Jumat, 23 Desember 2016

Bercerita Tentang Mika di Malang :)

Howdy-do, peeps! Ah, selalu senang kalau bisa kembali ke sini. Rasanya seperti pulang ke rumah, ---rumah di dunia maya maksudnya, hihihi. Kalau ada di antara kalian yang membaca post-postku sebelumnya (atau mengikutiku di Facebook dan Instagram) pasti tahu kalau tanggal 2 Desember lalu aku mengisi sebuah acara Hari AIDS Sedunia di kota Malang. Nah, sekarang aku mau cerita soal pengalaman selama di sana. Dan apa kabar cerita Halloween ku yang ditunda-tunda terus untuk di post? Hehehe, untuk sekarang nonton dulu vlog nya di sini saja, ya. Soalnya karena sebuah alasan (---yang cheessy dan konyol) aku belum bisa menulis ceritanya :p

Di bulan November lalu aku dihubungi oleh Dina, salah satu anggota tim dari Indonesian Future Leaders chapter Malang untuk menjadi pembicara di event peringatan Hari AIDS Sedunia. Aku belum pernah mendengar apa itu IFL, tapi dengan quick search di internet aku jadi tahu kalau itu adalah organisasi non profit yang berfokus pada kegiatan youth empowerment dan social voluntarism. Aku langsung tertarik, ---tapi nggak langsung memutuskan untuk mengiyakan. Alasannya selain tempatnya jauh (tahun lalu aku jadi pembicara di Surabaya dalam keadaan sakit, uhuhu), juga karena sudah jauh-jauh hari ada kelompok dukungan sebaya (group support ODHA dan OHIDA) yang memintaku membantu acaranya di Bandung. Aku meminta waktu untuk berunding dulu dengan Bapak, tapi sebelum kami membuat keputusan dapat kabar kalau acara yang di Bandung batal. Hehehe, tahun ini rupanya aku ditakdirkan untuk memperingati Hari AIDS Sedunia jauh dari rumah :) 

Setiap kali melihat ke belakang aku selalu takjub dan nggak menyangka dengan apa saja yang sudah dilalui... Masih jelas rasanya hari dimana Mika, my forgetful angel, meninggalkanku untuk mengambil sayapnya di surga. Waktu itu rasanya aku sangat terpuruk dan nggak berdaya. Mungkin kesannya berlebihan, tapi memang itulah yang aku rasakan. Aku terlalu terbiasa ada Mika. Selama 3 tahun dengannya aku berubah dari Indi yang pemalu dan nggak nyaman dengan kondisi fisik menjadi Indi yang dengan bangga memakai brace scoliosisnya di luar baju dan merasa 'nggak kurang' dibandingkan remaja-remaja lain. Dengannya aku merasa aman dan percaya kalau aku bisa melakukan 'apapun'. Dan Mika juga lah yang membangkitkan keterpurukanku setelah ia meninggal. Semangatnya membuatku sadar kalau ia nggak akan suka aku terus-terusan murung. Dan berhenti 'membicarakannya' justru membuatku menjadi denial, ---sulit mengiklaskan. Keberanian untuk menghadapi kepergiannya justru malah membuat Mika seolah selalu ada. I face my fears, ---aku berbagi kisah tentang Mika. Dan aku lakukan ini bukan hanya untuknya, tapi juga untukku. 

Jadi pada tanggal 2 Desember lalu, pagi-pagi sekali aku dan Bapak sudah berada di Bandara untuk menuju Surabaya. Penerbangan dari Bandung belum ada yang langsung tiba di Malang, jadi kami harus berangkat sedini mungkin untuk mengejar sesiku yang akan berlangsung pada pukul 14.00 WIB. Aku sebenarnya ditawari untuk berangkat 1 hari sebelumnya, tapi karena aku sedang sedikit demam jadi kupikir lebih baik sedekat mungkin dengan waktu acara. Aku baru tidur 2 jam karena sebelumnya sedang menyelesaikan interview dengan Hunter Kelch (perbedaan waktu 2 negara membuatku harus begadang, hehehe). Aku pikir akan bisa tidur di pesawat, tapi ternyata aku tetap terjaga sampai tiba di Surabaya. Penerbangannya super lancar, dan kami mendapatkan pesawat yang nyaman dan lega. Tapi di sampingku ada perempuan yang "mengkahwatirkan". Ia terus-terusan facetime dengan pacarnya (---atau siapapun itu) sampai ditegur 3 kali oleh pramugari dan sepanjang perjalanan terus-terusan mengecek makeup nya. Ugh, why oh why?!! :p

Waktu tiba di Bandara Juanda.

