Jumat, 23 Desember 2016

Bercerita Tentang Mika di Malang :)

Howdy-do, peeps! Ah, selalu senang kalau bisa kembali ke sini. Rasanya seperti pulang ke rumah, ---rumah di dunia maya maksudnya, hihihi. Kalau ada di antara kalian yang membaca post-postku sebelumnya (atau mengikutiku di Facebook dan Instagram) pasti tahu kalau tanggal 2 Desember lalu aku mengisi sebuah acara Hari AIDS Sedunia di kota Malang. Nah, sekarang aku mau cerita soal pengalaman selama di sana. Dan apa kabar cerita Halloween ku yang ditunda-tunda terus untuk di post? Hehehe, untuk sekarang nonton dulu vlog nya di sini saja, ya. Soalnya karena sebuah alasan (---yang cheessy dan konyol) aku belum bisa menulis ceritanya :p

Di bulan November lalu aku dihubungi oleh Dina, salah satu anggota tim dari Indonesian Future Leaders chapter Malang untuk menjadi pembicara di event peringatan Hari AIDS Sedunia. Aku belum pernah mendengar apa itu IFL, tapi dengan quick search di internet aku jadi tahu kalau itu adalah organisasi non profit yang berfokus pada kegiatan youth empowerment dan social voluntarism. Aku langsung tertarik, ---tapi nggak langsung memutuskan untuk mengiyakan. Alasannya selain tempatnya jauh (tahun lalu aku jadi pembicara di Surabaya dalam keadaan sakit, uhuhu), juga karena sudah jauh-jauh hari ada kelompok dukungan sebaya (group support ODHA dan OHIDA) yang memintaku membantu acaranya di Bandung. Aku meminta waktu untuk berunding dulu dengan Bapak, tapi sebelum kami membuat keputusan dapat kabar kalau acara yang di Bandung batal. Hehehe, tahun ini rupanya aku ditakdirkan untuk memperingati Hari AIDS Sedunia jauh dari rumah :) 

Setiap kali melihat ke belakang aku selalu takjub dan nggak menyangka dengan apa saja yang sudah dilalui... Masih jelas rasanya hari dimana Mika, my forgetful angel, meninggalkanku untuk mengambil sayapnya di surga. Waktu itu rasanya aku sangat terpuruk dan nggak berdaya. Mungkin kesannya berlebihan, tapi memang itulah yang aku rasakan. Aku terlalu terbiasa ada Mika. Selama 3 tahun dengannya aku berubah dari Indi yang pemalu dan nggak nyaman dengan kondisi fisik menjadi Indi yang dengan bangga memakai brace scoliosisnya di luar baju dan merasa 'nggak kurang' dibandingkan remaja-remaja lain. Dengannya aku merasa aman dan percaya kalau aku bisa melakukan 'apapun'. Dan Mika juga lah yang membangkitkan keterpurukanku setelah ia meninggal. Semangatnya membuatku sadar kalau ia nggak akan suka aku terus-terusan murung. Dan berhenti 'membicarakannya' justru membuatku menjadi denial, ---sulit mengiklaskan. Keberanian untuk menghadapi kepergiannya justru malah membuat Mika seolah selalu ada. I face my fears, ---aku berbagi kisah tentang Mika. Dan aku lakukan ini bukan hanya untuknya, tapi juga untukku. 

Jadi pada tanggal 2 Desember lalu, pagi-pagi sekali aku dan Bapak sudah berada di Bandara untuk menuju Surabaya. Penerbangan dari Bandung belum ada yang langsung tiba di Malang, jadi kami harus berangkat sedini mungkin untuk mengejar sesiku yang akan berlangsung pada pukul 14.00 WIB. Aku sebenarnya ditawari untuk berangkat 1 hari sebelumnya, tapi karena aku sedang sedikit demam jadi kupikir lebih baik sedekat mungkin dengan waktu acara. Aku baru tidur 2 jam karena sebelumnya sedang menyelesaikan interview dengan Hunter Kelch (perbedaan waktu 2 negara membuatku harus begadang, hehehe). Aku pikir akan bisa tidur di pesawat, tapi ternyata aku tetap terjaga sampai tiba di Surabaya. Penerbangannya super lancar, dan kami mendapatkan pesawat yang nyaman dan lega. Tapi di sampingku ada perempuan yang "mengkahwatirkan". Ia terus-terusan facetime dengan pacarnya (---atau siapapun itu) sampai ditegur 3 kali oleh pramugari dan sepanjang perjalanan terus-terusan mengecek makeup nya. Ugh, why oh why?!! :p

Waktu tiba di Bandara Juanda.

