Yay! Libur nasional!
Haha, kadang aku merasa konyol kalau berseru begitu. Soalnya untukku apa bedanya antara weekend dan weekdays? Aku bekerja di rumah, ---dengan beberapa pekerjaan occasional di luar yang biasanya hanya menghabiskan waktu beberapa jam saja meskipun dilakukan di akhir pekan. Aku sudah otomatis saja excited setiap mendengar kata "libur". Mungkin karena kesempatan untuk hangout dengan keluargaku paling banyak di hari sabtu, minggu dan libur nasional kali, ya? :D Eh, tapi itu sih sampai satu minggu yang lalu. Karena sejak hari selasa kemarin aku mulai kembali bekerja secara formal!
Iya, setelah break selama 2 tahun (karena kesehatan dan ada beberapa project), aku akhirnya kembali dengan pekerjaan "formal" aka "kantoran". Bukan berarti aku stop menulis, seluruh project dan PR tetap bisa dikerjakan karena perkerjaan formal yang kuambil ini sifatnya secara paruh waktu alias part time. Awalnya aku sama sekali nggak terpikir untuk back to kantoran karena terbiasa dengan "jadwal kerja buatanku". Tapi berhubung ditawari saat mengantar Ali, keponakanku yang berusia 1 tahun untuk daycare, akhirnya aku putuskan untuk menerima pekerjaan paruh waktu di sebuah preschool berbasis kurikulum British. Dalam seminggu aku bekerja 4 hari dengan jam kerja dari pukul 8.00 sampai pukul 12.00. Meski kesannya hanya sedikit, dengan kondisi kesehatanku jam kerja seperti itu sudah cukup untuk menguras tenaga. Tapi so far sih so good, dan aku harap berlangsung sampai waktunya aku selesai di sana :)
Aku nggak sabar untuk bercerita tentang pekerjaanku yang baru (---well, baru tapi "lama" karena 2 tahun yang lalu aku pernah bekerja di tempat yang sama, hahaha). Tapi kali ini aku akan membahas tentang "disabilitas dan serba-serbi melamar pekerjaan". Kenapa? Karena sejak aku lulus kuliah dan mulai bekerja formal untuk pertama kali, banyaaaaaaak sekali yang bertanya tentang ini. Terutama dari teman-teman di support group "Masyarakat Skoliosis Indonesia". Selain itu juga karena memang masih jarang yang membahasnya di sini. Padahal, kalau aku buka web-web luar aku bisa menemukan banyak artikel helpful untuk para job seeker atau fresh graduate yang mempunyai beberapa kondisi fisik atau isu medis. Aku adalah pengidap severe scoliosis yang mempengaruhi mobilitasku, ---juga masih harus memakai brace selama 6 sampai 12 jam perhari. Tentu, nggak semua pekerjaan cocok untukku. Tapi bukan berarti itu mustahil :)
Haha, kadang aku merasa konyol kalau berseru begitu. Soalnya untukku apa bedanya antara weekend dan weekdays? Aku bekerja di rumah, ---dengan beberapa pekerjaan occasional di luar yang biasanya hanya menghabiskan waktu beberapa jam saja meskipun dilakukan di akhir pekan. Aku sudah otomatis saja excited setiap mendengar kata "libur". Mungkin karena kesempatan untuk hangout dengan keluargaku paling banyak di hari sabtu, minggu dan libur nasional kali, ya? :D Eh, tapi itu sih sampai satu minggu yang lalu. Karena sejak hari selasa kemarin aku mulai kembali bekerja secara formal!
Iya, setelah break selama 2 tahun (karena kesehatan dan ada beberapa project), aku akhirnya kembali dengan pekerjaan "formal" aka "kantoran". Bukan berarti aku stop menulis, seluruh project dan PR tetap bisa dikerjakan karena perkerjaan formal yang kuambil ini sifatnya secara paruh waktu alias part time. Awalnya aku sama sekali nggak terpikir untuk back to kantoran karena terbiasa dengan "jadwal kerja buatanku". Tapi berhubung ditawari saat mengantar Ali, keponakanku yang berusia 1 tahun untuk daycare, akhirnya aku putuskan untuk menerima pekerjaan paruh waktu di sebuah preschool berbasis kurikulum British. Dalam seminggu aku bekerja 4 hari dengan jam kerja dari pukul 8.00 sampai pukul 12.00. Meski kesannya hanya sedikit, dengan kondisi kesehatanku jam kerja seperti itu sudah cukup untuk menguras tenaga. Tapi so far sih so good, dan aku harap berlangsung sampai waktunya aku selesai di sana :)
Aku nggak sabar untuk bercerita tentang pekerjaanku yang baru (---well, baru tapi "lama" karena 2 tahun yang lalu aku pernah bekerja di tempat yang sama, hahaha). Tapi kali ini aku akan membahas tentang "disabilitas dan serba-serbi melamar pekerjaan". Kenapa? Karena sejak aku lulus kuliah dan mulai bekerja formal untuk pertama kali, banyaaaaaaak sekali yang bertanya tentang ini. Terutama dari teman-teman di support group "Masyarakat Skoliosis Indonesia". Selain itu juga karena memang masih jarang yang membahasnya di sini. Padahal, kalau aku buka web-web luar aku bisa menemukan banyak artikel helpful untuk para job seeker atau fresh graduate yang mempunyai beberapa kondisi fisik atau isu medis. Aku adalah pengidap severe scoliosis yang mempengaruhi mobilitasku, ---juga masih harus memakai brace selama 6 sampai 12 jam perhari. Tentu, nggak semua pekerjaan cocok untukku. Tapi bukan berarti itu mustahil :)
Mempunyai Disabilitas Haruskah Ditulis di Riwayat Hidup/CV?