Meski begitu mood ku dan Bapak tetap super bagus. Kami hanya menunggu sebentar ketika tiba di Bandara Juanda karena Eko dan Rizki dari IFL sudah menjemput dan siap untuk mengantarkan ke Malang. Rasanya seperti de javu, begitu menginjakkan kaki di Surabaya udara langsung terasa hangat (---panas, hehe). Biasanya aku prefer cuaca dingin, tapi rasanya aku rindu Surabaya, teringat keramahan teman-teman di sana, huhuhu, ---jadi mellow :p Tapi 2 teman baru dari Malang ini pun nggak kalah ramah. Sepanjang perjalanan mereka terus bercerita tentang tempat-tempat yang kami lewati. Seperti tour guide, hehe. Dan itu membantuku dan Bapak untuk tetap terhibur di perjalanan yang super macet dan didera hujan deras karena kami banyak tertawa. Sebagai penutup perjalanan sebelum tiba di guesthouse kami juga diajak mampir ke restoran pecel "Kawi". Di sana rasa pecelnya super nikmat! Sayang untuk lidahku terlalu pedas jadi nggak sanggup untuk menghabiskan 1 porsi :p

Pecel “Kawi” yang nikmat tapi pedas :p

Seperti kata Mika, selalu ada yang pertama kali untuk segalanya. Begitu juga dengan pengalaman sebagai speaker kali ini. Kalau biasanya disediakan hotel, kali ini panitia menyediakan sebuah kamar di guesthouse. Ternyata tempatnya nyaman sekali dan homie, ---ada teras untuk bersantai dan kolam ikannya. Lucunya, nama guesthouse nya Bandoeng, cocok sekali dengan kota asalku, hahaha. Yang pertama terpikir olehku ketika tiba adalah tidur, tapi lagi-lagi aku betah terjaga. Mungkin saking lelahnya, plus harus menyiapkan speech ku nanti. Kalau Bapak sih, 5 menit nempel di bantal suara ngoroknya langsung terdengar :p Ya, sudah aku hanya sekedar rebahan sambil memeluk Onci, boneka kelinciku. Sekitar pukul setengah 2 siang handphoneku berdering, rupanya Salsa dan Ferdy dari IFL sudah menunggu di lobby untuk menjemput kami. So excited! Rasanya lelahku langsung hilang seketika :)

Di guesthouse “Bandoeng” setelah berganti baju.

Malang masih diguyur hujan, dan ini membuat perjalanan (lagi-lagi) sedikit terhambat. Butuh waktu lumayan lama untuk tiba di lokasi, padahal jaraknya dekat, lho. Tapi asyiknya aku jadi bisa lihat kiri-kanan dan melihat-lihat taman di kota Malang. By the way, dari sekian banyak tempat yang kukunjungi rasanya di sinilah yang suasana dan udaranya mirip di Bandung. Sejuk dan banyak taman kotanya. Sampai-sampai Bapak bilang kalau difoto dan nggak bilang dimana lokasinya, orang Bandung pasti mengira kami sedang di alun-alun, hihihi. Akhirnya kami tiba juga di Cafe Gembira, lokasi dari event Close the Gap. Sebelum dimulai aku sempat mengobrol dengan Dina dan briefing secara singkat. Berhubung segmenku kebagian sore, jadi aku nggak sempat melihat pengisi acara sebelumnya. Katanya sih ada pameran karya teman-teman ODHA, dan sebagian masih ada di display. Sayang karena lumayan sibuk hanya Bapak yang sempat melihat-lihat.

Tiba di Cafe Gembira untuk event “Close the Gap”.