Meski begitu mood ku dan Bapak tetap super bagus. Kami hanya menunggu sebentar ketika tiba di Bandara Juanda karena Eko dan Rizki dari IFL sudah menjemput dan siap untuk mengantarkan ke Malang. Rasanya seperti de javu, begitu menginjakkan kaki di Surabaya udara langsung terasa hangat (---panas, hehe). Biasanya aku prefer cuaca dingin, tapi rasanya aku rindu Surabaya, teringat keramahan teman-teman di sana, huhuhu, ---jadi mellow :p Tapi 2 teman baru dari Malang ini pun nggak kalah ramah. Sepanjang perjalanan mereka terus bercerita tentang tempat-tempat yang kami lewati. Seperti tour guide, hehe. Dan itu membantuku dan Bapak untuk tetap terhibur di perjalanan yang super macet dan didera hujan deras karena kami banyak tertawa. Sebagai penutup perjalanan sebelum tiba di guesthouse kami juga diajak mampir ke restoran pecel "Kawi". Di sana rasa pecelnya super nikmat! Sayang untuk lidahku terlalu pedas jadi nggak sanggup untuk menghabiskan 1 porsi :p

Pecel “Kawi” yang nikmat tapi pedas :p

Seperti kata Mika, selalu ada yang pertama kali untuk segalanya. Begitu juga dengan pengalaman sebagai speaker kali ini. Kalau biasanya disediakan hotel, kali ini panitia menyediakan sebuah kamar di guesthouse. Ternyata tempatnya nyaman sekali dan homie, ---ada teras untuk bersantai dan kolam ikannya. Lucunya, nama guesthouse nya Bandoeng, cocok sekali dengan kota asalku, hahaha. Yang pertama terpikir olehku ketika tiba adalah tidur, tapi lagi-lagi aku betah terjaga. Mungkin saking lelahnya, plus harus menyiapkan speech ku nanti. Kalau Bapak sih, 5 menit nempel di bantal suara ngoroknya langsung terdengar :p Ya, sudah aku hanya sekedar rebahan sambil memeluk Onci, boneka kelinciku. Sekitar pukul setengah 2 siang handphoneku berdering, rupanya Salsa dan Ferdy dari IFL sudah menunggu di lobby untuk menjemput kami. So excited! Rasanya lelahku langsung hilang seketika :)

Di guesthouse “Bandoeng” setelah berganti baju.

Malang masih diguyur hujan, dan ini membuat perjalanan (lagi-lagi) sedikit terhambat. Butuh waktu lumayan lama untuk tiba di lokasi, padahal jaraknya dekat, lho. Tapi asyiknya aku jadi bisa lihat kiri-kanan dan melihat-lihat taman di kota Malang. By the way, dari sekian banyak tempat yang kukunjungi rasanya di sinilah yang suasana dan udaranya mirip di Bandung. Sejuk dan banyak taman kotanya. Sampai-sampai Bapak bilang kalau difoto dan nggak bilang dimana lokasinya, orang Bandung pasti mengira kami sedang di alun-alun, hihihi. Akhirnya kami tiba juga di Cafe Gembira, lokasi dari event Close the Gap. Sebelum dimulai aku sempat mengobrol dengan Dina dan briefing secara singkat. Berhubung segmenku kebagian sore, jadi aku nggak sempat melihat pengisi acara sebelumnya. Katanya sih ada pameran karya teman-teman ODHA, dan sebagian masih ada di display. Sayang karena lumayan sibuk hanya Bapak yang sempat melihat-lihat.

Tiba di Cafe Gembira untuk event “Close the Gap”.

