Wedding invitation.
"Uh, lagi?"
Mungkin terdengar kasar---atau aneh, tapi begitulah reaksiku. Sejak kecil sampai sekarang aku nggak pernah excited dengan segala yang berhubungan dengan wedding stuff. Ini bukan karena aku sensi dengan pertanyaan "kapan nyusul", ya. Aku sudah 8 tahun punya serious relationship with Ray, so definitely I’m not a jomlo, hehehe :p Tapi aku adalah girly girl yang orang bilang "not girly enough" karena malas ribet. Konon setiap anak perempuan mempunyai impian untuk menjadi pengantin, tapi untukku membayangkannya saja sudah seram. Pakai makeup, duduk dan berdiri di pelaminan berjam-jam... Uh, pakai bb cream saja aku sudah jerawatan, apalagi kalau harus dibikin "pangling". Pokoknya setiap mendengar tentang wedding, aku langsung teriak "Nooooo... jangan libatkan akuuuu", ---dalam hati. Karena kalau berteriak di depan calon pengantin itu namanya rude, hehehe. Don't get me wrong, tentu suatu hari aku akan menikah. Tapi sambil menunggu waktunya tiba, bukan berarti aku bisa free dari segala makeup dan ini-itu. Terutama ketika yang menikah adalah anggota keluarga...
Aku sangat senang waktu tahu kalau Dani, sepupuku akan menikah dengan his longtime girlfriend, Dila. Kebetulan beberapa tahun yang lalu Dila pernah mewawancariku untuk video dan website Greensmile. Meski nggak begitu mengenalnya, tapi akan memilikinya sebagai ipar membuatku excited karena kami mempunyai passion yang sama di bidang lingkungan hidup :) Sampai aku ingat bahwa keluarga harus memakai seragam dan makeup agar terlihat kece dan berbeda dengan tamu yang lain. Jantungku langsung deg-degan. Why oh why... kenapa di keluargaku ada tradisi seperti ini? Bisakah aku memakai apapun yang ada di lemari dan cukup memakai bedak tipis? Well, jawabannya tentu "tidak". Demi menjaga kekompakan aku harus membuat baju baru dari kain seragam yang sudah disediakan oleh pihak pengantin. Ini mengingatkanku dengan film 28 Dresses. Seperti di film, aku punya banyak dress pengiring pengantin dan semuanya hanya berakhir di lemari karena kebanyakan modelnya nggak cocok untuk dipakai sehari-hari, hehehe. By the way, resepsi pernikahan diadakan di Jakarta sementara aku tinggal di Bandung. Dengan pertimbangan jarak dan waktu karena resepsi diadakan di malam hari, akhirnya diputuskan untuk nggak menyetir mobil sendiri dan kami (aku, Ray dan keluarga adikku) memutuskan memakai jasa sewa mobil sekaligus sopirnya sementara Ibu dan Bapak lebih dulu berangkat satu hari sebelumnya.
Sebenarnya bukan pernikahan yang aku takuti, tapi segala macam prosesi membuatku ingin menjadi anak-anak selamanya saja. Dulu aku pernah bertanya pada Ibu kenapa pengantin harus didandani dan dipajang di pelaminan. Waktu itu Ibu menjawab bahwa semuanya dilakukan agar berkesan, bisa dikenang sampai hari tua nanti, ---dan yang termanis di resepsi pernikahan pengantin bisa merasakan menjadi raja dan ratu selama sehari. Tapi aku nggak mengerti, bukankah berkumpul bersama di satu meja sambil mengobrol seru dengan teman dan keluarga tentang betapa beruntungnya bisa menikahi seseorang yang sangat dicintai akan lebih berkesan dibandingkan dengan menyalami tamu undangan di pelaminan dan makan belakangan? Semakin dewasa aku belajar bahwa versi fun dan berkesan bagi setiap orang itu berbeda-beda. Bagiku makeup dan highheels merupakan nightmare, tapi bagi orang lain bisa saja itu adalah hal yang sangat mereka inginnya. Aku nggak harus seperti itu, of course. Ketika hari itu datang menikmati musik dan kumpul-kumpul would be perfect for me and Ray. Tapi seperti yang sudah aku sebutkan barusan, versi fun setiap orang itu berbeda-beda, jadi di perjalanan aku bolak-balik ingatkan diri sendiri supaya nggak berwajah masam. Berempati, bayangkan jika aku ada di posisi pengantin dan ini adalah hari yang sangat mereka impikan.
