Kamis, 22 Februari 2024

Izin Tinggal yang Menyebalkan dan Mall yang Menyenangkan! :)

Keputusan Shane untuk tinggal di Indonesia memang mengejutkan. Bayangkan saja, Shane nggak pernah pergi jauh dari negaranya, Amerika, ---paling jauh hanya sampai Jamaika. Lalu tiba-tiba saja ia bilang ingin mengunjungi aku, (yang waktu itu masih) sahabat internetnya di Indonesia. Aku bilang pada orangtuaku kalau akan ada teman yang berkunjung. 

"Tiga minggu saja paling lama," ujarku pada Ibu dan Bapak, ---yang ternyata keliru. 

Shane dan aku saling jatuh cinta segera setelah kami bertemu. Perubahan status kami dari sahabat ke sepasang kekasih membuat Shane mengubah rencananya. Orangtuaku terkejut, keluarga Shane apa lagi! Tapi mereka ikut berbahagia dan mendukung apapun keputusan kami :)


Aku dan Shane sama-sama clueless tentang izin tinggal di Indonesia. Shane ke Indonesia menggunakan visa kunjungan yang hanya berlaku selama satu bulan. Lalu bagaimana caranya agar ia bisa di sini bersamaku selama tujuh bulan kami berpacaran? Well... sekarang sih terdengar "lucu", tapi percayalah waktu itu cara yang Shane lakukan adalah satu-satunya cara yang masuk akal bagi kami. Jadi setiap masa tinggalnya habis Shane pergi ke Singapura di pagi hari dan kembali lagi ke Indonesia di sore hari DEMI MENDAPATKAN CAP VISA KUNJUNGAN DI PASPORNYA! Iya, orang yang sekarang jadi suamiku itu rela pulang-pergi ke luar negeri satu bulan sekali, bahkan tanpa meninggalkan Bandara untuk mengejar penerbangan berikutnya, supaya ia bisa tinggal dengan legal di Indonesia, ahahahaaa :"D


Untung saja beberapa minggu setelah menikah kami diberi tahu kalau ada yang namanya KITAS, ---Kartu Izin Tinggal Sementara untuk WNA yang berlaku selama satu tahun (---nah, mengerti kan kenapa kami jadi merasa konyol, hahaha). Atas saran Alison, mantan atasanku di Preschool tempat aku dulu mengajar, kami menggunakan jasa agen untuk mengurus segala macam dokumen yang diperlukan. Jadi selama satu tahun pertama kami tenang, izin tinggal Shane sudah ada yang mengurus dan kami hanya perlu ke Imigrasi  untuk pengambilan foto dan sidik jari. Praktis, cepat, ---tapi kami terkejut setelah tahu berapa biaya asli pembuatan KITAS. Ternyata kami membayar hampir dari tiga kali lipat! Huaaa, agak menyesal rasanya, dan sejak saat itu kami memutuskan untuk mengurusnya sendiri saja. Kan lumayan tuh uang lebihnya bisa dipakai buat jatah makan seblak satu tahun :p


Tahun pertama mengurus KITAS berdua saja kami masih meraba-raba. Kami menjelaskan pada pihak Imigrasi kalau sebelumnya kami menggunakan jasa agen jadi belum mengetahui apa saja yang harus kami bawa. Aku ingat sekali waktu itu aku dan Shane saling bertukar pandang karena heran. Di zaman yang serba digital ini ternyata fotokopi KTP, Kartu Keluarga, CNI, dsb, dst, masih juga menjadi salah satu persyaratan perpanjangan KITAS. Dengan banyaknya kolom di formulir yang diisi, dengan seluruh data kami yang sudah ada di komputer, kenapa fotokopi masih diperlukan? Kertas-kertas fotokopi yang isinya selalu sama setiap tahun itu memang nantinya dikemanakan? Jangan sampai deh berakhir di tukang gorengan. 


Jadi setiap akhir tahun saat keluarga kami merencanakan liburan, aku dan Shane merencanakan kunjungan kami ke Imigrasi, hahaha. Di kedatangan pertama aku dan Shane harus menyerahkan segala macam fotokopi, foto terbaru, paspor, mengisi formulir dan membayar biayanya. Setelah itu kami dijadwalkan untuk pengambilan data biometrik (sidik jari dan foto). ---Yup, semua itu nggak bisa dilakukan di satu hari saja. Lumayan menguras tenaga fisik dan mental karena jarak dari rumah ke Imigrasi nggak dekat dan perjalanannya nggak pernah mulus (warga Bandung pasti paham kalau di daerah Surapati always macet, sniff...). Pernah satu kali kami terpaksa kembali lagi ke rumah hanya karena nggak membawa CNI. Padahal satu malam sebelumnya kami menerima email dari Imigrasi yang NGGAK menyebutkan CNI sebagai salah satu persyaratan. Aku sampai menunjukkan bukti email dan Buku Nikah, karena CNI itu sendiri adalah surat bukti kalau Shane nggak terikat pernikahan di negaranya. Harusnya kita nggak butuh CNI lagi dong karena sudah menikah legal di sini dengan bukti Buku Nikah dan data di Disdukcapil? :'D Tapi tetap saja mereka kekeuh menginginkan selembar kertas fotokopi dari kedutaan Amerika itu.


