least aktivitas ini jauh lebih baik daripada langsung menatap layar handphone ketika bangun tidur, kan? Ups! Hihihi :)



2. Bracing
Nggak semua scolioser butuh brace/penyangga. Aku sendiri berhenti menggunakan boston brace setelah 5 tahun karena tulangku sudah berhenti tumbuh. Tapi satu tahun belakangan ini aku memutuskan untuk memakai SpineCor, brace dengan tipe yang lentur (soft). Pertimbanganku memakai SpineCor adalah karena dibandingkan jenis yang lain brace ini lebih efektif dalam mengurangi kurva dan menghindari operasi. SpineCor juga membantuku untuk lebih aktif karena mengurangi rasa nyeri yang biasanya mengganggu aktivitas. Well, brace ini memang nggak murah tapi karena bisa dicicil di Spine Body Center, APL Tower lt. 25 Jakarta (021-2933 9295), kenapa nggak dipertimbangkan? :)



3. Exercise
Kalau anak sekolah sih kebanyakan rutin berolahraga ya karena ada pelajarannya, hihihi. Eh, tapi nggak semua, lho. Banyak scolioser yang nggak boleh berlari atau melompat, terutama di masa pertumbuhan karena menyebabkan kurva semakin cepat bertambah. Sebagai gantinya aku hanya mengikuti pelajaran berenang di sekolah karena itu bagus untuk tulang belakang. Meski di rumah nggak ada kolam renang bukan berarti aku diam. Setiap sore aku rutin berjalan-jalan di sekitar rumah bersama Eris, my super cute dog :D Dengan berjalan kaki tubuhku jadi terbiasa untuk bergerak dan semakin kuat. Selain menjadi teman, Eris juga berguna lho untuk melatih otot. Sudah naluri seekor anjing kalau lihat kucing pasti penasaran. Nah, kalau Eris mulai tarik-tarik leash sebagai human yang baik aku harus tarik balik. Kebayang dong bagaimana kuatnya anjing golden retriever? Hihihi :p 
Jalan-jalan sore tentu bukan satu-satunya exercise gratis yang bisa dilakukan di rumah, tapi untuk sekarang baru ini yang aku lakukan. Aku sedang mencari jenis exercise lain yang menyenangkan tapi juga aman untuk scoliosis :)



4. Healthy Meals
Masih ingat dengan 4 sehat 5 sempurna? Hehehe, old school banget ya kedengerannya :D Tapi menurutku itu adalah cara yang paling sederhana untuk memenuhi gizi seimbang kita. Meskipun aku seorang pesco-vegetarian, tapi aku selalu berusaha variatif dan seimbang dalam menu sehari-hari. Biasanya scolioser memiliki digest problem, ---termasuk aku, jadi menu sayur kaya serat jangan sampai ketinggalan. Dokterku, dr. Natalie menyarankan untuk minum prune juice agar terhindar dari sembelit. Tapi karena di supermarket susah dapat aku menggantinya dengan minuman prebiotic. Yang murah meriah itu Yakult, tapi lumayan ampuh apalagi kalau sehari minum 2. Ini bukan iklan lho, ya :D



Well, segitu saja daily care scoliosis yang aku bagi sekarang. Lain kali akan aku share lagi hal-hal yang berkaitan dengan my super best friend ini (---iya, dong masa mau musuhan sama scoliosis? Hihihi). Mungkin nanti aku juga akan membuat episode khusus tentang scoliosis di channel YouTube Indi Sugar Taufik. Masih agak bingung sih harus memulai dari mana, tapi let's see ;) Kalau teman-teman ada saran atau ada pertanyaan seputar scoliosis juga boleh. Nanti akan aku jadikan masukan untuk tulisan atau video selanjutnya. 
"Jadi scolioser memang menantang, tapi hey tanpa scoliosis pun hidup memang harus up and down, kan? Yang pernah sakit punggung bukan cuma scolioser, tapi semua orang. Yang pernah cepat lelah juga bukan cuma scolioser, tapi semua orang, hihihi. Tubuh kita dirancang Tuhan sudah yang paling tepat. Don't always blame scoliosis lah, ya! :)"
video daily care scoliosisku


cheers,

Indi

___________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | Contact person: 081322339469

Senin, 02 November 2015

Why I Love Halloween: Corpse Bride, Treats, Kostum dan Apa yang Orangtuaku Bilang.



“Sudah siap?” tanya Bapak.
“Sudah, sih... Tapi kalau di film Emily punya bekas luka di sini,” jawabku sambil menunjuk ke arah pipi.
“Kalau begitu bikin dulu dong bekas lukanya,” sahut Bapak santai.
Aku bengong, menebak-nebak apa Bapak serius atau sedang menggodaku. “Bikin pakai apa? Aku kan gak punya face painting.”
“Pensil alis kan bisa...”