Nggak menunggu lama, sebelum teh manis hangat yang disediakan habis aku sudah naik ke lantai 2 untuk nonton bareng film Mika. Secara singkat aku mengenalkan diri kepada audiences yang sudah hadir. Kursi-kursi yang disediakan nggak semuanya terisi, tapi menurutku jumlah audiences bukan yang utama tapi antusiasme merekalah yang aku harapkan :) Aku nggak bisa cerita tentang detailnya, ya. Yang pasti menonton kembali "diary" ku bersama Mika selalu membuat perasaan campur aduk. Ada yang bikin tertawa, tapi ada juga yang membuat air mataku jatuh. Ada saat-saat di mana aku merasa nggak sanggup untuk menontonnya kembali, tapi ada juga saat di mana aku merasa "okay". Dan kali ini perasaan gue adalah yang kedua, ---meskipun malam sebelumnya aku baru saja menonton film "Mika" di TV. Ya, air mataku memang sedikit keluar, tapi lebih banyak tersenyumnya. Thank God :)

Film “Mika” diputar di layar besar.

Sepanjang pengalamanku nonton bareng film "Mika", baru kali ini dapat audiences yang 'adem' (baca: sepi). Biasanya, saat adegan lucu mereka tertawa, dan saat adegan sedih ada isak tangis. Minimal ada celetukan-celetukan komentar. Sempat bertanya-tanya juga dalam hati, apakah filmnya kurang seru bagi mereka? Atau apakah mereka bosan? ---padahal kabarnya banyak di antara mereka yang belum pernah menontonnya, lho. Makanya waktu film berakhir dan terdengar tepuk tangan yang riuh aku lega sekali. Rupanya mereka hanya pemalu. Terbukti saat sesi tanya-jawab mereka hapal dan paham betul dengan ceritanya, ---bahkan mendetail! Ternyata diam-diam mereka memperhatikan, ya, hehehe. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan pun cukup smart. Dengan senang hati aku menjawabnya karena nggak ada satupun yang menyinggu privacy ku dan jauh dari kesan kepo. Yay, good job Malang :))

Suasana waktu nobar film “Mika”.

Setelah nggak ada lagi pertanyaan yang ingin mereka ajukan, aku sharing tentang isu kesenjangan yang (sayangnya) masih terjadi di keseharian kita. Meski event ini dalam rangka Hari AIDS Sedunia, tapi apa yang terjadi pada ODHA sebenarnya bisa terjadi juga pada kita. Bayangkan bagaimana rasanya dibedakan hanya karena kondisi kita, padahal di balik itu kita adalah manusia yang "sama". I mean, ---well, iya manusia memang berbeda-beda tapi bukan berarti harus dibeda-bedakan, kan? Dengan memahami dulu kondisi yang terjadi aku yakin akan menumbuhkan empati dan menghilangkan 'kebiasaaan' untuk judging. Lagipula, apa gunanya menghakimi? Kita bisa membenci seseorang mati-matian dan itu cuma membuat semuanya lebih buruk. Lebih baik perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan, be nice. Kita nggak pernah tahu apa yang seseorang bisa lakukan atau apa pengaruh mereka di masa depan. Dulu banyak orang yang berkata buruk tentang Mika. But look at him now...

Sesi sharing.

Aku berbicara tentang kesenjangan yang sering terjadi di keseharian kita.


Aku pernah membaca komentar di blog ini (atau di media sosialkuyang lain? Maaf lupa, hehe) yang isinya kurang lebih bahwa yang terpenting justru edukasi soal pencegahan penularan virus HIV, bukan soal masalah kesenjangannya. Tapi menurutku keduanya sama pentingnya. Bahkan edukasi mengenai kesetaraan bisa jadi lebih mudah diterima karena bisa dimengerti oleh anak-anak sekalipun. Contohnya saja sepupuku yang berusia 10 tahun bertanya tentang alasan mengapa Mika dikucilkan, bukan bertanya tentang asal usul virusnya ketika menonton "Mika". Ini sih mengenai perspektif, ---mana yang efektif mana yang nggak tergantung kepada siapa kita 'berbicara'. Aku percaya nggak ada cara 'kampanye' yang salah atau buruk. Kapan-kapan aku akan bahas lebih jauh lagi, tapi sekarang balik lagi ke event Close the Gap yang keren dulu, ya :)