Bulan Desember 2023 yang lalu ketika akan melakukan "kunjungan" rutin ke Imigrasi level anxiety kami cukup tinggi. Dua tahun yang lalu aku dan Shane sempat merasa nggak nyaman karena salah seorang petugas memanggilku dengan sebutan "Kakak" dengan nada over friendly (ykwim...) dan berkomentar tentang penampilanku. Bukan saja terkesan nggak profesional tapi juga membuat Shane merasa kurang dihargai (ia merasa "dikacangin"). Like, why does he care about my appearance? Panggilan "Kakak" dan mengomentari kalau styleku "Kawaii" itu nggak appropriate untuk diucapkan di tempat yang formal. And he's NOT even my friend! ---To be clear ya, BUKAN panggilan “Kakak” nya yang jadi masalah. Tapi ini soal tempat dan sedang dalam kepentingan apa. Di tempat di mana semua orang dipanggil “Ibu” dan “Bapak” (bahkan Shane dipanggil “Sir”), kenapa petugasnya memilih memanggilku dengan sebutan yang berbeda dan membuat komentar nggak perlu soal penampilan dan saat melihat foto KTP ku? Ia bahkan nggak bertanya apa-apa sama Shane, seolah nggak kelihatan. Padahal Shane yang berkepentingan untuk urusan KITAS. Aneh :S Meski petugasnya sekarang sudah nggak bekerja di sana tapi tetap aku dan Shane jadi menetapkan Imigrasi sebagai tempat least favorite kami. "Vibesnya nggak enak," begitu kata Shane. Syukurlah persyaratan perpanjangan KITAS kami nggak ada yang kurang dan berjalan lancar, ---atau kami kira begitu...


Di kunjungan kami yang kedua untuk pengambilan data biometrik, seharusnya menjadi hari yang sama dengan pengambilan paspor milik Shane. Tapi kemarin nggak begitu, setelah menunggu sebentar kami diberitahu kalau paspor belum bisa diambil. Waktu aku bertanya sama petugasnya kapan, ia menjawab, "Belum tahu, whatsapp saja ke sini hari Senin. Tanyakan tentang status permohonan KITAS nya dan kapan paspornya bisa diambil."

Jujur, rasanya kepengin nangis tahu nggak sih, ahahaha... Sudah jauh-jauh datang, DUA KALI PULA, eh masih juga harus kembali lagi, KAPAN-KAPAN (karena bahkan petugasnya saja belum tahu, ahahahaha). Kalau begini rasanya lebih baik kami kembali pakai agen saja! Ingin rasanya menyerocos bertanya kenapa kami nggak dikabari saja lewat Whatsapp, email, telepon, pos, atau apapunlah supaya kedatangan kami nggak sia-sia. Tapi semuanya hanya di dalam kepalaku, karena badanku rasanya terlalu lemas dan mood sudah jelek. Aku hanya ingin pulang dan tidur.


Tapi Shane rupanya punya ide lain, alih-alih setuju untuk pulang ia mengajakku untuk ke mall. Katanya ia ingin membuat hari kami yang dimulai dengan sangat menyebalkan menjadi lebih baik. Senyumku pun kembali. Bukan karena gembira akan berjalan-jalan di mall, tapi karena aku bersyukur memiliki suami yang selalu mencoba "memperbaiki" hari untuk kami :) Dengan bantuan aplikasi map di handphone aku menemukan mall terdekat dari gedung Imigrasi, Mall Bandung Indah Plaza, mall yang sempat menjadi tempat favoritku ketika masih kecil sampai remaja. Segera kami ke sana tanpa rencana dan tanpa tahu apa yang ada di sana. Sudah sangat lama sejak terakhir kali kami mengunjungi mall tertua di Bandung itu. (---Itu pun sangat sebentar, untuk makan karena terlewat saat pulang sehabis kami dari Rumah Sakit). Di perjalanan Shane berkata kalau aku harus bersenang-senang di sana, lakukan apa saja yang aku inginkan dan jangan pikirkan soal urusan Imigrasi yang menyebalkan.


BIP, mall masa kecil dan remaja. Sudah banyak yang berubah, jadi kangen suasana dulu, huhu.


Mall sedang nggak terlalu ramai. Di beberapa pojok terlihat sedikit festive karena sedang suasana Natal dan Tahun Baru. Dengan mantap aku langsung mengajak Shane ke restoran fast food yang menjual burger plant based. ---Junk food nabati memang selalu sukses membuat moodku lebih baik, hehe. Kami ke Burger King karena plant based whopper mereka enak sekali (dan sangat mengenyangkan!). Sayang ternyata stocknya habis :') Perasaanku sih sepertinya mereka memang sudah discontinued, at least untuk wilayah Bandung karena di cabang lain pun jawabannya selalu sama. Tapi mungkin supaya terdengar halus dan menjaga supaya harapan para vegan tetap tinggi jadi bilangnya "habis" :p Untung saja di lantai paling atas ada A&W. Mereka punya menu yang namanya Veggie Burger. Rasa dan teksturnya lebih mirip perkedel dibandingkan dengan burger, tapi menurut kami sih sama-sama enak apalagi saat dipadukan dengan curly fries. 


Dekorasi mall sangat minim, di lantai atas malah hampir gak ada dekorasi :D


Kami makan sambil mengobrol ini-itu, sama sekali nggak membahas soal Imigrasi. Shane dengan random bilang kalau ia tiba-tiba ingat lima tahun yang lalu di hari yang sama kami makan di foodcourt Metro Indah Mall dan ia mengambil fotoku yang sedang duduk di depan pohon Natal. Aku tertawa mendengarnya, aku ingat waktu itu kami baru sekitar dua minggu menikah dan aku sedang ingin makan seblak. Jadi bibirku tampak merah dan dower sekali di foto, hahaha. Somehow Shane menyukai foto itu dan sampai sekarang masih menjadikannya wallpaper di handphonenya :) Oh iya, Shane dulu bukan "anak mall", ia lebih suka pergi ke toko musik atau hangout di rumah teman-temannya. Tapi semenjak bersamaku tampaknya ia jadi menyukai mall, bahkan mulai hapal dengan nama-namanya, hehe.