Begitulah kira-kira percakapanku dan Bapak tanggal 30 Oktober lalu, ---di malam Halloween. Berbeda dengan tahun lalu yang dihabiskan di theme park, tahun ini aku ber-Halloween di rumah saja. Untukku di mana pun Halloween sama fun-nya, karena of course, ---ini adalah salah satu hari favoritku :D Sehari sebelumnya aku menyiapkan dekorasi untuk ditempel di tembok; kelalawar dan sarang laba-laba yang dibuat dari kertas. Sederhana, because I’m not a crafty person, hihihi, ---yang penting suasana spookynya terasa :) Untuk kostum ini adalah tahun pertama di mana aku nggak dressed up sebagai cute character. Setelah pernah menjadi Dorothy Wizard of Oz dan Tinker Bell yang sangat fairy tale, akhirnya aku berdandan (mudah-mudahan...) seram juga! Aku menjadi Emily dari film Corpse Bride nya Tim Burton. Ini agak di luar dugaan, karena sebelum memutuskan untuk memakai kostum ini keinginanku sempat berubah-ubah. Mulai dari ingin menjadi Rapuntzel, Glinda, Snow White (again, lol) sampai Annie Little Orphan, ---yang semuanya nggak ada seram-seramnya. Keinginan untuk menjadi Emily ini muncul tiba-tiba ketika aku menonton ulang film Corpse Bride. Emily was strangely adorable, lalu  kupikir, “Oh, I want to be her,” hahaha. 


Emily di film.

Emily ala aku :p


Ide Bapak untuk menambahkan bekas luka di pipi sebenarnya menyelamatkan penampilanku, karena kalau tanpa itu sepertinya nggak terlihat menyeramkan, hihihi. Beruntungnya waktu sedang mencari ide kostum aku teringat dengan dress putih yang Nenek beri beberapa tahun lalu. Dressnya sama sekali belum pernah dipakai karena modelnya sangat pas dengan tubuh, ---yang mana aku kurang nyaman untuk memakainya sehari-hari. Somehow di mataku dress ini terlihat seperti gaun pengantin, jadi cocok dengan yang aku butuhkan untuk menjadi Emily. Dan karena Emily memakai kerudung yang dihiasi dengan bunga-bunga, aku pun memakai flower wreath DIY project dari beberapa tahun lalu. Oh, iya aku juga memakai sepatu yang sedikit ber-heels supaya kesannya formal. Bisa ditebak dong kalau ini pasti bukan sepatuku (flat shoes ruleeees!), aku pinjam sepatunya dari rak sepatu Ibu, hihihi. Kalau tahun kemarin aku mengeluarkan sedikit uang untuk membeli glitter dan lem kain, tahun ini aku mengeluarkan Rp. 0 untuk kostum! Yay! Hihihi. Meski aku selalu ingin dressed up untuk Halloween, tapi bukan berarti boleh menghamburkan uang. Be wise. Usahakan mendapatkan hasil yang maksimal dengan budget sesedikit mungkin. Karena di situlah letak serunya, untuk menguji seberapa jauh kekreatifitasanku, hihihi. 





Di malam Halloween ini Bapak lebih banyak terlibat dibandingkan Ibu. Jika tahun lalu beliau yang membantuku membuat dressnya, tahun ini beliau hanya meminjamkan sepatunya karena sedang di luar kota. Selesai dressed up Bapak langsung bersiap untuk mengambil fotoku. Hihihi, kalau soal ini sepertinya sudah banyak yang tahu, ya, Bapak memang senang sekali mengambil gambar little girlnya ini :D Untuk gaya, setting, dll aku serahkan semuanya pada beliau. Aku sih cuma menempel sarang laba-laba dan kelalawar yang sudah kubuat sebagai background. Rupanya Bapak masih betah dengan tema cermin. Mungkin beliau puas dengan hasil photoshot “Poltergeist” ku beberapa waktu lalu jadi ingin mengulangnya lagi. Banyak foto yang diambil dari pantulan cermin, padahal aku sudah menghias tembok. Awalnya aku sempat protes, tapi setelah melihat hasilnya ternyata keren juga, hihihi. Meski tanpa darah-darah atau dekor macam-macam kesan spooky nya tetap terasa. Hmm, sepertinya aku akan pakai mirror trick ini untuk beberapa waktu ke depan, deh :p