Ibu dan Bapak mengerti dengan karakter aku yang 'girly but not so girly' (apaan coba, lol). Mereka selalu mencarikan jalan tengah agar aku happy tapi tetap mengikuti tradisi. Supaya kedua belah pihak senang, dan nggak ada yang (terlalu) memaksakan diri. Seperti di acara-acara pernikahan sebelumnya (OMG, aku benar-benar terdengar seperti film 28 Dresses, hehehe) pihak pengantin selalu memberi kain seragam untuk dipakai anggota keluarga. Biasanya aku menjadi pengiring pengantin, ---literally jalan di belakang mereka, jadi harus kompak dengan sepupu-sepupuku yang lain. Aku yang clumsy ini nggak pantas untuk pakai dress panjang karena bisa-bisa terpeleset dan dikenang seumur hidup oleh tamu undangan. Jadi untukku model dress sengaja dibedakan, tapi tetap dengan kain yang sama. Dan untuk sepatu, karena aku nggak bisa memakai high heels (not good for my back, lah) jadi diganti dengan kitten heels, ---yang menurutku sih tetap nggak nyaman, masih lebih enak flat shoes atau flatform. Nah, biasanya yang susah 'kabur' itu kalau urusan makeup, soalnya orang-orang langsung gemas melihat wajahku yang lebih polos dari adik sepupu yang masih SD. Kalau perlu mereka bakal mengejar-ngejar aku sambil bawa lipstik demi membuat wajahku jadi presentable, hehehe. Syukurlah kali ini aku diizinkan untuk nggak dimakeup oleh mbak-mbak makeup artist karena iparku lumayan akrab dengan lipstik dan kawan-kawannya. Aku hanya dipakaikan bb cream, bulu mata palsu, eye liner, blush on dan lipstik tipis, ---tanpa eye shadow, pensil alis dan lainnya. Lega sekali waktu melihat cermin ternyata wajahku masih dikenali. Soalnya entah karena belum terbiasa, atau memang begitu kenyataannya, makeup selalu membuatku merasa seperti pemeran antagonis, hehehe.
Resepsi pernikahan diadakan malam, tapi keluarga diharapkan untuk berkumpul pukul 12 siang untuk, ---believe it or not, makeup! Keluarga plus kerabat berkumpul di rumah mempelai dan hotel untuk bergantian dirias. Tadinya aku pikir bakal too early karena acara masih sangat lama, bisa-bisa makeup nya luntur duluan. Tapi rupanya untuk mengerjakan 1 orang membutuhkan waktu lebih dari 1 jam; makeup wajah, rambut, pakaian... Wah, pantas saja Ibu sudah stand by dari pukul 11, hehehe. Berhubung aku nggak menggunakan jasa makeup artist dan untuk rambut hanya perlu dikepang (catok rambutnya pun sendiri, lol) jadi aku punya banyaaaaaak waktu sampai resepsi tiba. Sambil menunggu aku ajak Ray berjalan-jalan ke mall yang lokasinya nggak jauh dari rumah omku. Rupanya mall sedang direnovasi, jadi hanya lantai 1 dan 2 saja yang ramai. Meski begitu kami sangat menikmati our escape date. Setiap lantai kami jelajahi dan berakhir dengan membeli sepatu, kaus kaki dan kaus dalam yang super murah. Setelah berjalan-jalan moodku menjadi semakin bagus, seperti me-refresh tubuh dan pikiran setelah perjalanan dari Bandung ke Jakarta yang melelahkan. Aku tahu setelah ini aku akan kembali ke kenyataan sebagai pengiring pengantin yang harus berdiri sampai larut malam, ---dengan sepatu yang bisa membuat scoliosis ku marah selama 1 minggu. Tapi at least aku akan berusaha melakukannya dengan happy, for my family :)
Dengan dress yang didesain khusus untukku, kitten heels dan simple makeup :) |