Hahaha, sign di belakang kami. Aku bertanya sama Shane apa ia merasa "di rumah" :p


Foto kenangan bibir dower di foodcourt Metro Indah Mall, hahaha :D


Selesai makan Shane bertanya padaku apa lagi yang ingin kulakukan. Aku berpikir sejenak lalu mengajaknya ke bioskop untuk melihat film apa saja yang sedang diputar. Kebetulan sekali ada "Wonka", dan hari pertama tayang! Sejak kecil Shane sangat menggemari film "Willy Wonka and the Chocolate Factory" (1971), film yang (seharusnya) menjadi adaptasi dari buku Roald Dahl yang berjudul "Charlie and the Chocolate Factory". Sementara aku adalah penggemar berat buku-buku Roald Dahl, baik buku anak-anak maupun buku dewasanya. Jadi menonton film ini merupakan win-win untuk kami; Shane bisa menonton "prekuel" dari film favoritnya, sedangkan aku bisa membandingkan karakter Wonka dengan yang di buku. Kupikir bioskop akan ramai, apalagi di hari Senin harga tiket lebih murah. Tapi ternyata di dalam teater hanya ada kami berdua dan beberapa orang di baris samping dan belakang kami. Aku menyukainya :)


Poster film "Wonka".


Kedua buku tentang Willy Wonka dan karya Roald Dahl yang lain.


Aku dan Shane sangat menikmati filmnya, ---aku bahkan sempat terlarut di beberapa adegan dan sedikit meneteskan air mata :'D Telinga dan mata kami terasa dimanjakan, semuanya porsinya pas, dari drama, hal-hal magis dan musiknya. Mungkin kalau aku terlalu berharap filmnya patuh dengan cerita di buku Roald Dahl aku nontonnya bakal kecewa, ya. Tapi karena sudah belajar dari film-film adaptasi Roald Dahl lain yang hampir NGGAK PERNAH persis bukunya, aku jadi menikmati filmnya sebagai sebuah karya mandiri yang "diinspirasi" Roald Dahl saja. Karena kalau dibilang jadi prekuel film versi tahun 1971 pun sebenarnya nggak nyambung-nyambung amat. Background storynya ke mana-mana, hanya karakter Willy Wonka saja yang mendekati. Disambungkan dengan film "Charlie and the Chocolate Factory" versi tahun 2005 (yang mana paling patuh dengan bukunya) apalagi, ---makin jauh, ahahaha. Jadi ya dinikmati apa adanya saja. Oya, di film "Wonka" juga ada kejutan menyenangkan dari Rowan Atkinson, yang meski perannya nggak banyak tapi sukses bikin aku tersenyum haru. Sebelumnya di film adaptasi Roald Dald yang berjudul "The Witches" (1990) ia juga punya peran sebagai Mr. Stringer, eh tiba-tiba sekarang muncul lagi sebagai Pendeta. Jadi makin nostalgia masa kecil, kan! :'D 


Begitu keluar dari teater, aku dan Shane sepakat kalau filmnya membuat kami jadi ingin makan cokelat! Tanpa berbelok ke mana-mana dulu kami langsung ke supermarket di lantai dasar dan mencari cokelat "yang bisa kami makan". Kebanyakan cokelat yang dijual di pasaran mengandung susu, dan kami yang vegan ini menghindarinya. Syukurlah setelah mencari nggak terlalu lama kami menemukan dark chocolate yang kemasannya cukup besar untuk dimakan berdua! Biasanya kami hanya menemukan chocolate bar kecil, jadi harus beli beberapa supaya puas. Tapi kali ini kami dapat kemasan pouch yang isinya ada banyaaaak. Hore! :) 

Nggak terasa hari sudah semakin gelap, kami putuskan untuk segera pulang setelah sebelumnya membeli treat untuk Kitty, si kucing mungil, yang ditinggal sendirian di rumah. Kami banyak sekali tertawa. Kalau saja nggak melihat outfit kami yang memakai batik, aku nggak akan ingat kalau sebelumnya habis mengalami hari yang menyebalkan di Imigrasi :p


***


"Shane, kalau tiba-tiba kita ketemu Steven Tyler terus dia naksir aku gimana?" Tanyaku iseng.

"Oh, nggak apa-apa, nanti kamu pura-pura suka sama dia. Terus kalau dia kasih kamu uang jangan lupa bagi aku ya," jawab Shane.

Aku tersenyum nakal, "Tapi kalau aku naksir beneran sama dia gimana?"

Shane diam sejenak, menatapku dengan serius lalu berkata, "Ya, artinya kamu tetap saja harus bolak-balik ke Imigrasi. Kan Steven Tyler juga perlu Kitas. Dia dan aku nggak ada bedanya kalau di Indonesia, sama-sama WNA!"

"Oh, iya juga ya," aku terkikik geli. 