Karena bertepatan dengan waktu dinner, aku pun membuat Halloween dinner dari bahan-bahan yang sudah ada di rumah. Dari hasil membuka-buka kotak penyimpanan ternyata masih ada spageti dan bakso ikan yang jumlahnya lumayan banyak. Langsung saja aku menusuk-nusukkan spageti ke bakso ikan sampai membentuk kaki. Oh, my God aku sudah lama sekali ingin membuat laba-laba dari spageti! Dan akhirnya tercapai juga :D Dari resep yang kulihat online biasanya sosis yang digunakan sebagai tubuhnya, tapi berhubung aku pesco-vegetarian jadi nggak makan itu. Menggunakan bakso ikan sebagai pengganti ternyata hasilnya lumayan. Memang warnanya jadi nggak kontras, tapi yang penting.... rasanya enak, hahaha. Untuk alasnya aku membuat sarang laba-laba dari kertas nasi. Lagi-lagi kurang kontras, tapi aku sengaja karena bahannya aman jika bersentuhan langsung dengan makanan. Nah, bukan Halloween namanya kalau tanpa sweet treats. Biasanya aku cukup membeli banyak permen dan cokelat lalu dimakan bersama, tapi tahun ini aku ingin sesuatu yang berbeda. Aku bentuk treats yang sudah kubeli di minimarket menjadi bertema Halloween. Aku ingin membuatnya menjadi sedikit menyeramkan tanpa terlihat menjijikan, hihihi. Well, aku tahu Halloween treats itu rasanya enak meski bentuknya kadang bikin perut melilit. Tapi aku adalah tipe orang yang lidahnya kadang dipengaruhi oleh bentuk makanan :p Jadi aku membuat laba-laba colorful dari Oreo, Pocky dan chocolate chips. Semua bahannya adalah kesukaanku yang sudah tentu cocok dengan lidahku. Nah, yang tricky aku mau membuat pudding “Bangkit dari Kubur”. Puddingnya sih mudah, aku menggunakan pudding yang sudah ada cup’nya. Untuk tanahnya aku menggunakan bubuk Oreo dan ditambahkan cokelat berbentuk kepala manusia. Tapi untuk nisannya, aku sampai membuat Bapak keliling-keliling mini market untuk mencari biskuit yang bukan saja berbentuk nisan, tapi juga yang rasanya manis. Kebanyakan biskuit yang bentuknya pas adalah biskuit asin yang rasanya sudah pasti nggak cocok dengan puddingnya. Untung saja akhirnya Bapak menemukan biskuit kentang yang rasanya cocok dipadukan dengan pasta cokelat untuk tulisan “RIP” nya, hihihi. Ibu pulang bertepatan ketika aku selesai membuat treats. Beliau ternyata cukup terkesan lho dengan hasil kreasiku.  Tapi juga jengkel ketika melihat dapur yang super berantakan, hihihi :p







Halloween night ku benar-benar menyenangkan, rasanya gembira sekali bisa berkreasi dengan dibantu Bapak. Di hari biasa belum tentu aku ingat untuk “bermain-main” dulu dengan makanan dan membuat to do list yang super panjang. Saking panjangnya aku sampai nggak sempat untuk melakukan semuanya, lho. Rencananya aku mau marathon film seram sebelum tidur tapi malah ketiduran dengan lampu menyela sampai pagi. Still a good sleep though, karena moodku sangat bagus, hihihi :D Waktu bangun tidur perasaan excited ku jadi bertambah karena of course... It’s HALLOWEEN!! Ray yang bekerja di hari sabtu berencana untuk pulang cepat agar bisa menghabiskan waktu Halloween denganku dan orangtuaku di rumah. Ray masih belum ada clue tentang apa yang akan kami lakukan, jadi aku kirimi ia list apa saja yang harus dibawa, hihihi. Setelah Ibu memberikan izin untuk menggunakan dapur, aku dan Ray langsung beraksi dengan bahan-bahan yang telah dibawa. Aku melihat treats ini beberapa waktu lalu di internet, namanya Frankenstein pudding yang sebenarnya kurang tepat karena Frankenstein adalah nama dokternya sedangkan monsternya bernama Adam, atau cukup dipanggil The Monster saja (yup, aku tahu itu semua, lol). Nggak ada cara membuat atau bahan-bahannya, tapi dari gambarnya aku sudah bisa mengira-ngira apa saja yang digunakan untuk membuatnya. Aku menggunakan pudding pandan sebagai wajahnya dan my trusted Oreo “dirt” untuk rambutnya. Agar lebih mirip, aku gambar mata, mulut dan bekas jahitan di cup puddingnya dengan marker. Hasilnya ternyata sangat mirip. Bahkan dari warnanya saja sudah cukup dikenali sebagai The Monster (ingat ya, bukan Frankenstein, hihihi). Lucunya aku dan Ray sempat beragrumen tentang kapan waktu yang tepat untuk memasukan puddingnya ke lemari es. Ray bilang harus tunggu dingin, sementara aku percaya asal bagian atasnya sudah mengeras dan nggak terlalu panas itu sudah aman. Karena kami nggak menemukan kata sepakat akhirnya bertanya pada Ibu yang ternyata setuju denganku, hahaha. Yes :p