Nggak menunggu lama, sebelum teh manis hangat yang disediakan habis aku sudah naik ke lantai 2 untuk nonton bareng film Mika. Secara singkat aku mengenalkan diri kepada audiences yang sudah hadir. Kursi-kursi yang disediakan nggak semuanya terisi, tapi menurutku jumlah audiences bukan yang utama tapi antusiasme merekalah yang aku harapkan :) Aku nggak bisa cerita tentang detailnya, ya. Yang pasti menonton kembali "diary" ku bersama Mika selalu membuat perasaan campur aduk. Ada yang bikin tertawa, tapi ada juga yang membuat air mataku jatuh. Ada saat-saat di mana aku merasa nggak sanggup untuk menontonnya kembali, tapi ada juga saat di mana aku merasa "okay". Dan kali ini perasaan gue adalah yang kedua, ---meskipun malam sebelumnya aku baru saja menonton film "Mika" di TV. Ya, air mataku memang sedikit keluar, tapi lebih banyak tersenyumnya. Thank God :)

Film “Mika” diputar di layar besar.

Sepanjang pengalamanku nonton bareng film "Mika", baru kali ini dapat audiences yang 'adem' (baca: sepi). Biasanya, saat adegan lucu mereka tertawa, dan saat adegan sedih ada isak tangis. Minimal ada celetukan-celetukan komentar. Sempat bertanya-tanya juga dalam hati, apakah filmnya kurang seru bagi mereka? Atau apakah mereka bosan? ---padahal kabarnya banyak di antara mereka yang belum pernah menontonnya, lho. Makanya waktu film berakhir dan terdengar tepuk tangan yang riuh aku lega sekali. Rupanya mereka hanya pemalu. Terbukti saat sesi tanya-jawab mereka hapal dan paham betul dengan ceritanya, ---bahkan mendetail! Ternyata diam-diam mereka memperhatikan, ya, hehehe. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan pun cukup smart. Dengan senang hati aku menjawabnya karena nggak ada satupun yang menyinggu privacy ku dan jauh dari kesan kepo. Yay, good job Malang :))

Suasana waktu nobar film “Mika”.

Setelah nggak ada lagi pertanyaan yang ingin mereka ajukan, aku sharing tentang isu kesenjangan yang (sayangnya) masih terjadi di keseharian kita. Meski event ini dalam rangka Hari AIDS Sedunia, tapi apa yang terjadi pada ODHA sebenarnya bisa terjadi juga pada kita. Bayangkan bagaimana rasanya dibedakan hanya karena kondisi kita, padahal di balik itu kita adalah manusia yang "sama". I mean, ---well, iya manusia memang berbeda-beda tapi bukan berarti harus dibeda-bedakan, kan? Dengan memahami dulu kondisi yang terjadi aku yakin akan menumbuhkan empati dan menghilangkan 'kebiasaaan' untuk judging. Lagipula, apa gunanya menghakimi? Kita bisa membenci seseorang mati-matian dan itu cuma membuat semuanya lebih buruk. Lebih baik perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan, be nice. Kita nggak pernah tahu apa yang seseorang bisa lakukan atau apa pengaruh mereka di masa depan. Dulu banyak orang yang berkata buruk tentang Mika. But look at him now...

Sesi sharing.

Aku berbicara tentang kesenjangan yang sering terjadi di keseharian kita.


Aku pernah membaca komentar di blog ini (atau di media sosialkuyang lain? Maaf lupa, hehe) yang isinya kurang lebih bahwa yang terpenting justru edukasi soal pencegahan penularan virus HIV, bukan soal masalah kesenjangannya. Tapi menurutku keduanya sama pentingnya. Bahkan edukasi mengenai kesetaraan bisa jadi lebih mudah diterima karena bisa dimengerti oleh anak-anak sekalipun. Contohnya saja sepupuku yang berusia 10 tahun bertanya tentang alasan mengapa Mika dikucilkan, bukan bertanya tentang asal usul virusnya ketika menonton "Mika". Ini sih mengenai perspektif, ---mana yang efektif mana yang nggak tergantung kepada siapa kita 'berbicara'. Aku percaya nggak ada cara 'kampanye' yang salah atau buruk. Kapan-kapan aku akan bahas lebih jauh lagi, tapi sekarang balik lagi ke event Close the Gap yang keren dulu, ya :)