Nggak, aku nggak naksir Steven Tyler, kok. Aku nggak akan menukar suamiku ini dengan apapun, hahaha. Nggak bisa aku membayangkan diriku dengan orang lain selain dengan Shane, ---yang selalu berusaha mengubah hari menyebalkan menjadi hari terbaik sedunia! ---Ia sudah lebih dari cukup untukku :)


blessed girl,


Indi


Kalau teman-teman ingin membaca proses pernikahanku dan Shane bisa baca di sini :)

____________________________________

Instagram: @indisugarmika | Youtube: Indi Sugar Taufik

46 komentar:

  1. Lumayan repot dan keluarin biaya juga ya mbak bulak balik Indonesia Singapore buat ngurusin surat izin tinggal untuk ketemuan,beruntungnya dapet suami yang sayang banget dan pengertian😊 .tapi buat Shane apa sih yang enggak kalo buat tersayang

    Ribet ya ngurus ini itu di imigrasi,syarat" nya itu loh , di jaman udah serba digital, fotocopy masih di perlukan,kadang gak habis pikir ya hehe...saya keinget dulu juga pernah main ke mall ini BIP, dulu sih udah ngetop banget😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya repot dan boros, soalnya dulu belum tahu ada yang namanya Kitas, huhuhu. Biarlah jadi cerita, kenangan konyol :D

      BIP dulu saking ngetopnya dipakai syuting Jin dan Jun kalau gak salah, ahahaha. Sekarang Bandung makin banyak mall, tapi BIP tetap di hati karena banyak kenangannya :p

      Hapus
  2. Syukurlah habis lelah bolak-balik ke Imigrasi, Kakak-kakak bisa menghabiskan waktu bareng di mall dengan perasaan senang🥺 ditambah film Charlie yang juga memuaskan, apalagi habis itu makan coklat bareng. Biasanya kalau habis makan coklat, mood auto membaik 😆. Kak Indi, semoga KITAS Kak Shane cepat jadi ya >.<

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul tuh, cokelat bikin good mood! Ditambah es krim apa lagi :p Terima kasih ya Lia, Kitasnya sudah Shane ambil 16 Februari lalu. Aku gak ikut saking bosannya sama Imigrasi xD

      Hapus
  3. Wkwk cerita ini cerita unik kedua dari teman sesama Blogger yg pernah saya baca yaitu tentang kisah cinta beda negara. Suami Indi harus ke singapura dulu agar bisa bertemu Indi kembali, kalau kisah dari teman Blogger yang satunya, Eno, mereka ketemuan di hongkong, Eno dari Indo dan suaminya dari korea wkwk 🤣👍

    Rumit juga ya urusan imigrasi di sini, segala sesuatunya masih serba manual, tenang Indi, next coblos Jaey buat pilpres 2024 ini akan saya permudah urusan imigrasi, haha..

    Kalau saya manggil Indi dgn sebutan Kak terus bilang Kak Indi kawai, kira2 Kak Indi sebel gak sama saya, haha.. sabar kak 🤣✌

    Wah ada Rowan Arkinson alias Mr. Bean di film Wongki, berarti ada kocak2nya ya? bikin ulah gak dia di film itu? 😅😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, blognya Eno apa namanya? Mau dong baca :D
      Iya, serba manual, bahkan pas mau ambil paspor kemarin pun masih aja diminta fotokopi bukti pembayaran, padahal mereka sendiri yang sudah email buktinya. Kenapa diminta lagi coba :')

      Di blog mah bebas, mau panggil aku "Mbak", "Mpok" atau "Teteh" juga boleh :D Tapi di Imigrasi kan tempat formal ya, baiknya panggil "Ibu" ajalah jangan aya-aya wae :p

      Kocak kok dia di sana. Emang gak bisa gak lucu kayanya dia, hehehe. Sekarang udah turun dari bioskop, coba aja nanti nonton pas ada di aplikasi streaming :D

      Hapus
  4. Seronok membaca kisah nya dari awal perkenalana dan terus berjumpa dan kemudian menjadi kekasih dan bernikah gitu.. terbaik sangat.. soal sebulan sekali mahu ke singapore untuk renw visa itu agak memenatkan jua.. kerana harus keluar negara setiap bulan gitu.. tapi akhirnya dipermudahkan ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah membaca tulisanku. Iya, dulu repot karena karena harus keluar negeri satu bulan sekali. Tapi setelah menikah jadi tahu ada cara lebih mudah. Syukurlah :)

      Hapus
  5. Dari kenal di internet, jadi teman, ketemuan, jatuh cinta...akhirnya menikah...Duh ini kisah cinta yang romantis banget...
    Saya pikir kisah cinta seperti itu hanya ada di film-film saja, ternyata nih gadis Bandung mengalami juga...
    Dan pengorbanannya luar biasa. Kalian teguh dengan cinta yang kalian rasakan dan miliki.
    Semoga tetap berbahagia selalu sebagai suami-istri...

    Salam,

    ps. Salam perkenalan dan persahabatan dari saya di Sukabumi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, aslinya gak romantis kok, soalnya kami dulu emang selayaknya sepasang sahabat aja. Jadi pas sadar saling jatuh cinta malah haha-hihi :D
      Amin... terima kasih ya doanya :)

      Wah, Sukabumi nih, tempatnya Keluarga Cemara! Salam kenal kembali ya :)

      Hapus
  6. mengenak kitas nya terlambat ya
    wah kasihan banget sebelumnya harus bolak-balik singapura, hehe
    tapi tak apa lah ya, memang pengalaman itu mahal
    semahal bayar seblak setahun haha
    mall nya cakep, jadi kangen pengan kesana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, terlambat karena dulu gak tahu harus nanya siapa, hahaha :D Seenngaknya pengalaman membuatku lebih dewasa, sementara seblak hanya membuat diare :p

      Ayo ke Bandung lagi. BIP lumayan kok mallnya, tua tapi cukup lengkap :)