Sebenarnya Ibu sudah memasak dinner untuk kami, tapi aku ingin sekali merasakan stuffed Doritos. Itu lho, keju goreng yang berbalut bubuk Doritos. Meski sudah ada keju dan Doritos-nya sejak beberapa waktu lalu, tapi baru sekarang aku punya keberanian untuk mencobanya. Mumpung ditemani Ray, jadi kalau dapur berantakan yang ditegur bukan cuma aku saja, hihihi, ups :p Meski sedikit deg-degan tapi aku tetap berusaha PD untuk mencobanya. Kami berbagi tugas, aku yang memotong-motong keju dan membalutnya dengan telur dan dorito, sedangkan Ray yang menggorengnya. Aku khawatir keju yang meleleh akan membuat penggorengan lengkat, tapi ternyata ajaibnya bubuk Doritos bisa menahan keju tetap di dalam! Woooow, hasilnya bahkan lebih bagus dari video yang kulihat di YouTube, hahaha. Dan rasanya pun ternyata super enak. Ibu bahkan sudah nggak sabar mencobanya sebelum aku mengambil fotonya. Aku pikir rasanya akan salty karena keju dan Doritos sama-sama asin. Tapi ternyata nggak, rasanya seperti keju goreng yang dijual di restoran pizza hanya saja lebih renyah. Sisa telur untuk menggoreng Ray jadikan omelet untuk kami berdua. Ditambah masakan Ibu makan malam kami pun jadi super mengeyangkan. Selesai makan kami baru ingat kalau puddingnya belum dikeluarkan dari lemari es. Karena bentuknya agak mengerikan, jadi aku minta Bapak dan Ray yang terlebih dulu mencobanya. Cacing-cacing yang keluar dari tanah kelihatan sangat nyata. Untung saja mereka bilang rasanya enak, hihihi. Dan aku setuju, begitu juga Ibu. Ah, senangnya Halloween dinner ini berjalan sukses :D





Aku senang Bapak memuji kostum Halloweenku, katanya beliau belum pernah melihat dress itu sebelumnya (well, of course, hihihi). Dan aku juga senang karena Ibu menyukai stuffed Doritos yang aku dan Ray buat. Lain kali beliau akan membuatnya juga katanya :D Setelah Ray pulang aku membereskan dekorasi sederhana yang menempel di tembok. Hari yang melelahkan tapi aku sama sekali nggak menyesal karena hatiku berbunga-bunga (lol, nggak ada seram-seramnya). Halloween selalu jadi saat yang istimewa karena bisa memaksaku untuk kreatif dan melakukan sesuatu yang kadang bahkan belum pernah terpikir sebelumnya. Begitu juga bagi Ibu, Bapak dan Ray, mereka pun merasakan hal yang sama. Karena Halloween aku dan Ibu pernah berkeliling toko kain untuk mencari kain yang harganya paling terjangkau untuk kostumku. Bapak juga pernah membuat sayap Tinker Bell dari gantungan baju bekas yang caranya beliau lihat dari YouTube. Kalau hari-hari biasa mana pernah beliau menonton YouTube dan mau menghabiskan waktu berjam-jam untuk membengkokkan kawat gantungan baju, hihihi. Ray juga jadi pintar mix and match berkat Halloween. Tahun lalu ia datang ke rumah dengan kostum Peter Pan kreasinya sendiri! Padahal katanya sebelum mengenalku ia belum pernah lho excited dengan Halloween, hihihi. 

Setiap aku upload foto-foto Halloweenku di media sosial, teman-teman dan pembaca pasti mengomentari. Ada yang memberi pujian, tapi ada juga yang heran kenapa aku melakukannya. Rupanya banyak yang nggak percaya bahwa Ibu dan Bapak totally okay dengan apa yang kulakukan, ---bahkan begitu mendukung. Aku sendiri sebenarnya justru bingung jika ada orangtua yang melarang anaknya melakukan hal yang sama sepertiku. Ini hanya untuk bersenang-senang dan aktivitas yang dilakukan di hari Halloween bisa semakin mempererat hubunganku dengan orangtua, ---dengan bonus menjadi semakin kreatif. Bapak bilang aku boleh melakukan apapun yang diinginkan selama itu nggak merugikan orang lain dan menyakiti diri sendiri. Dan Bapak melihat Halloween sebagai sesuatu yang positif, meskipun waktu beliau kecil belum mengenal hari ‘menakut-nakuti’ ini. Aku bersyukur mempunyai orangtua yang sangat open minded, nggak melarang sesuatu sebelum mencari tahu dan selalu ikut bersenang-senang denganku. Menutup diri nggak akan menghasilkan apa-apa, malah mungkin akan menjauhkanku dengan orangtua. Hal yang baru bukan berarti buruk, dan hal yang lama bukan berarti lebih baik. Ibu dan Bapak setuju jika “budaya” ini seharusnya lebih acceptable daripada “budaya” bullying, lempar telur saat ulang tahun, corat-coret seragam ketika kelulusan sekolah dan berbagai macam hal “buang-buang” lainnya. Ini  hanya Halloween, dan ini di Indonesia bukan di Irlandia. Menjadi kreatif nggak akan menyakiti siapapun, dan mempunyai moment untuk melakukannya dengan orang-orang tersayang nggak ternilai harganya. So, why not? Aku lega Ibu dan Bapak melarangku untuk mencorat-coret seragam saat kelulusan dan bukannya melarangku untuk ber-Halloween. Thank you so much for your super awesome parenting style, Ibu dan Bapak. I love you both :)


yang setiap tahun dibuatkan kostum halloween oleh ibu dan bapak,

Indi 


___________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | Contact person: 081322339469

Kamis, 19 Februari 2015

Satisfied My Sweet Tooth: The Dream's Cake :)