Oh, satu hal lagi yang belum aku sebutkan tentang tradisi di acara pernikahan keluarga, secara nggak resmi aku dipilih sebagai big sister bagi adik-adik sepupuku, Gaby dan Billa yang usianya 8 dan 10 tahun. Kebiasaan ini sudah berlangsung sejak mereka masih balita sampai-sampai banyak yang mengira bahwa mereka benar-benar adikku. Psst, mudah-mudahan mereka nggak baca tulisan ini, karena mereka selalu protes jika diperkenalkan sebagai sepupu, ---maunya sebagai adik kandung saja, hihihi. Tradisi ini memberikan keuntungan sekaligus "memberi keterbatasan" bagiku. Sisi baiknya tentu karena aku bisa mendapatkan semua hal seru yang mereka dapat dari orang dewasa lainnya. Es krim, happy meal, jalan-jalan ke mall... you named it deh pokoknya. Tapi di sisi lain mereka juga begitu terikat denganku sampai-sampai "me time" jadi hal yang hampir mustahil. Sebenarnya aku bukan satu-satunya sepupu mereka yang sudah dewasa, tapi somehow Gaby dan Billa selalu memilihku. Sampai-sampai namaku sering dijadikan senjata oleh orangtua mereka untuk membujuk kalau mereka malas melakukan sesuatu, hahaha. Dan belakangan "adik" ku bertambah 1, namanya Anissa, anak dari sepupuku, ---si mempelai pria. Well, sebenarnya secara teknis aku adalah tantenya Anissa, tapi karena usianya nggak jauh dari Gaby dan Billa ia ikut-ikutan ingin menjadi adikku. So kali ini aku menjadi big sister bagi mereka bertiga. Sebelum resepsi dimulai aku berharap mereka nggak akan berebutan untuk menggandeng tanganku, karena obviously, ---tanganku hanya dua, hahaha.
Bersama Ibu dan Bapak :) |
Pukul 7 malam resepsi pernikahan dimulai. Karena keluarga pengantin harus sudah berada di gedung sebelum acara dimulai, jadi aku harus pandai-pandai mencuri waktu untuk beristirahat. Untunglah ada beberapa kursi di salah satu sudut, jadi aku bisa melepas sepatu dan membiarkan kaki untuk bernapas lega, hihihi. Entah ada apa dengan kakiku, setiap memakai sepatu ber-heels, ---sekalipun kitten heels, pasti ujung-ujung jarinya sakit semua. Sementara para orangtua sibuk beramah-tamah dengan kerabat dan tamu yang mulai berdatangan, para sepupu sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang sekedar mondar-mandir, selfie bahkan ada yang menenangkan anak-anak mereka karena sudah mulai rewel. Sedangkan aku mengobrol random dengan Ray sambil sesekali membalas sapaan kerabat yang melintas. Tapi itu nggak bertahan lama karena Gaby, Billa dan Anissa sudah datang. Belum apa-apa aku sudah ditantang untuk membuat sebuah kursi untuk bisa muat diduduki kami berempat! Padahal kursi yang kosong masih banyak, lho. Tapi mereka berlomba-lomba untuk duduk paling dekat denganku. Cepat-cepat aku berdiri supaya adil karena 3 gadis kecil yang berkelahi saat pernikahan = not good, lol. Setelah berdiri pun rupanya masalah belum selesai, ---seperti yang aku khawatirkan mereka benar-benar berebutan untuk menggandeng tanganku! Hahaha, OMG, that was beyond cute, Billa menggandeng tangan kiriku sementara Gaby dan Anissa menggandeng tangan kananku, ---Anissa menggenggam jempolku kuat sekali, hahaha. Tapi yang paling lucu adalah ketika giliran keluargaku berfoto bersama pengantin, Billa dengan percaya diri mengikutiku ke studio mini dan mengingatkan (lagi) bahwa ia adalah adikku, hahaha. Tentu Billa nggak diizinkan ikut, tapi jujur saja melihat wajah seriusnya membuatku terharu. Awww...