      Hapus
  7. tampak rumit lagi leceh
    tapi itu laa
    pengalaman lagi mahal dan mendewasakan

    semoga pengorbanan itu lbh mengeratkan hubungan dan cinta kalian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, too complicated. Padahal sangat bisa disederhanakan. Salah satu followerku cerita, di negara suaminya (Korea) saat mau perpanjang izin tinggal dia gak perlu fotokopi apa-apa. Sangat beda dengan di sini :’)

      Amin… terima kasih ya :)

      Hapus
  8. beruntung punya suami yang baik yang bisa membuat hari jadi makin baik :D, kisah cintanya sangat romantis mbak, seperti cerita di film-film :)

    BalasHapus
  9. Wah aku baru nemu kalo ada yang sebel dipanggil kakak 😜 Biasanya lebih happy dipanggil kakak ketimbang ibu loh biar berasa tetap..ehem..muda hehehehe Aku punya pengalaman juga dengan kantor imigrasi. Tapi lebih ke urus paspor sih. Kebalikan dengan kakak, pas aku urus paspor tahun 2022 lalu tuh ga terkendala sama sekali. Dateng, duduk bentar eh uda dipanggil untuk interview. Ga lama, dikasih instruksi untuk melakukan pembayaran dan paspor bisa diambil 3 hari kerja kalo ga salah. Mudah banget kan? Lain soal ternyata ya kalo bikin KITAS, ga heran harga agennya mahal kak 😣 Eh tapi setauku tuh imigrasi lagi ningkatin pelayanannya deh. Jadi ada survei kepuasan pelanggannya gitu. Apa cuma di Jakarta saja ya yang begitu? hmmm 🤔

    BTW untunglah suami kakak keidean untuk menghilangkan rasa sebal dengan jalan-jalan ke BIP. Saat aku tinggal di Bandung dulu, aku beberapa kali suka ke sana, tapi bioskopnya kurang oke deh kak sound systemnya. Ga nampol, malah menurutku kenceng banget suaranya. Ya itu tahun 2013 sih hahahaha sekarang harusnya lebih oke. Terus setauku sih Bandung walau sedang weekend pun ga ramai bioskopnya. Makanya dulu aku seneng banget nonton bioskop di Bandung karena bisa beli goshow tanpa harus antri lama. Beda banget sama Jakarta. Kalo ada film baru apalagi kalo yang hits, waduuh antriannya mengular!!! Musti pesen online dulu biar dapet kursi yang oke. Huft.

    Oh satu lagi, BIP tuh kayanya dikelola oleh Lippo group ya. Habis tali pembatas di pohon natalnya ada tulisan Lippomall. Barutau kalo ternyata dikelola Lippo.

    Terus aku kepo deh, dark chocolate merk apa yang kakak beli? Oh karena kakak vegan, sudah pernah coba makan di Kehidupan Tidak Pernah Berakhir ga kak? di daerah dekat Istana Plaza. Dulu aku suka beberapa kali makan ke sana. Restoran vegetarian dan rasanya enak!!! Padahal aku bukan vegetarian loh kak hehehe tapi suka ke sana karena enak makanannya dan murah tentunya 😋

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nooo, please baca lagi :’) Aku tuh tipe orang yang dipanggil apapun gak masalah, bahkan dipanggil “Ibu” sama yang lebih muda pun gak masalah. Tapi ini karena tempatnya. Di tempat formal dimana semua dipanggil “Bapak” dan “Ibu”, alih-alih aku dipanggil “Kakak” DAN diberikan komentar gak perlu soal penampilanku. Aku gak akan terlalu jauh bilang itu pelecehan (Shane bilang begitu) tapi perlakuannya jelas gak menyenangkan dan bikin aku gak nyaman.
      Aku memang gak tulis kejadian lengkapnya karena kupikir sudah cukup menggambarkan betapa “problematic” nya petugas tsb. Tapi supaya lebih jelas kayanya aku lebih baik tambahkan di sini:
      Setelah kejadian gak menyenangkan itu aku dan Shane turun untuk membayar KITAS. Ketika naik aku putuskan untuk gak ikut ke loket tapi minta Bapak untuk menemani Shane (karena aku masih merasa gak nyaman). Perlakuan petugasnya bahkan jadi lebih buruk :/ (Menurut Shane dan Bapak) dia menyerahkan bukti pembayaran dengan cara agak dilempar dan tanpa melihat wajah, dia bilang, “Okay home.” Just imagine dia begitu bahkan sama orang tua…

      Tapi perlu diingat itu kejadian tahun 2021 lalu. Mereka sekarang memang (sedikit) lebih baik tapi tetap masih harus diimprove. Terutama soal alur perpanjangan KITAS yang seharusnya bisa satu kali kedatangan saja, gak perlu sampai dua apalagi tiga kali seperti sekarang (padahal persyaratan lengkap). Di sana ada coffee machine, playground anak, wifi, etc. Tapi apa gunanya kalau soal teknisnya gak diubah kan, masih ribet fotokopi sana-sini :’D

      Bioskop BIP gak terlalu buruk menurutku, dengan harga semurah itu aku gak berharap apa-apa. Masih banyak bioskop lain di Bandung yang lebih “buruk” kualitasnya, misalnya Miko mall dan Kings. Di sini penuh atau gaknya teater tergantung film. Kalau pas film horor, apalagi lokal, wah bisa full house. Malah pas film KKN dulu sampai baru kebagian di hari selanjutnya.