Yay! Akhirnya aku bisa update lagi di sini. Belakangan kayanya gue sering baca blogger yang lagi ikutan tantangan untuk post 1 tulisan setiap hari. Rasanya langsung bikin cengar-cengir, soalnya kalau aku bisa post satu tulisan saja perminggu itu sudah masuk kategori rajin ---menurut standar sendiri, hehehe :D Sebenarnya aku juga ingin lebih sering berbagi cerita di sini, apalagi belakangan dapat banyak pengalaman baru. Tapi aku ternyata memang nggak ‘segesit’ blogger-blogger yang bisa bikin blog post sambil melakukan aktivitas lain. Jadi sepertinya aku akan tetap dengan ‘ritme berantakan’ seperti sekarang dan berusaha menceritakan pengalaman-pengalaman saat ada waktu luang saja meskipun jadinya sudah nggak baru lagi, hihihi. Daripada memaksakan dan tulisanku yang sering sekenanya ini jadi semakin berantakan, kan ;)

Salah satu pengalaman yang ingin aku ceritakan adalah ketika aku ke (kinda late) opening cabang barunya The Dream’s Cake. Jadi minggu ada kabar, katanya aku diundang Dara (owner The Dream’s Cake) untuk mampir ke tempatnya dan mencicipi menu-menu barunya. As a sweet tooth, tentu saja aku langsung mengiyakan untuk datang di hari minggu (15 Februari 2015 lalu). Rupanya cabang baru ini sudah dibuka sekitar 10 hari yang lalu, tapi karena Dara kehilangan kontakku jadi ia baru bisa mengundangku belakangan. Padahal saat grand opening kabarnya banyak food blogger yang diundang, lho. Wah, bisa sekalian kenalan dan berbagi pengalaman, tuh. Tapi nggak apa-apa, deh soalnya kalau waktunya terpisah malah leluasa, hihihi.

Aku mengenal The Dream’s Cake sudah lumayan lama, bahkan sejak mereka belum memiliki toko/cafe sendiri. 100 thumbs up untuk kemajuan mereka, bukan hanya karena sudah menambah cabang baru saja (yang terdahulu ada di Jl. Trunojoyo dan Jl. BKR), tapi juga karena mereka sangat inovatif. Aku biasanya nggak pernah ketinggalan untuk mencicipi menu-menu baru The Dream’s Cake, tapi berhubung di akhir tahun kemarin cukup banyak kesibukan jadi hanya bisa melihat foto-fotonya di media sosial. Pokoknya setiap aku intip Twitter atau Instagramnya The Dream’s Cake, aku pasti kedip-kedip. Sudah nggak sabar pengen mencicipi, hihihi.

Di sore hari aku tiba di cabang baru The Dream’s Cake yang letaknya di Dipa Junction Jl. Aria Jipang no. 1-3 Bandung. Kesan pertamaku waktu masuk ke cafenya, clean dan cute ---tapi nggak over cute jadi cocok juga untuk hangout sama keluarga dan guy friends. Minimalis dengan dekorasi yang bikin betah foto-foto (aku ini mah, hehehe). Untuk mejanya ada beberapa pilihan, di pintu masuk ada meja dengan 2 buah tempat duduk, pas buat yang lagi ngedate dan di dalamnya lagi ada meja-meja yang lebih besar, cocok untuk teman-teman se-gang, keluarga atau couple yang kalau makanannya banyak banget sampai nggak muat di meja kecil ---seperti aku ini, hehehe.





Aku memilih untuk menempati meja yang paling pojok, supaya kalau Dara datang kami bisa langsung melihatnya. Beberapa saat kemudian aku menerima pesan dari Dara agar aku langsung order karena ia masih on the way. Setelah aku melihat daftar menunya, ternyata benar banyak yang baru. Malah sepertinya sebagian besar belum pernah aku coba, hihihi. Langsung saja aku memilih ‘Dessert Tower’ dengan es krim vanila chip, risoles keju dan veggies, dan ‘Cococi’. Oh, iya meskipun The Dream’s Cake terkenal dengan dessert atau makanan manisnya, tapi untuk yang ingin comfort food juga tersedia menu seperti mac and cheese, fried fries dan lain-lain, lho :)


Holly molly! Check out my Dessert Tower! :O

Rissole nya ada banyak varian, kalau mau tanpa daging bisa pesan yang cheese. Enak bangeeeet T_T