Nggak perlu! Awalnya aku pernah menganggap kalau calon rekan kerja/perusahaan yang dilamar harus tahu kondisi fisikku. Tapi setelah banyak bertanya dengan teman-teman yang juga memiliki situasi yang mirip plus ditambah dengan pengalaman pribadi, aku jadi yakin kalau itu memang sama sekali nggak perlu. Dengan nggak menulisnya maka aku akan dinilai sesuai dengan kemampuan, bukan berdasarkan kondisi fisik. Tapi itu bukan berarti aku berbohong, lho. Karena sebelum melamar suatu pekerjaan aku (---kita) wajib bertanya pada diri sendiri, "Apakah aku sanggup mengerjakan pekerjaan ini?" Jika jawabannya sanggup, maka go ahead, langsung saja kirimkan CV terbaik dan berharap yang terbaik. Percaya diri itu penting, jangan sampai takut duluan sebelum memulai sesuatu. Pastikan saja pekerjaannya memang cocok dengan latar belakang pendidikan/kemampuan dan kondisi. Misalnya saja jika memiliki kondisi sepertiku, jangan memaksakan untuk melamar di bagian gudang/stock keeper yang job desc nya mengangkat barang-barang yang berat.
Haruskah Menyebutkan Kondisi Fisik/Kesehatan saat Wawancara?
Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, "Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan." Jadi seharusnya nggak perlu lagi menjelaskan panjang lebar tentang kondisi kita. Tapi dengan catatan kita sudah yakin betul kalau sanggup dengan segala job desc dari pekerjaan yang kita lamar. Tapi boleh-boleh saja jika mau menyebutkan, terutama saat mengisi form yang biasanya ada kolom kondisi kesehatan. ---Terutama jika kondisi kita "abu-abu". Contohnya saja aku, saat melamar menjadi guru di preschool aku akan menyebutkan bahwa mengidap severe scoliosis. Alasannya karena dari segi latar belakang pendidikan dan kemampuan, aku sangat kompeten untuk posisi itu. Tapi karena calon murid-muridku masih balita, besar kemungkinan "job desc" ku bertambah sebagai juru gendong anak-anak, hehehe. Percayalah, sebuah pekerjaan nggak akan lari hanya karena kondisi fisik selama CV dan wawancara kita mengesankan :)
Disabilitas terbagi dua, yaitu yang terlihat (visible impairment) dan nggak terlihat (invisible disabilities). Bagi yang terlihat (misalnya pengguna memakai kursi roda, brace, alat bantu dengar, memiliki mising limbs, etc) maka akan a bit easier karena kita nggak perlu menjelaskan. Tapi bagi yang nggak terlihat seperti pengidap diabetes, epilepsi dan lainnya diperlukan pertimbangan lain. Jika semuanya masih bisa diatasi dengan obat atau terapi (eg: ada jaminan pengidap epilepsi nggak akan kambuh selama patuh dengan pengobatan), kita tentu nggak perlu menjelaskan saat wawancara. Tapi lain dengan pengidap epilepsi yang bisa kambuh kapanpun (misalnya kasus lebih severe), sudah seharusnya memberitahu sejak awal karena ini adalah salah satu bentuk dari tanggung jawab terhadap diri sendiri. Kalau sudah mau bekerja artinya sudah dewasa, dong. Dan hanya kita yang paling mengenal kondisi tubuh kita sendiri :)
Pekerjaan Apa yang Cocok?
Yang tahu dengan jawabannya tentu diri sendiri. Carilah pekerjaan yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan. Terkadang memang nggak mudah, tapi trust me, itu bukan 100% karena kondisi fisik kita. Banyak faktor yang menentukan, misalnya saja kesediaan lapangan pekerjaan yang cocok, luck (---yup, ini juga berpengaruh) dan "masalah" waktu. Temanku yang seorang quadriplegic (lumpuh dari leher ke bawah) perlu waktu 10 tahun untuk kembali bekerja sebagai guru. Jangan pernah remehkan atau salahkan diri sendiri. Perlu diingat bahwa memiliki IPK tinggi dan fisik yang kuat pun bukan jaminan cepat mendapatkan pekerjaan. Just be patient dan terus berusaha karena selalu ada tempat untuk semua orang.