      Iya, BIP masuknya Lippo group, sama kaya Istana Plaza :)

      Aku langganan “Kehidupan”, malah waktu di apartemen aku delivery order setiap hari karena aku dan Shane gak bisa masak. Tapi setelah pindahan kami langganan “Meja Hijau” dengan pertimbangan ongkir. Betul, “Kehidupan” enak dan terjangkau (khusus paket sayur). Kalau untuk menu ala cartenya menurutku sih standar (untuk steak Rp. 93.000 dan paket nasi Rp. 42.000, harganya sama saja/sedikit lebih mahal dari resto vegan lain).
      Sepupuku juga dulu waktu masih kuliah sering makan di sana meski bukan vegan. Karena itu dia, paket sayurnya terjangkau, ahahaha. Strategi yang bagus ya jadi bisa menjangkau semua kalangan, salut :D

      Hapus
    2. Ah I see. Not professional at all ya karena sikapnya kayanya cenderung flirting ke kakaknya kalo dalam bayanganku. 😥 Terus bahkan ga sopan juga ke orang tua. Weleh-weleh. Mungkin sekarang orangnya sudah ga ada karena dipecat juga kali ya kak karena sikap pelayanannya buruk. Ckckc

      wow, ada mesin kopi bahkan sampai playground? kok fasilitasnya keren amat. Seingetku pas aku ke imigrasi ga ada ngeliat beginian deh. Tapi setuju dengan kakaknya, daripada dikasih fasilitas begitu, lebih baik alur pelayanannya yang dipersingkat. Jadi inget kejadian bu Risma yang marah-marah karena alur bikin KTP yang njelimet dan minta dipangkas supaya bisa cepat haahaha

      Aku malah masih lebih suka bioskop di Ciwalk ato PVJ deh karena dulu rajinnya nonton di antara 2 mall itu hahaha Pas sekalinya nonton di BIP, jengjeng, kebisingan karena suaranya terlalu kencaaangg. Yah tapi sekarang aku uda ga pernah lagi nonton bioskop sih. Tunggu aja di aplikasi streaming sampe filmnya muncul hahaha *mager ke bioskop

      Wah ternyata kakaknya sampe langganan ya! Emang enak sihh hehehe Tapi sayang lokasinya di situ, ga dekat sama kampus, jadi ga bisa tiap hari makan situ. Cuma pas akhir pekan saja hehe

      btw kak, merk cokelatnya belum dispill. Pengen tau hehee

      Hapus
    3. Bagi Shane juga begitu, meski aku sih gak gitu ngeh fokusnya ke dia manggil gak sesuai tempat (gak sopan) dan cuekin Shane padahal dia yang ada keperluan :/ Entahlah dia dipecat atau ke mana. Bisa jadi dia cuka dirolling ke cabang lain kan :’)

      Iyaaa ini secara tempat udah oke banget kok, nyaman. Cuma ya itu alurnya ribet. Padahal kalau cuma sekedar dapat cap di paspor harusnya bisa banget dong satu kali kedatangan. Toh KITAS nya via email, huhu. Mungkin ini Imigrasi harus didatangin Bu Risma juga kali ya biar bisa sat-set, hahaha.

      Bioskop PVJ enak memang, cuma aku jarang ke sana karena jauh dan males banget sama macetnya :/

      Aku sampai tanya Shane merk cokelatnya apa, ahahaha. Dia bilang lupa, tapi kalau lihat lagi dia pasti ingat soalnya kemasannya pouch gitu. Aku biasanya fotoin kemasan lho, tapi bisa-bisanya aku lupa T_T Kalau es krim cokelat yang kami beli sih ingat, itu dari Lu Ve Campina. Nanti deh ya kalau nemu lagi kami share di sini :D

      Hapus
  10. Romantis banget, semoga bahagia selalu... Salam..

    BalasHapus
  11. Aku juga heran, kenapa di jaman serba digital masih perlu fotokopi KTP atau dokumen lainnya ya, apa mungkin kantor imigrasi ga digital, rasanya tidak mungkin ya. Tapi karena termasuk wajib jadinya dijalani.

    Ribet juga ya ngurus imigrasi untuk tinggal, mendingan pakai jasa agen saja biarpun 2x lebih mahal. Kadang pengin urus sendiri tapi kadang bikin emosi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, aku pun gak ngerti :’) Padahal data sudah pasti diinput ke komputer lho. Soalnya KITAS pun yang dikirim versi digitalnya. Kalau mereka saja gak ngasih KITAS fisik, kenapa kita harus ngasih segala macam fotokopi ya, ahahaha T_T

      Setelah diingat ternyata bukan 2 kali lipat, tapi lebih. Kami bayar 7 jutaan, sementara urus sendiri cuma 2,5 juta. Mending dipakai beli seblak uangnya (maaf kaum mendang-mending) :’D

      Hapus
  12. Kunjungan pertama. Salam kenal. Semoga lancar dan langgeng ya mba dengan masnya. Selamat.