Setelah sharing, sesiku ditutup dengan foto bersama dan interview. --Well, nggak benar-benar selesai, sih, hehehe. Setelah 'turun panggung' justru audiences lebih akrab untuk bertanya dan mengajak selfie. Meski agak crowded tapi aku happy sekali dengan reaksi mereka. Aku selalu terbuka untuk menjawab pertanyaan asalkan itu bukan hal-hal yang terlalu pribadi (---kurasa aku sudah cukup banyak berbagi kisah tentang Mika, kan). Satu pertanyaan yang banyak ditanyakan adalah soal pendapatku mengenai sukses atau nggak nya acara ini. Dan, ya menurutku acara ini sukses! Nggak ada acara yang sempurna, tapi menurutku "Close the Gap" ini berhasil mengcaptured apa pesan yang ingin disampaikan. Aku suka dengan konsep semua orang duduk bersama untuk menonton film dan berbincang, ---tanpa harus disebut 'kamu ODHA dan aku bukan'. Karena honestly acara yang dibuat seperti itu malah berkesan seperti freak show. Itu lho show yang isinya orang-orang diberi label "si A", si B" atau "si C". Barbar sekali (---meminjam istilah Robin Williams), dan justru malah membuat kesenjangan semakin terasa.

Foto bersama. —-Iya, bapakku juga ikutan :D

Aku dan Bapak nggak langsung diantarkan kembali ke guesthouse. Tapi kami makan siang (super late, hehe) dulu sambil masih berbincang dengan beberapa kru IFL. Thumbs up lho buat chef dari Cafe Gembira yang secara khusus membuatkanku masakan vegan meskipun itu nggak ada di menu. Meski kesannya 'biasa' tapi saat penyelenggara acara memperhatikan hal-hal kecil yang sifatnya personal, bisa membuatku lebih nyaman, lho! :) Aku dan Bapak lalu diantar oleh Salsa dan Ferdy untuk melihat-lihat kota Malang setelah kami sedikit rapi-rapi (hehe) di guesthouse. Meski waktunya singkat karena sudah malam tapi kesampaian juga untuk melihat Tugu Malang dan mobil odong-odong yang super ramai, hehehe. Aku juga membeli sedikit oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Ada dompet batik berwarna pink yang cuteee sekali. Sayangnya cuma 1, jadi aku berikan sama iparku deh (---karena gue baik, lol).

Berfoto bersama Bapak. Maunya sih Tugu Malangnya kelihatan, tapi ternyata gelap :p

Keesokan paginya setelah tidur beberapa jam (---tradisiku dan Bapak kalau nggak ada Ibu pasti ngobrol sampai pagi), kami diantarkan ke Bandara Juanda untuk pulang menuju Bandung. Aku kembali bertemu dengan Dina dan ia mengantarkan kami sampai gate untuk mengucapkan sampai jumpa. Pertemuanku dengan teman-teman baru di Malang memang singkat tapi begitu berkesan. Aku harap bisa kembali lagi suatu hari, ---dan tentu aku juga berharap telah meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Apa yang aku lakukan memang nggak banyak, tapi aku berusaha berbagi apa yang kumiliki. Aku berbicara, agar Mika selalu ada, ---agar semangat Mika selalu ada di hati orang-orang yang mendengarkan kisahnya :)

vlog perjalanan, sesi sharing dan jalan-jalan

smile,

Indi

________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com

30 komentar:

  1. Oooh kak indy ke malang hadir acara ini toh ^^ hehehehe. Sederhana yaa acaranya, tapi yang penting tujuannya tercapai.
    Saya juga suka film nya kak indi yang MIKA ini. DUlu pas nonton di bioskop nangis, kalau nonton lagi pasti masih netesin air mata.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sederhana konsepnya, tapi sebenernya acaranya padat dan sampai 3 hari :) Terima kasih, ya. Kapan-kapan nonton lagi dong di TV atau DVD :)

      Hapus
  2. Hoalah.. pengen banget tuh mba nyoba pecelnya :D
    eh mba indi lucu ya ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enak lho, harus coba. Cuma kalau mintanya pedes sedang malah pedes banget, ahaha :D Makasih, ya :)