Pekerjaan Apa yang Cocok?
Yang tahu dengan jawabannya tentu diri sendiri. Carilah pekerjaan yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan. Terkadang memang nggak mudah, tapi trust me, itu bukan 100% karena kondisi fisik kita. Banyak faktor yang menentukan, misalnya saja kesediaan lapangan pekerjaan yang cocok, luck (---yup, ini juga berpengaruh) dan "masalah" waktu. Temanku yang seorang quadriplegic (lumpuh dari leher ke bawah) perlu waktu 10 tahun untuk kembali bekerja sebagai guru. Jangan pernah remehkan atau salahkan diri sendiri. Perlu diingat bahwa memiliki IPK tinggi dan fisik yang kuat pun bukan jaminan cepat mendapatkan pekerjaan. Just be patient dan terus berusaha karena selalu ada tempat untuk semua orang.
Mungkin terdengar klise, tapi memang selalu ada sisi positif dari setiap kondisi, kok. Misalnya saja bagi scolioser yang sudah terbiasa melakukan fisioterapi atau yoga secara rutin. Nggak jarang mereka memiliki kedekatan dengan staff di klinik atau rumah sakit, dan itu sangat menguntungkan karena akan tahu lebih dulu jika ada lowongan pekerjaan di sana dibandingkan dengan orang luar ;) Banyak lho scolioser yang menjadi instuktur yoga atau staff di klinik fisoterapi. Malah aku kenal dengan fisioterapis yang dulunya adalah pasien di klinik! :D Itulah kenapa aku anggap bergabung dengan suatu komunitas atau support group sangat penting, karena bisa saja kita bisa mendapatkan informasi lowongan pekerjaan dari sana. Dan nilai plusnya kita juga sekaligus membantu teman-teman dengan kondisi yang sama. Nggak sreg dengan pekerjaan kantoran? Idenya salah satu temanku, Habibie Afsyah mungkin bisa ditiru. Ia adalah seorang enterpreneur sukses yang mengidap Muscular Distrophy. ---Ia bisa bekerja dengan baik meski hanya dengan 2 jari di tangan kanannya :)
Pokoknya, pekerjaan apapun yang kita pilih, ---kantoran atau wirausaha, aku yakin akan selalu ada jalan. Saat merasa ragu sempatkan sejenak untuk menenangkan diri dan meyakinkan diri bahwa kita hebat. Berpikirlah positif, jangan dulu pikirkan soal kegagalan sebelum mencoba. Mendengar kisah-kisah inspiratif juga bisa membantu. Misalnya saja seorang temanku, Thie Santoso yang seorang Tuli (---ya, mereka lebih nyaman dipanggil begitu daripada dengan istilah tunarungu) sudah mengirimkan lebih dari 400 surat lamaran pekerjaan dan semuanya ditolak! Tapi lihatlah ia sekarang yang sukses dengan Yayasan Sampaghita nya. Atau mungkin Hunter Kelch, temanku dari Amerika yang beberapa waktu lalu sempat menulis untuk blog ini. Ia adalah pengidap Cerebral Palsy Quadriplegic yang sukses sebagai blogger profesional! :)
Alasan aku menulis ini semua bukan karena aku sudah sukses atau keren. Aku hanya ingin berbagi pengalaman karena yakin banyak sekali yang mengalami situasi serupa. Semoga ini juga menjawab pertanyaan teman-teman di "Masyarakat Skoliosis Indonesia" yang bertanya tentang bagaimana aku bisa mendapatkan pekerjaan bahkan sebelum lulus kuliah. Sekali lagi aku ingin mengingatkan kalau selalu ada tempat untuk semua orang, jangan takut duluan sebelum berusaha dan... be anything you want to be. Kita bisa! :)
Catatan:
Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.
(Sumber Wikipedia)
Ingin berpartisipasi dengan project buku "Guruku Berbulu dan Berekor" Part 2 yang royaltinya didonasikan ke hewan-hewan terlantar? Kirim cerita menarik kalian dan hewan peliharaan ke namaku_indikecil@yahoo.com.
Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.
(Sumber Wikipedia)
Ingin berpartisipasi dengan project buku "Guruku Berbulu dan Berekor" Part 2 yang royaltinya didonasikan ke hewan-hewan terlantar? Kirim cerita menarik kalian dan hewan peliharaan ke namaku_indikecil@yahoo.com.
girl with a cheeky spine,
Indi
Indi
-----------------------------------------------------------------
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com