Cococi dan air kelapanya yang tertutup cotton candy! :D


Nggak menunggu lama pesananku pun datang. Akhirnya aku bisa melihat langsung foto-foto yang sering adminnya The Dream’s Cake retweet di Twitter :p Dessert Tower ku ternyata benar-benar seperti tower, tinggi! :D Kalau ada yang pernah melihat cotton candy tower, nah bentuknya mirip seperti itu. Bedanya Dessert Tower lebih puffy karena di dalamnya ada 2 scoop es krim, cake and cream cheese! Yang bikin makin segar di dasar gelasnya diisi oleh lemon sparkling. Nggak perlu bingung dengan bagaimana cara menikmati Dessert Tower ini, free style saja. Mau pakai sendok boleh, mau pakai tangan boleh... atau seperti aku yang menikmati cotton candy nya dengan langsung di-hap juga boleh, hehehe. Tapi hati-hati saja nanti rambut ikutan lengket. Oops :D Cococi juga kucicipi. Sepertinya The Dream’s Cake membawa ‘es campur’ to the another level. Mochi isi cake (I Mochi You), es krim dan toppingnya disajikan di mangkuk yang terbuat dari kelapa bangkok, sementara air kelapanya disajikan terpisah. Rasanya unik, rasa manisnya cocok banget dengan daging kepalanya yang gurih dan lembut. Yummy! Risolesnya pun nggak kalah menarik, lho. Meskipun menu ini ada di mana-mana, tapi penyajiannya yang dilengkapi mayo membuat rasanya lebih nikmat. Apalagi dengan varian isian yang macam-macam. Paling happy kalau menemukan menu kesukaan yang biasanya mengandung daging divariasikan dengan isian yang lain (curhatan pesco-vegetarian, lol).


Siapa yang perlu sendok? Lol.


Dara datang ketika aku masih makan, katanya ia sedang sibuk karena hari ini bertepatan dengan hari terakhir food festival di Paris Van Java. Mumpung bisa bertemu langsung dengan ownernya, aku jadi bisa sekalian tanya-tanya, deh ;) Dari ceritanya aku jadi tahu kalau cafe ini konsepnya ‘semi resto’, maksudnya costumer bisa memesan langsung di kasir atau bisa juga dari meja langsung seperti yang aku lakukan. Jadi tergantung kita mau pilih mana yang lebih nyaman buat kita. Hihi, asyik ya ;) Karena menu utamanya dessert, The Dream’s Cake ini selalu ramai di siang hari. Menurutku sih mau datang siang atau sore sama asyiknya, cuma kalau takut kehabisan lebih baik memang siang-siang, apalagi weekend. Soalnya aku pun mau pesan es krim green tea tapi sudah habis, huhuhu :’)




Lho aku salah kostum? XD


Nggak terasa waktu sudah semakin larut, aku pun pamit pulang. Secara keseluruhan buatku The Dream’s Cake ini keren banget. Selain menunya enak-enak, pelayanannya juga cukup cepat. Recomended banget untuk yang suka dessert tapi bosan dengan rasa yang itu-itu saja (di sini variannya banyak pilihan). So, thanks a lot ya The Dream’s Cake, especially buat Dara yang sudah memuskan sweet tooth-ku, hihihi. Kapan-kapan mau mampir lagi sambil ajak keluarga, ah ;)

The Dream’s Cake
Dipa Junction, Jl. Aria Jipang no. 1-3
Bandung
Kontak: 081286250907 (SMS dan whatsapp) thedreamscake (line)

sweet tooth girl,


Indi 

  ___________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | Contact person: 081322339469

Selasa, 13 Maret 2012

Susah-Susah-SENANG! :D

Kios es krim favorit di Braga City Walk :D

Hi bloggies, apa kabar? Semoga semua baik, ya meski cuacanya selalu mendung dan dingin. Brrr...
Aku sendiri lagi terserang alergi yang cukup parah. Kalau biasanya sehabis minum obat beberapa jam kemudian langsung sembuh, kali ini nggak. Sudah 3 hari kulitku betah gatal-gatal dan perih, padahal akunya sih nggak betah, hihihi :p
Sejak minggu kemarin kegiatanku memang sedang full (terkecuali di hari minggu), dan itu membuat daya tahan tubuhku lumayan drop. Kalau di hari normal aku makan sesuatu yang memacu alergi reaksinya pasti nggak akan lama. Tapi berhubung hari-hari belakangan lagi "nggak normal" (lol), reaksi yang datangpun lain dari biasanya.

Karena kegiatan yang lagi padat ini juga, aku jadi harus pintar-pintar atur waktu, supaya hiburan dan waktu dengan orang-orang tersayang nggak menghilang gitu saja. Aku mulai bangun lebih pagi untuk sarapan, dan kalau biasanya aku bermain dengan Eris di siang hari, sekarang berganti di pagi hari. Begitu juga dengan jam istirahat, kalau biasanya aku menulis tengah malam, sekarang diganti setelah makan malam atau di hari minggu. Meski awalnya sering frustasi karena nggak terbiasa, lama-lama aku mulai nyaman juga dengan pola hidup baruku :)

Nah, di hari minggu kemarin (11 Maret 2012). Ray ajak aku ke pesta pernikahan teman kuliahnya. Rencananya sih sederhana saja: sepulang dari pesta pernikahan kami akan dinner sambil menikmati waktu berdua, lalu pulang. Aku pikir setelah senin sampai jumat dinner dengan keluarga, punya waktu berdua saja dengan Ray pasti menyenangkan. Apalagi nggak akan bikin aku tambah kelelahan, toh cuma dinner :)
Tapi kenyataannya justru nggak sesederhana rencana kami. Perjalanannya sangat-sangat-sangat melelahkan! Macet di mana-mana, dan taksi yang kami tumpangi nggak pakai AC. Wah, benar-benar petualangan di tengah hari yang bikin keringatan, hehehe. Meskipun cuaca sedang mendung, rute yang kami tempuh jauh dari kata nyaman... pasar tradisional, tempat pembuangan sampah... Bayangkan saja bagaimana aroma yang kami cium sepanjang perjalanan :')