    Baca pengalaman di imigrasi, yah memang kudu harus sabar banget ngadepin, karena suka rawan hal-hal ajaib. Cuma kalau berlebihan bisa dilaporin kok. Btw belum nonton Wonka dan pengin nonton karena dulu ikutin Charlie and the chocolate factory. Sayang udah ga tayang di bioskop. Nunggu di streaming-streaming saja deh. Hohoho...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal kembali. Terima kasih ya doanya, amin… :)
      Setelah kejadian itu Bapak memang minta aku segera lapor, tapi somehow aku ketakutan. Gak nyaman aja gitu bawaannya pengin nangis saking marahnya. Setelah tenang aku coba buka Google review dan ternyata bukan kejadian pertama kali. Ada kemungkinan petugas yang sama. Nah, di kunjungan berikutnya dia sudah gak ada, ——which is lumayan melegakan kami. Petugas lain baik-baik, cuma ya itu terlalu banyak ina-inu sampai harus 3 kali datang :’)

      Wonka lebih ke prekuel Willy Wonka and the Chocolate Factory sih menurutku. Itu pun banyak plot holesnya. Kalau sama Charlie apa lagi, udah kaya 2 universe berbeda :D Tapi masih asyik buat ditonton kok. Visualnya enak di mata, lagu-lagunya juga bisa bikin nostalgia karena ada Pure Imagination dan Oompa Loompa. Semoga cepet ada di aplikasi streaming ya! :)

      Hapus
  13. Selalu senang baca post Kak Indi setelah menikah dengan Shane...selalu ceria dan romantis dengan cara kalian hehe 🤭...Perjuangan awal bertemu lucu....penuh lika liku dan harus bertemu hal menyebalkan dulu terkait ijin tinggal karena beda negara sebelumnya...Tapi sesungguhnya gaya nulis kak indi ga pernah berubah...sama seperti dulu. Khasnya Kak Indi hehe...
    Btw Mbul kalau film Wonka yang muda beloman nonton...baru nonton yang Johnny Deep aja 🤭 dan selalu kebayang andai beneran ada pabrik cokelat dan aneka candy yang segitu ajaibnya hahahhaha...Tapi karena aku belum jadi vegetarian, jadi apa aja mau. Cokelat yang aku suka itu toblerone putih...Atau sesuatu yang ada medenya 😊 saat masih kecil dulu, kalau dibeliin itu rasanya kayak ngimpi saking jarang banget kami bisa makan cokelat...pasti hanya moment moment tertentu aja baru bisa maem hahahhah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, masa sih romantis :p Kami malah merasa gak ada romantis-romantisnya :D

      Iyaaa film Willy Wonka yang tahun 1971 itu kayanya emang gak terlalu populer di sini, jadi wajar kalau kamu belum nonton. Kebetulan aja karena Shane di US jadi filmnya sering diputar. Dan aku dulu nonton karena zamannya sewa film di Video Ezy. Kalau gak sewa mah ya gak tau filmnya, soalnya gak diputar di TV :D

      Oyaya, Toblerone putih. Aku juga ingat, pernah dibelikan Ibu yang size raksasa. Akhirnya dibagi-bagi karena gak habis sendiri :’D Kalau sekarang Mbul bisa makan cokelat anytime dong ya, kan ada Tamas yang belikan, hihi ;)

      Hapus
  14. Cerita yang menarik. Jodoh memang susah ditebak. Ternyata jodoh kak Indi (eh sorry panggil kak, maksudnya bu Indi) lintas benua.

    Hehe perjuangannya untuk hidup bersama menarik. Harus rela berjuang urus sana sini sampai ke Singapura.

    Tantangan begini yang buat hidup lebih berwarna. Pengalaman yang sangat menarik diceritakan. Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan dijadiin candaan, please :’( Mungkin kalau cuma baca ceritanya kesannya sepele. Tapi coba bayangin kalau terjadi sama istri atau adik perempuanmu. Saat moment formal tapi malah ditanggapi dengan komentar gak perlu soal penampilan (KOMENTAR ya bukan pujian). Sangat gak nyambung dan gak sopan. Panggilan “Kakak” itu gpp banget, sumpah. Malah asyik jadi akrab. Tapi harus tahu waktu. Masa manggil suami “Bapak” (Sir) tapi istrinya “Kakak” kan agak messed up :S

      Iya, berwarna, at least sudah gak perlu bolak-balik Singapura-Indonesia tiap 30 hari ya! Hahaha. Terima kasih sudah mampir :)

      Hapus
  15. Mbak Indi apa kabar long time no chat2 di Blogosphere.. hehe 😁

    Aku suka bacanyaa,,, Cara mba Explain sangat lengkap dan mengalir meskipun Yess aku setuju kalau Kantor Imigrasi sungguh tempat yang amat membagongkan.. Ya ampun aku jadi ingat sewaktu ngurus paspor kemarin kesel banget karena yg kerja mukanya Judessss 😆 jawabnya ketusss... wkwk.

    Film Wonka bagus bangett ya Mba. Aku kemarin yg nonton malah cuma bertiga di dalam bioskop 😭 Suka sedih sebenrnya kalau ada film yang menurut aku bagus, tpi yang nonton cuma dikit... Aku sering ngecekin status pendapatan mereka di web Mojo. Kalau pendapatannya sedikit suka mikir... "pasti filmnya nggak bakal dilanjut.. Padahal bagus.."

    Aku suka lagunya Oompa Loompa... Ear worm bagian Dipity doo' 😁

    Semoga kehidupan Mba Indi dan Mas Shane bisa selalu diliputi kebahagiaan yaaaa... Sehat selalu 😉

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai kabarku baik. Kamu apa kabar? Iya nih, aku jarang-jarang ngeblognya dan baru sempat semalam jalan-jalannya. Seru banget baca cerita teman-teman Blogger, termasuk kamu :D

      Nah itu, yang ketus itu kenapa ya, padahal kan pilihan dia jadi pekerja publik yang kelihatan mukanya, ahahaha.

      Waa dikit banget cuma bertiga, nonton pas weekdays kah? Di sini kayanya penonton lebih minat sama horor lokal “chessy”. Soalnya perbedaan jumlah penontonnya jomplang banget, bisa penuh sampai seat paling depan :’D

      Guilty! Saking catchynya aku malah suka versi yang Wonka ini dari versi jadulnya, hahaha. Asli candu banget.