Setelah sharing, sesiku ditutup dengan foto bersama dan interview. --Well, nggak benar-benar selesai, sih, hehehe. Setelah 'turun panggung' justru audiences lebih akrab untuk bertanya dan mengajak selfie. Meski agak crowded tapi aku happy sekali dengan reaksi mereka. Aku selalu terbuka untuk menjawab pertanyaan asalkan itu bukan hal-hal yang terlalu pribadi (---kurasa aku sudah cukup banyak berbagi kisah tentang Mika, kan). Satu pertanyaan yang banyak ditanyakan adalah soal pendapatku mengenai sukses atau nggak nya acara ini. Dan, ya menurutku acara ini sukses! Nggak ada acara yang sempurna, tapi menurutku "Close the Gap" ini berhasil mengcaptured apa pesan yang ingin disampaikan. Aku suka dengan konsep semua orang duduk bersama untuk menonton film dan berbincang, ---tanpa harus disebut 'kamu ODHA dan aku bukan'. Karena honestly acara yang dibuat seperti itu malah berkesan seperti freak show. Itu lho show yang isinya orang-orang diberi label "si A", si B" atau "si C". Barbar sekali (---meminjam istilah Robin Williams), dan justru malah membuat kesenjangan semakin terasa.

Foto bersama. —-Iya, bapakku juga ikutan :D

Aku dan Bapak nggak langsung diantarkan kembali ke guesthouse. Tapi kami makan siang (super late, hehe) dulu sambil masih berbincang dengan beberapa kru IFL. Thumbs up lho buat chef dari Cafe Gembira yang secara khusus membuatkanku masakan vegan meskipun itu nggak ada di menu. Meski kesannya 'biasa' tapi saat penyelenggara acara memperhatikan hal-hal kecil yang sifatnya personal, bisa membuatku lebih nyaman, lho! :) Aku dan Bapak lalu diantar oleh Salsa dan Ferdy untuk melihat-lihat kota Malang setelah kami sedikit rapi-rapi (hehe) di guesthouse. Meski waktunya singkat karena sudah malam tapi kesampaian juga untuk melihat Tugu Malang dan mobil odong-odong yang super ramai, hehehe. Aku juga membeli sedikit oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Ada dompet batik berwarna pink yang cuteee sekali. Sayangnya cuma 1, jadi aku berikan sama iparku deh (---karena gue baik, lol).

Berfoto bersama Bapak. Maunya sih Tugu Malangnya kelihatan, tapi ternyata gelap :p

Keesokan paginya setelah tidur beberapa jam (---tradisiku dan Bapak kalau nggak ada Ibu pasti ngobrol sampai pagi), kami diantarkan ke Bandara Juanda untuk pulang menuju Bandung. Aku kembali bertemu dengan Dina dan ia mengantarkan kami sampai gate untuk mengucapkan sampai jumpa. Pertemuanku dengan teman-teman baru di Malang memang singkat tapi begitu berkesan. Aku harap bisa kembali lagi suatu hari, ---dan tentu aku juga berharap telah meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Apa yang aku lakukan memang nggak banyak, tapi aku berusaha berbagi apa yang kumiliki. Aku berbicara, agar Mika selalu ada, ---agar semangat Mika selalu ada di hati orang-orang yang mendengarkan kisahnya :)

vlog perjalanan, sesi sharing dan jalan-jalan

smile,

Indi

________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com

Jumat, 02 Desember 2016

Come Roll with Hunter Kelch! :)