Akhirnya setelah lebih dari 1 jam kemudian kami sampai di pesta pernikahan teman Ray. Dan waktu kami masuk ke gedungnya... ternyata acara sudah selesai! Hahahaha... Syukurlah meski dekor, para tamu dan yang lainnya sudah nggak ada, pengantinnya masih ada meskipun sedang makan bersama :p Kami bergabung dengan mereka sebentar, dan dengan perasaan nggak enak harus menolak makanan yang mereka suguhkan karena menunya daging semua, hihihi (we're pesco vegetarian). Sekitar 30 menit kemudian kami pamit dan kembali ke taksi yang diminta untuk menunggu kami.

Di taksi, Ray menyerahkan padaku kemana tujuan kami berikutnya. 'Ditantang' seperti itu aku langsung jawab, "Terserah Mas saja" karena memang nggak terpikir mau pergi ke mana lagi, hehehe. Aku pikir sih ke mana saja, asalkan perjalanannya nggak macet dan kami bisa habiskan waktu berdua. Ray juga bingung sebenarnya, tapi akhirnya dia memutuskan untuk ke Braga City Walk, mall yang letaknya paling dekat dengan rumah kami. Paling dekat dengan rumah=jauh dari tempat pesta pernikahan. Artinya kami harus mengulang rute yang sama seperti perjalanan perginya. Tapi ternyata kami nggak mengulang rute yang sama, kami malah memutar karena polisi menutup beberapa jalan utama. Ya Tuhan... hahaha... :')

Setelah sekian jam kemudian (aku nggak ingat berapa lama tepatnya) kami sampai juga di daerah Braga. Di belakang gedung Braga City Walk tepatnya, karena kami melawan arah dan kalau berhenti tepat di depannya berarti melanggar peraturan. Waktu turun aku agak kaget karena dressku menempel di bagian belakang. Ternyata tanpa disadari aku sudah berkeringat banyak sekali, hahaha. Langsung saja aku minta tiga hal sama Ray: toilet, celana pendek ganti dan es krim :p
Di dalam mall kami agak bingung, eskalator naik yang biasanya ada di tengah gedung menghilang. Kami sempat jalan memutar dan baru tahu jawabannya waktu kami ke toilet. Ternyata oh ternyata mall ini sedang dalam pembangunan... Terpaksa kami harus pakai lift yang penuhnya minta ampun cuma untuk beli es krim di lantai 2. Toko-toko di dalam gedung banyak yang tutup, jadi waktu kami makan es krim pemandangan di depan kami cuma ruangan kosong bekas arena bermain, hihihi. Tapi asyiknya kami jadi nggak terganggu sama orang yang lalu-lalang dan bisa mengobrol sepuasnya. Oya, kios es krim ini favorit kami, lho. Setiap kami ke sini pasti mampir dulu meskipun harus kembali lagi ke lantai dasar untuk makan yang sebenarnya tujuan utama, hihihi.


OOTD: Headband: gift from my friend | Dress: Toko Kecil Indi | Kitten heels: Flo

Habiskan es krim-nya, Indi, sebelum Ray minta! Hihihi...


Dan begitu juga hari ini, setelah puas makan masing-masing satu cone es krim kami turun lagi ke lantai dasar. Kenapa nggak dinner dulu baru makan es krim? Entahlah, memang sudah tradisinya begitu, hihihi. Sama seperti waktu naik, lift turun juga penuh. Kami menunggu lebih lama malah. Gemas rasanya waktu menengok ke lantai bawah dari bekas eskalator yang sekarang ditutup papan-papan putih. Coba kalau bisa dipakai pasti nggak perlu antri. Dan 'unik'nya mall ini tangga yang tersedia cuma tangga darurat, jadi otomatis semua pengunjung pakai lift. Masa iya mau loncat? Hehehehe :p
Di lantai dasar kami langsung ke The Kiosk dan mengambil tempat di dalam, satu-satunya tempat yang menurut kami nyaman di sini. Aku langsung lepas sepatu begitu duduk di sofa. Perjalanan ini terasa sangat melelahkan padahal kami cuma ke sebagian kecil kota Bandung, hihi. Di bayanganku kami bisa relax di sini sambil mengobrol seru, tapi ternyata kami salah pilih tempat. Tepat di samping kami ada segerombolan remaja yang heboh foto-foto. Benar-benar heboh karena mereka sampai keluar dari meja mereka dan niat banget pakai kamera D-SLR! Ya, ampun... Langsung deh aku dan Ray saling lihat dengan tatapan heran, hahaha.