      Amin… terima kasih doanya! Sehat dan bahagia selalu untukmu juga :)

      Hapus
  16. Dulu kalau ke kantor imigrasi rasanya udah kayak mau masuk wahana rollercoaster hahaha. Mana calo banyak banget dulu
    terus sebulan lalu aku perpanjangan paspor yang kesekian, dari beberapa kali ngurus paspor, kayaknya baru kemarin yang menurutku wenak.
    Dalam artian pengurusan paspor yang antrinya lewat online dulu, terus pas dateng, kebetulan aja dapet petugas wawancaranya yang enak juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya, dulu banyak banget calo, hahaha. Sekarang terasa sih berubah sedikit-sedikit jadi better. Gedungnya juga udah lumayan nyaman, ada playground, free wifi sama free berbagai macam minuman :D Aku urusan paspor sebenernya lancar sih dari dulu juga, meski masih manual. Cuma Kitas nih astaga, pas beberapa tahun lalu aku masih WFO sampai harus izin gak masuk seminggu 2 kali :/

      Semoga nanti pas kamu mau perpanjang paspor berikutnya ketemu sama petugas yang enak lagi yaa :)

      Hapus
  17. Ngerti banget yg masalah di imigrasi dengan panggilan kakak dan komen ga perlu ttg penampilan. Memang ga seharusnya, karena aku paham itu tempat formal. Apalagi ada suami yg jadi kayak ga dihargai. Itulah kenapa di tempat2 seperti itu sudah ada panggilan resmi secara SOP harus memanggil ibu atau bapak, ga peduli tampang msh kliatan anak kuliah atau gimana. Sepertinya di kantor yg satu itu kurang ada briefing tiap pagi mba 😄

    Uwaaaah jadi dulu Shane seniat itu harus ke SG, trus balik lagi yaaa 😅. Untung akhirnya tahu ada yg namanya kitas. Aku sendiri familiar dengan KITAS, krn dulu pas kerja di hsbc, ada banyak nasabah asing kan. So kalo buka rek ya wajib ada pasport dan KITAS.

    Tapi aku ga nyangka prosesnya selama ituuu 😅😅. Birokrasi khas banget dari negara kita yaa. Atau2 jangan2 mau mintaaa..... Ga usah disebut lah 🤣🤣.

    Semoga makin kesini makin cepet ya mba.

    Selalu sukaaa baca cerita kalian berdua. Vibe nya tuh positif 2-2 nya, aku nebak2 aja, kalo kalian berdua tuh ceria pada dasarnya, walo kdg mungkin moody, tapi Shane sendiri selalu bisa bikin mba Indy senyum lagi 😄👍

    BalasHapus
  18. Ngurus KITAS ini ternyata banyak dramanya. Jadi ingat kalau mantan Bosku juga dulu pakai KITAS, tapi dia pakai agen gitu. Jadinya emang bayar lebih mahal sih

    Mari dibawa hepi aja ya. Habis ngurus-ngurus, langsung kencan juga kan

    BalasHapus
  19. Polemik yang pernah dilakukan,s emangat mbak :-)

    BalasHapus
  20. Kalau ngurus masalah imigrasi lewat agen, ya ampuun mahal banget, sementara kalau ngurus sendiri, ada ada yang bikin nyebelin. Btw, salut buat kalian berdua dalam mengatasi masalah ini.

    BalasHapus
  21. Aku baru tahu kalau film charlie and chocolate factory ada beberapa versi. Aku hanya tahu film itu ketika willy wonka diperankan oleh johnny depp. Sejak saat itu menyukai setiap acting yang diperankan johnny.

    Turut bersedih dengan apa yang menimpa kaka dan keluarga ketika berada di imigrasi. Terkadang pelayanan publik tidak dilakukan dengan ramah dan baik.

    BalasHapus
  22. pasti cape, ribet dan boros juga ya mba bolak balik ke luar negri buat ngurus ijin tinggal. Untunglah udah ada KITAS ya mba

    BalasHapus
  23. ya, begitulah negara kita, urusan apa saja sangat menyebalkan...... perlu ekstra sabar....
    Semoga segala urusannya nanti berjalan lancar....

    BalasHapus
  24. Ah. Baca pengalaman urus KITAS yg report minta ampun bikin ikutan sebel. Sepertinya motto mereka itu, kalau bisa dibuat ribet untuk apa dipermudah? Sudah ada digital tapi masih diminta bawa fotokopian. Saya setuju, kalau di kantor apapun, panggilan formal itu wajib, dan tak boleh mengomentari penampilan orang. Dia kira dia siapa?
    Senang baca blognya....

    BalasHapus
  25. kisahnya penuh perjuangan demi cinta. Kak Shine juga keren ya. bener-bener dah berjuangnya, rela bolak balik pagi-sore demi bisa tinggal lama. Tapi itu ide briliant banget loh.Kok bisa kepikiran begitu yak haha

    apa iya ya, jodoh itu selalu mirip, soalnya kalian berdua mirip banget hehe

    btw, aku pernah baca soal peraturan pembuatan KITAS, bayangin aja ribet, ternyata aslinya memang lebih ribet. Langgeng terus buat kakak cantik bersama suami

    BalasHapus
  26. sangat setuju sekali dengan yang dikatakan mas Shane, melupakan hal yang menyebalkan dengan bersenang-senang dan kita inginkan, tetap positif vibe ya mbak, hehe...

    BalasHapus

Terima kasih untuk komentarnya, it's really nice to hear from you :)