Pertemanan memang bisa dimulai darimana saja, termasuk dari dunia maya. Seperti perkenalanku dengan Hunter Kelch yang dimulai dari Instagram. Waktu itu somehow ia menemukan akunku dan segera kami menemukan banyak kesamaan! Kami sama-sama senang menulis (baca website nya: www.comerollwithme.com), mendengarkan musik rock, menonton film, makan pizza dan sama-sama mengidap scoliosis! Meski begitu sebenarnya kondisi kami nggak sama persis karena penyebab scoliosis kami berbeda. Agar lebih saling mengenal, kami memutuskan untuk saling mewawancarai. Dan ini adalah hasil wawancaraku dengan Hunter tentang kondisi cerebral palsy dan kegiatannya! :)


www.comerollwithme.com


1. Hai Hunter, bisa kamu ceritakan tentang dirimu?
Aku seorang pria berusia 24 tahun yang mengidap Cerebral Palsy. Aku lahir 3 bulan prematur dan mengalami infeksi serius yang mengakibatkan kerusakan otak. Aku tinggal di sebuah gedung apartemen bersama orang-orang yang juga memiliki disabilitas, tapi aku punya apartemen sendiri. Aku punya caregiver yang datang untuk membantu kebutuhan pribadiku. Ibuku adalah caregiver utamaku, tapi aku juga punya tiga orang lain yang membantu. Sejak dua tahun yang lalu aku memutuskan untuk menjadi seorang blogger profesional dan fokus pada tema "hidup dengan cerebral palsy" sambil memberikan wawasan pada orang lain yang juga memiliki disabilitas. Selain itu aku juga membahas tentang aksebilitas. Sekarang baru sebatas di kampung halaman saja, tapi aku berharap suatu hari akan berjalan-jalan dan blogging ke seluruh penjuru dunia.

Aku punya seekor "kucing gila" bernama Sully yang terkadang bisa sangat manis dan penuh kasih sayang, tapi di lain waktu ia bisa menjadi kucing yang nakal!

Aku selalu suka olahraga, ---kalau dipikir mungkin sejak aku di dalam kandungan! Olahraga favoritku untuk ditonton adalah American Football, bisbol dan gulat profesional! Aku telah menonton beberapa pertandingan dan pernah ke acara gulat profesional sebanyak 3 kali!

Aku juga suka menonton acara memasak, acara kriminal dan acara tentang medis. Dan aku juga suka bermain video game. Aku mulai bermain video game sejak usia 2 tahun. Waktu itu aku bermain Mario Bros di Super Nintendo milik ibuku! Tapi sekarang aku bermain di PS4 milikku sendiri, kebanyakan aku bermain game tentang  olahraga dan perang.

Aku suka makan di luar, burger adalah makanan kesukaanku. Aku juga suka pizza! Aku sering pergi ke tempat bermain bowling, pertandingan balapan dan bioskop.

Aku menikmati musik rock keras yang diputar keras-keras! Tapi kalau di apartemen aku tidak bisa memutarnya telalu kencang karena penghuni lain kebanyakan orang-orang yang usianya lebih tua. Untungnya, sampai sekarang belum ada komplain dari mereka! 

2. Apa itu cerebral palsy? Dan waktu usia berapa ketika kamu didiagnosis oleh dokter?
Cerebral Palsy pada dasarnya adalah gangguan motorik non-progresif yang disebabkan oleh kerusakan otak pada tahun-tahun pertama kehidupan. Aku lahir 3 bulan lebih awal, punya pendarahan otak dan juga infeksi. Ini berpengaruh ke keempat anggota tubuhku, jadi aku bisa disebut sebagai quadriplegic. Aku sudah memakai kursi roda sejak usia 3 tahun. Tidak ada obat untuk cerebral palsy, tapi terapi fisik dan terapi okupasi bisa membantu. Beberapa orang yang mengidap CP juga terkadang memiliki masalah lain seperti ketulian, kebutaan dan perkembangan kognitif. Selain kemampuan motorik, kemampuan bicaraku juga terpengaruh (aku bicara terpatah-patah dan juga gagap). Aku juga mengalami gangguan penglihatan. Ini artinya otakku memberikan pesan yang salah pada mataku. Yang menarik, karena gangguan mataku orang tuaku dulu pernah diberitahu bahwa aku tidak akan pernah bisa membaca. Tapi lalu orangtuaku memberitahu dokter bahwa aku bisa membaca waktu usiaku masih 4 tahun! Padahal aku belajar membaca sendiri. Saat itulah aku memutuskan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa membatasiku!