Well, seperti yang kubilang sebelumnya, suasana seperti ini bukan seperti yang kami harapkan. Maunya kami ya tenang dan bisa bikin relax setelah 6 hari full berkegiatan, bukannya kena macet, panas, mall yang renovasi dan sekarang disambut oleh kehebohan para remaja. Tapi mau bagaimana lagi, kami sudah di sini dan yang bisa kami lakukan ya menikmati :)
Ray mulai men-dubbing mereka, hahaha, tapi tentu saja pelan-pelan dan sesedikit mungkin melakukan kontak mata. Kami juga mulai mengarang-ngarang cerita tentang beberapa pengunjung di sekitar kami. Selain para remaja heboh yang kami dubbing, di depan kami ada segerombolan perempuan dan seorang laki-laki yang sepertinya masih kuliah. Aku dan Ray mencoba menebak apa yang mereka lakukan di sini. Satu sofa untuk dua orang diduduki oleh 3 orang dan laki-laki satu-satunya tampak berada di dunia sendiri, sibuk dengan smartphone-nya. Aku tebak dia sedang update status dan curhat sama seseorang. Dia pasti kirim pesan dengan isi semacam ini, "Somebody, plese help me get out of here", hehehe.
Semakin lama kami jadi terbiasa dengan suasana bising dan mulai mengobrol seolah tempat ini tenang (padahal tiba-tiba remaja di samping kami pindah dan nyanyi "Happy Birthday" kencang sekali, lol). Kami saling bercerita tentang kegiatan kami selama satu minggu. Melegakan rasanya aku bisa langsung menatap Ray dan mengadu betapa lelahnya aku belakangan ini dan menunjukan langsung kaki lecet bekas berdiri selama berjam-jam waktu menjaga stand Taman Kanak-kanak ku, hihihi. Benar-benar waktu berkualitas berdua, senang :)



Kami juga sangat lapar karena men-skip lunch dan sudah tiba waktunya dinner. Anehnya selera lidahku maunya ikan terus. Waktu di menu nggak ada baso tahu, aku langsung minta fish steak, padahal jelas-jelas aku alergi ikan. Well, yeah, aku memang aneh, pesco vegetarian yang alergi sama ikan. Sepertinya dalam waktu dekat lebih baik jadi vegan, hahaha. Sedangkan Ray pesan ketan bakar dan tahu sekaligus sambil membujukku untuk makan yang lain. Tapi kalau sudah kepengen aku susah dicegah, jadilah satu porsi fish steak aku lahap sendiri, hihihi. Hasilnya instan banget, kulitku langsung merah-merah, gatal... dan aku lupa bawa obat alergi padahal sudah 3 hari belakangan ini sering kambuh! Untung saja belum terlalu parah, jadi masih tahan untuk nggak digaruk, hihihi.

Fish steak pesanan seorang pesco vegetarian yang alergi ikan. Dasar aneh! Lol.
Tahu dan ketan bakar pesanan Ray. Yummy! :)

Jam 8.30 malam kami putuskan untuk pulang. Kami takut alergiku makin parah dan lagipula, keesokan harinya aku dan Ray harus sudah bekerja lagi. Di perjalanan pulang, ada kejutan lagi. Taksi yang kami tumpangi memutar lagu-lagu girlband dan boyband lokal yang entah apa namanya! Hahaha, ya ampun, benar-benar hari yang super :D
Kadang sesuatu memang terjadi di luar rencana. Dulu aku adalah orang yang selalu nggak nyaman dan cenderung gloomy saat sesuatu berjalan di luar kendaliku. Tapi sekarang aku lebih memilih menikmati daripada kecewa dengan sesuatu yang sudah terjadi. Yah, nasi sudah menjadi bubur, maka jadikanlah bubur yang enak. Pakai kecap, kacang, kerupuk, tapi jangan pakai telor nanti alergiku kambuh lagi, hehehe (apaan, sih? :p ). Lagipula, aku percaya sesuatu... ehmm, mungkin terdengar cheesy, tapi saat aku bersama dengan orang yang disayangi aku pasti akan cepat beradaptasi dengan suasana apapun. Aku selalu percaya, bukan suasananya yang penting tapi dengan siapa aku saat itu.

Well, begitulah hari mingguku yang sangat berkesan. Meski rasa lelahnya sama dengan saat bekerja, tapi somehow bikin aku relax dan lebih semangat untuk menghadapi satu minggu ke depan. Alergiku masih belum pergi, tapi yang terpenting moodku bagus, hihihi. So, aku harap hari kalian menyenangkan, bloggies, dan jangan lupa luangkan waktu dengan orang-orang atau pets tersayang, ya! ;)


____________________________________________

Artikel tentangku ada di majalah CHIC nomor 110 sepanjang 3 halaman. Majalah ini terbit sejak tanggal 7 Maret 2012 dan bisa didapatkan di toko buku, tukang koran dan mini market. Semoga bermanfaat :)







blueberry ice cream smile,

Indi


Diedit 4/3/2024. Ray and I are no longer together. I am now happily married to Shane ❤️
___________________________________________
Contact Me? HERE. Sponsorship? HERE.