Acara seremonial baru "benar-benar" dimulai setelah sesi foto; doa, pidato, tari-tarian dan lain sebagainya. The girls sangat excited untuk menonton Tari Merak dari jarak dekat dan itu membuat aku cukup kewalahan karena, ---of course--- mereka minta ditemani. Tapi seperti yang sudah aku sebutkan sebelumnya, ada 2 sisi dari menjadi seorang kakak. The bright side is... aku bisa berkeliling dan mencicipi banyak makanan tanpa perlu merasa canggung. Well, akhirnya aku mengerti kenapa Ibu dan Bapak dulu sering menjadikanku alasan. Karena sekarang aku bisa merasakan keuntungannya. "Gaby, mau mau chocolate melt, ya? Yuk, ambil," ---dan aku pun mengambil porsi yang paling besar untukku sendiri, hehehe. Rasa pegal di kaki dan berat di wajah (bahkan makeup ringan pun kalau dipakai lama-lama terasa berat) memang nggak hilang. Aku masih bisa merasakannya tapi at least perhatianku teralih karena ada mereka. Pukul 9 malam, 1 jam sebelum acara selesai aku pamit untuk pulang lebih dulu. Sebenarnya masih ada 1 sesi foto lagi, tapi karena sebelum acara juga sudah jadi aku pikir itu bukan masalah. Berpamitan dengan adik-adikku seperti biasa dibumbui sedikit drama, aku harus mengantar mereka ke pelaminan karena selain bersamaku mereka hanya mau bersama orangtuanya! Hahaha, obviously I'm not ready for kids, ---yet :'D
Billa, Anissa, Gaby dan Kiran, anak dari teman ibuku. |
Begitu tiba di mobil aku langsung melepas kitten heels dan menggantinya dengan sepatu yang kubeli di mall sebelumnya. I'm so happy for Dani dan Dilla, tapi aku benar-benar nggak sabar untuk tiba di rest area dan menghapus semua riasan dari wajah. Hatiku masih bertanya-tanya mengapa resepsi pernikahan harus identik dengan berdandan? Mengapa pengantin harus dipajang di pelaminan? Dan lain sebagainya. Tapi setelah kupikir-pikir, memang apa masalahnya dengan semua itu? Yang terpenting adalah kebahagiaan pengantin. Mungkin memang inilah hal yang mereka inginkan, ---yang sejak kecil diimpikan, seperti aku yang bermimpi ingin makan-makan bersama keluarga dengan diiringi konser musik kecil di hari pernikahanku nanti, ---no need to dressed up. Sedikit berkorban seharusnya bukan masalah, ---karena versi fun bagi setiap orang itu beda-beda, dan aku juga pasti bersedih jika ada yang berwajah masam ketika "hariku" tiba. Well, sepertinya nggak berlebihan jika aku menyebut resepsi pernikahan sebagai tempat untuk belajar tentang keberagaman. Aku berlajar bertoleransi, aku belajar menghormati dan aku belajar untuk ikut happy saat orang lain happy. Memang nggak mudah untuk happy saat tumit mulai lecet, tapi bukan berarti nggak bisa :)
By the way sebelum kalian mengira bahwa tulisan tentang pernikahan ini adalah kode. Jawabannya adalah; "Nooooo." Suatu hari aku akan menikah, tapi not very soon lah. Lagipula, ingat pesan Gaby, Billa dan Annisa; "No boyfriend until you're 30, Kak!"
Oh, kasihan Ray, hahaha :D
yang kakinya masih sakit,
Indi
__________________________________
cantik banget penampilannya mba :)
BalasHapusTerima kasih :)
HapusKak Indi langgeng banget sama kak Ray sudah 8 tahun pacaran, semoga kalian berjodoh yaa ^^
BalasHapusSuka banget dengan dress yang kakak pakai warnanya juga suka, jadi terlihat lebih cantik deh kak hihi. Karean pernikahan adalah satu momen yang di impikan semua orang termasuk aku hehe
cantik mba penampilanya. waoo udah delapan tahun, salut mba moga langgeng sama kak ray.