Aku baru didiagnosis pada usia 1 tahun. Tapi aku sudah ke terapi fisik dan terapi okupasi sejak usia 6 bulan.

Hunter waktu berusia beberapa minggu, beratnya 2lbs 13oz. Yang di sampingnya itu tangan ayahnya.

Bersama Nghia, saudara laki-lakinya yang diadopsi dari Vietnam.

Bersama Katie, anjing pertamanya yang sangat istimewa :)


3. Apa sih yang sering menjadi kesalahpahaman atau menjadi mitos tentang cerebral palsy? Dan apa yang orang perlu tahu tentang fakta-faktanya?
Salah satu kesalahpahaman yang aku sendiri pernah alami adalah bahwa banyak orang mengira semua pengidap CP memiliki gangguan perkembangan kognitif (keterlambatan). Pernah suatu hari waktu aku berada di sebuah turnamen renang, ada seorang wanita datang dan berbicara padaku seolah aku masih balita, padahal waktu itu aku sudah berusia 21 tahun. Aku percaya bahwa meskipun ada yang memiliki keterlambatan, tetap saja layak untuk diajak bicara sesuai dengan usia mereka yang sesungguhnya. Berbicara pada orang dewasa dengan gaya berbicara seperti pada balita itu tidak sopan.

Aku rasa salah satu kesalahpahaman yang utama tentang CP adalah bahwa orang mengira ada sesuatu yang salah dengan lengan dan kaki kami. Padahal kaki dan tangan kami "normal". Karena kerusakan adanya di otak kami, bukan tubuh kami. Otak kamilah yang salah mengirimkan pesan kepada tubuh kami.

Kesalahpahaman lainnya adalah bahwa aku dikira tidak bisa menikmati aktivitas yang sama dengan orang pada umumnya. Aku mungkin harus melakukan sesuatu yang berbeda, dan hasilnya mungkin tetap tidak sama. Tapi aku masih ingin berpartisipasi, kok. Salah satu contohnya saja dengan kecintaan aku pada sebak bola. Secara fisik aku tidak bisa bermain bersama rekan-rekanku. Tapi aku masih bisa pergi ke pertandingan dan membantu pelatih dari pinggir lapangan. Ada kok pelatih dari tim Miami Dolphins yang sebenarnya tidak pernah menendang tapi tetap dihormati!!

Bersama temannya, Daryl, di pertandingan bisbol.


4. Apa tantangan terbesar yang pernah kamu hadapi?
Kalau harus menjawab jujur yang paling sulit itu menemukan pasangan. Berkencan sebagai orang dengan disabilitas itu sangat sulit. Perempuan non disabel kebanyakan tidak ingin mendapat tanggung jawab untuk merawatku, dan banyak yang tidak mau punya pasangan yang tidak bisa melakukan beberapa hal. Pengalaman pacaranku terbatas di kemah anak-anak berkebutuhan khusus dan waktu SMA. Sekarang setelah dewasa, aku malah merasa lebih susah untuk mendapatkan pacar. Aku ingin bertemu dengan perempuan yang bisa melihat di balik kursi roda dan di balik keterbatasanku, karena sebenarnya masih banyak hal lain yang bisa aku tawarkan.

5. Bagaimana perasaanmu tentang penggambaran orang dengan cerebral palsy di film dan televisi? Misalnya saja seperti Walter White Jr dari serial "Breaking Bad", atau Michael Connolly dari film "Rory O'Shea was Here".
Aku belum pernah menonton dua-duanya, baru rencana. Tapi ibuku pernah menonton serial Breaking Bad. Katanya karakter Walter Jr benar-benar tidak mewakili apa yang beliau bayangkan. Disabilitsnya digunakan untuk dijadikan alasan sebagai perilaku kriminal ayahnya. Jadi tidak berfokus pada kehidupannya sebagai pengidap CP.