      Hapus
  3. Wah, aku harus ubek-ubek tentang Mika. Jadi penasaran who is Mika. Tapi sepertinya sangat penting sekali. Maaf belum tahu banyak, karena baru baca ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak apa-apa, kok. Mika itu pacar aku waktu SMA dan sekarang sudah meninggal. Lihat aja tags "Mika" atau "Waktu Aku sama Mika". Aku lumayan sering cerita, kok :)

      Hapus
  4. Acaranya keren ya, Indi. Ya sih yang penting adalah antusiasme penonton daripada sekedar jumlah. Semoga dengan adanya acara ini generasi muda bisa semakin memahami apa itu AIDS dan tidak diskrimasi terhadap ODA, aamiin :)

    Indi dimanapun berada selalu ceria ya, lihat deh kamu sangat mendominasi dengan baju kuning diantara banyak orang dengan baju warna gelap :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, aku malah pernah lho dapat audiences yang lebih sedikit dari ini (kalau kali ini kebetulan di tengah film tiba-tiba bangkunya penuh). Amen... semoga gak ada lagi diskriminasi.
      Hihi, kebetulan aja, akunya gak dikasih dress code sih. Tahun lalu aku pakai cape hitam karena ada dress code :)

      Hapus
  5. ah keren Indi, semakin banyak undangan ke berbagai kotanya. mudah2an suatu saat nanti ada undangan go internasional hehehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mila lah yang undang aku. Kan kamu rajin jalan-jalan, hahaha :D

      Hapus
  6. Bisa berbagi informasi dan menjalankan aktivitas dengan suka cita, bertemu teman baru, kesempatan yg tidak semua orang punya. Walau jam tidur kurang yaa. Sukses terus Indi.

    BalasHapus
  7. Hai, Indi. Baru pertama kali berkunjung dan baca profil-nya. Achivement-nya banyak ya 😁 Senang kenal kamu. Cantik bgt dg dress kuningnya 😊 Sukses yaaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi juga Nita. Terima kasih, yaaa. Wah, gak lah masih segini, hihihi. Amen :)

      Hapus
  8. Wow...Indi keren diundang di banyak kota.
    Kapan yah, gue bisa lebih percaya diri kayak Indi.
    Gue minderan banget... :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu pas SMP aku kalau disuruh ke depan kelas ngomongnya gagap banget. Tapi semakin besar aku coba gak terlalu 'pikirin', jadi lebih relax. Coba aja :)

      Hapus
  9. Wow...Indi keren diundang di banyak kota.
    Kapan yah, gue bisa lebih percaya diri kayak Indi.
    Gue minderan banget... :( (2)

    aku juga :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan mindeeeer. PD aja. Kalau kamu ngomong di depan, anggap aja audiencesnya teman-temanmu :)

      Hapus
  10. jujurnya, aku awal2 ga mudeng mika ini siapa, dan itu bikin aku penasaran sampe cari tau :).. juga cari tau brace scoliosis itu apa dr google :), dan jd tau sekarang :)...sayang aku ga di sana untuk ikutan acaranya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, lain kali ikutan yuk. Makasih lho udah cari tahu soal scoliosis, semoga bermanfaat :)

      Hapus
  11. Melakukan kegiatan sosial yang bermanfaat sulit ditolak ya. Semoga acaranya meninggkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang AIDS dan ODH

    BalasHapus
  12. Edukasi juga mengatasi masalah kesenjangan sama-sama penting ya, Mbak.

    BalasHapus
  13. Sebenernya mereka mungkin aja udah nonton sebelumnya, trus pas ada acara nonton bareng ma Indi mereka nonton lagi, jadi udah tegar hatinya ... hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mereka pada nangis ternyata, cuma gak tau kenapa sepiii banget, ---cuma keluar air mata gitu padahal di tempat lain sampai terisak-isak, hahaha :D

      Hapus
  14. selamat datang di jawa timur,
    selamat makan pecel,hehe

    BalasHapus
  15. gimana acaranya lancar mbak? hehe

    BalasHapus

Terima kasih untuk komentarnya, it's really nice to hear from you :)