BalasHapusaku sama kayak mba soal nikah yang lebih berkesan berkumpul dengan teman dan keluarga bincang bincang, bercerita batapa beruntunganya dapat menikahi orang yang dicintai.
kalo sergam gitu emang iyaya mba ujungnya cuma berakhir dilemari gak pas buat harian.
tapi ngomong ngomong kapan mba Indi nyusul?? hehee
Semoga kak Indi terus menerus sehat ... dan semua impiannya tercapai
BalasHapusSalah fokus ke bajunyaaa.. Cantikk :D
BalasHapusTerima kasih, ya. Itu desainnya Ibu dan aku :))
Hapushayooooo.... Kak Indi kapan menyusuuuul....
BalasHapusNanti kalau udah mau. Sekarang belum mau :)
Hapuslovely pics!
BalasHapuswww.bstylevoyage.blogspot.com
Thanks :)
HapusWah Kak Indi, aku juga punya pandangan yang sama soal pernikahan. Kenapa ribet banget? Kenapa sampe dipaksa dandan dan harus cantik-cantikan? Kenapa bajunya harus heboh tapi sesudahnya nggak bisa dipake jalan-jalan? Dan juga mengapaa, oh mengapa mesti aja pesta makan-makan? XD
BalasHapusAku pernah dijerumuskan ke salon pas pernikahan salah satu kakak sepupuku. Seharian itu pake bulu mata palsu dan rasanya nggak enak banget, mata kayak digordenin, muka kayak dipinjemin orang lain, rambut kayak wig...sebelum ke gedung resepsi, aku cuci muka dulu dikit karena bedaknya juga putih bingits dan ganti lipstik plus ngacak rambut dikit.
Kriminal banget itu di mata make up artist. :p
Anyway, semangat, Kak Indi! Wujudkan saja acara pernikahan ideal yang lebih tanpa beban dan bukan bikin capek karena jadi pajangan sehari :)) aku juga punya cita-cita demikian kok.
Wah, no boyfriend until 30th, semoga kak Indi sama Ray-nya bisa naik pelaminan yaaa, long last. Dan congrats buat keponakan barunya :D
BalasHapusSuch a nice dress, cantik :D
Hahaha, iya ada-ada aja adikku. Not very soon lah, tapi pasti :) Eh, Anissa bukan keponakan baruku, tapi adik baru. Umurnya udah mau 6 tahun :)
Hapusindi cantiiikkk banget...
BalasHapuskebahagiaan tiap orang emamg beda-beda sih... dulu pernikahan impianku tuh konsepnya international wedding yang pake gaun putih panjang dan ala-ala garden party gitu, tapi nyokap nggak ngebolehin dan harus pake adat jawa. awalnya sih aku nggak setuju, tapi seiring berjalannya waktu ternyata pilihan nyokap emang yang terbaik dan semuanya bahagia di hari pernikahanku..
kalo indi nikah nanti nggak usah dibikin ribet, just make your own wedding.. nggak usah pake make up tebel dan high-heels, yang penting tetep keliatan cantik dan kamu bahagiaaa ;)
aku kira kak indi yang mau nikah .. hahahaha ngga ngode kok yaa.. tetep cakeeeep walaupun berkorban pk heels nyampe mulai lecet2 .. emang kak indi umur brp skrg ? 23 24 25 atau 26 gitu ?
BalasHapusBelum mau, dong, hehehe. Berapa cobaaaaa? Tunggu jawabannya di bulan Juni nanti *ultah minta dikasih kado xD
HapusWihihihi
BalasHapusAku juga ngerasain deh sejak umur 20-an ini kak
Ditanya-tanyain mulu kapan merit wkwk
Kzl
Kak indi cantikk
Can't wait for your marriage with kak rayyy
Eh, aku mah gak ada yang nanya, Aul. Kalau ada yang nanya paling orang usil, nanti aku aduin sama Bapak, lho :p Makasiiiiih, ehm :)
HapusAku juga punya keberatan yg sama soal pengantin ^^
BalasHapusKenapa cewek harus menderita didandani berjam-jam, pake gaun pengantin ribet pula. Padahal cowoknya simpel aja tuh. Paling banter dibedakin dikit n pake jas.