Aku pernah menonton Fundamentals of Caring di Netflix. Meskipun tokohnya mengidap Muscular Dystrophy, bukan CP, tapi aku merasa sangat relatable dengannya. Selera humornya yang gelap dan caranya menguji caregiver nya sangat tepat sasaran. Ia juga orangnya blak-blakan, mirip sepertiku. Aku suka cara mereka menggambarkan rasa keterasingan karena memiliki disabilitas. Ibuku juga menontonnya dan setuju dengan penggambaran tantangan-tantangan sebagai seorang ibu yang juga merangkap caregiver.

Sekarang aku sedang mendengarkan audiobook nya Zach Anner, ia juga mengidap CP. Kalau sudah selesai, nanti aku akan ceritakan tentangnya di blog. Zach tidak takut untuk membahas tentang disabilitasnya dan juga membahas "sisi gelap" dari mengidap CP. Ia bercerita dengan sangat jujur dan penuh humor! Aku sarankan orang-orang yang memiliki disabilitas dan para caregiver untuk membaca/mendengar buku ini karena bisa memberikan wawasan tentang tantangan apa saja yang mungkin kami hadapi.

(Dua hari setelah wawancara ini, Hunter bercerita bahwa akhirnya ia menonton film "Rory O'Shea was Here". Katanya filmnya sangat bagus dan ia merasa related dengan Michael. Bahkan ibunya pun menangis di sepanjang film. Berbeda denganku yang merasa adegan measurement sangat nggak nyaman karena aku pribadi harus mengalaminya paling nggak sebulan sekali, bagi Hunter measurement rasanya lebih mudah karena sebagai pengidap CP ia selalu membutuhkan perawatan fisik total).

6. Kenapa kamu memutuskan untuk menjadi seorang penulis? Ngomong-ngomong, aku suka situsmu, lho.
Waktu itu awalnya tidak direncanakan. Aku sedang bosan jadi mulai mencoba menulis. Kamu bisa anggap ini 'kecelakaan'. Tapi terkadang hal-hal besar bisa dimulai dari sebuah 'kecelakaan'. Ibuku lalu punya ide agar aku mulai blogging. Kami lalu mencobanya. Awalnya secara mandiri, tapi kemudian kami menghubungi agen untuk membantuku belajar mengenai seluk-beluk blogging profesional. Aku masih belajar, dan aku punya mentor hebat yang selalu siap membimbing.

Kolase hidup Hunter.


7. Apa impian terbesar dan tujuan hidupmu?
Salah satu tujuan utamaku adalah untuk menjadi penasehat yang lebih baik bagi diri sendiri, dan suatu hari blog ku juga bisa menjadi penasehat bagi orang lain. Aku ingin berkeliling dunia dan menulis pengalamanku untuk membantu orang lain. Aku ingin mencoba sebanyak mungkin hal-hal baru. Pada dasarnya aku hanya ingin menjadi yang terbaik sebisaku.

Berperahu di danau Wausau bersama temannya, Dave. Ah, seperti di surga! :)


8. Terakhir, apa pesan kamu bagi yang sedang membaca wawancara ini?
Jika kamu ingin melakukan sesuatu, jangan biarkan keterbatasanmu menghentikanmu untuk menemukan cara mencapainya! Aku mendorong semua orang untuk melihat di balik semua jenis disabilitas, lihat orangnya... lihat jiwanya... lihat sosoknya. Aku bukanlah kursi rodaku, aku bukan cedera otakku dan aku juga bukan gangguan mataku. Aku Hunter, aku adalah pria santai, lucu, unik dan mempunyai hati yang besar.

***

Wah, dari wawancara ini aku jadi banyak belajar hal-hal baru. Coba deh teman-teman mampir ke website nya untuk membaca tulisan-tulisan keren (review, pengalaman, ide, dll) dari sudut pandangnya. Kalian pasti akan menikmatinya seperti aku yang betah menghabiskan sore dengan membaca tulisan-tulisannya. Di sana kalian juga bisa membaca wawancara Hunter denganku. Penasaran kan dengan pertanyaan-pertanyaan cerdasnya? Klik di sini ;)

Baca interview Hunter denganku di sini :)
cheers,


Indi

______________________________________________________


Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact person: namaku_indikecil@yahoo.com