Huhu ...ngiri deh
Hallo Indi... Salam kenal dari Pangeran Wortel ya...
BalasHapusCiyeee udah dateng ke Nikahan dan sedikit baper bahas pernikahan sendiri nantinya.. Tapi, apapun itu, percayalah kalo Pernikahan adalah bukti bahwa cinta itu ada dan patut untuk diperjuangkan.
Aku Follow blognya, ya.. :) Semoga difollowback Kode gaje. XD
Bapernya bukan sama nikahnya, ya. Aku belum mau nikah :) Yang bikin baper tuh dandananya, ribet banget ya Tuhaaaaaan :( *nah kan jadi keinget lagi sama kaki lecet*
HapusYa begitu ya, tapi memang sih walau ribet pesta besar dan meriah mendekatkan keluarga besar. Selamat bahagia buat Dani dan Dilla ^^
BalasHapusPara gadis2 kecil itu memang gemesin ya Indi.
lucu bajunya
BalasHapuskurang lebih sama mba Indy di keluarga saya juga, wedding terakhir beberapa taun lalu adik saya nikah kamid sekeluarga besar pakai seragam. tapi untungnya saya ga dipaksa make up-an :D
BalasHapusSaya termasuk orang dengan penampilan paling sederhana lho mbak kalau kondangan, make up hanya bedak dan lipstick aja. Pakaianpun ngga punya yang khusus dan sandalpun biasa saja, hehe kalau mau beli sesuatu yang khusus ntar pakenya cuma sekali atau dua kali :)
BalasHapusKalau acara pernikahan keluarga sendiri belum ada lagi sejak bertahun-tahun lalu, saudara dan sepupu sudah nikah semua :)
BTW itu yang foto bareng mbak Indi, ayah dan ibukah?
Kak, cantik banget sih!
BalasHapusAku juga merasa resepsi pernikahan itu kayak nightmare. Di luar, resepsi pernikahan dilakukan sederhana sekali. Hanya mengundang yang ingin diundang, bukan berlomba mengundang sebanyaknya. Duduk, makan, dan ngobrol dengan kerabat dekat, bukan dipasang seharian sampai lelah dan kelaparan. Memang, sih, tradisi Indonesia sebetulnya dimenangkan sama gengsi kurasa, bukan tentang "kebahagiaan pengantin". Walaupun, mungkin, sebagian ada yang memimpikan hal seperti itu. Dipasang dan dilihat semua orang. Tapi aku tetap enggak ehehehe
kasihan kak Ray gak dianggep jadi soon-to-be kakak ipar sama adek2 nya kak Indi hihihi :D
BalasHapusRay dianggap "om". Padahal mereka sepupu aku, lucu, hahaha :)
HapusCantik banget yah... hehe
BalasHapusitu foto yang sama anak-anak, kayanya sepatu adeknya kegedean yaa.. :)
BalasHapusItu anak temennya ibuku. Dia pakai ugg boots, memang begitu modelnya :)
Hapuskeren awet bgt sama kak ray. itu Kak Ray gak ngerasa digantungin tuh, gak nikah-nikah sama Kak Indi. hhehe
BalasHapusiya, kadang mikir, nikah kan cuma akad doang, kenapa harus ribet dan gak nyaman pakai baju dan make up terus duduk-berdiri duduk-berdiri sepanjang hari.
Digantungin=dijanjiin sesuatu tapi gak jadi-jadi.
HapusNah, jelas dong aku gak gantungin Ray ;)
Cantik kok baju seragamnya -Salah fokus hihihihi
BalasHapusBajunya suka kak :)cewek banget! <3
BalasHapushihi iyaa, aku juga suka mikir kayaknya bakal cape banget ya. tapi tetap harus senyum sampai acara selesai wkwkwk abis acara selesai baru deh ngoceh2... but ur so cute, Kak Indi! :)
BalasHapusCantiknyaa, selalu suka gaya modis indi
BalasHapus