Kamis, 31 Desember 2020

Our Christmas Story :)


Waaa, besok sudah tahun baru lagi guys! :') Setelah tulisan Halloween kemarin, sebenarnya aku langsung nulis tentang anniversary pernikahan, lho. Tapi karena kepotong-potong sama mager dan aktivitas sehari-hari (apaan, sih, hahaha), jadi baru selesai setengah. Tadinya sih mau aku lanjutin sekarang mumpung lagi buka laptop (di window lain aku lagi nonton film horor, lol), tapi rasanya bakal lebih relevan kalau aku nulis tentang Christmas kemarin. Iya nggak sih, mumpung baru lewat beberapa hari :D

Mele Kalikimaka!


Kalau lihat status teman-teman di Whatsapp dan Instagram, kemarin-kemarin itu lagi warna-warni banget. Ada yang main ke villa, ke luar kota, ke tempat wisata, bahkan yang ngemall juga ada. Aku sempat ngiler dan bilang soal ini sama Shane. Maunya kemana gitu di libur Natal ini. Tapi kok setelah dipikir-pikir lagi nggak wise ya... Mungkin orang lain bisa disiplin menjaga protokol kesehatan. Tapi bagi aku dan Shane, meski sudah maskeran dan selalu bawa hand sanitizer, somehow masih was was. Yaaa... daripada malah kepikiran yang nggak-nggak dan jadi nggak menikmati liburan, diputuskanlah untuk stay di rumah saja. Sampai detik ini kami memang masih melakukan apa-apa dari rumah. Dari mulai bekerja, berbelanja sampai untuk hal hiburan (membeli film, musik, dll). Kecuali kalau nggak bisa dihindari, seperti mengurus KITAS, ---izin tinggalnya Shane atau ke dokter. Syukurnya sih di tahun 2020 ini kesehatan kami baik, jarang sekali ke dokter dan nggak ada masalah yang serius. Semoga sih tahun depan dan berikutnya juga begitu ya :) Amin...


Gak pakai rencana juga sampai bikin to do list gitu, tapi kami lebih let it flow sih. Kalau mau ngapain ya lakukan saja, asal terasa suasana Christmasnya. Dan masih sama seperti tahun kemarin, rumah kami masih sepi ornamen, hehehe. Padahal Ibu Mertua sudah mau mengirimi kami pohon Natal mungil, lho. Tapi terpaksa batal karena setelah dihitung biaya kirimnya hampir 10 juta, belum termasuk bea cukainya. Mending beli di sini saja lah, bisa dapat pohon sama makan buat sekomplek kalau segitu :'D 

Jauh-jauh hari aku sudah ditanyain kepengen hadiah apa dari Ibu Mertua. Jujur tiap ditelepon aku selalu menolak, ---bukannya apa-apa tapi aku masih trauma sama ribetnya proses mengambil kado Natal sejak tahun 2018-2019. Kalau aku ceritakan bisa nggak lanjut nih cerita Natalku saking panjangnya. Pokoknya ribet, ribet, ribet dan MAHAL :( Akhirnya kami sepakat untuk membeli kadonya di Indonesia saja. Jadi aku tinggal bikin list apa saja yang aku mau dari toko lokal, lalu tinggal bilang sama Ibu Mertua.


Eh tapi ternyata...

Sepakatnya batal, hahaha. Namanya ibu-ibu ya di mana saja sama. Beliau merasa bukan Christmas kalau aku dan Shane nggak menerima kado secara langsung. Jadi setelah aku bikin list hadiah untuk dibeli di sini, beliau masih "maksa" untuk bikin list lain yang nanti akan dikirim dari Amerika. Mau nolak sudah nggak bisa, salah-salah aku malah menyinggung. Jadi aku pun setuju dan secara khusus hanya menulis benda-benda kecil di wish list kami. Harapan aku sih biar mertuaku nggak harus keluar biaya terlalu banyak untuk menebus hadiahnya di sini. Karena aku tahu beliau pasti nggak akan membiarkan kami membayar biaya bea cukai sendiri meskipun sebenarnya "tugas" beliau untuk proses mengirim hadiah sudah selesai. 


Hadiah-hadiah dari Ibu Mertua dan kartu Natal (tapi disembunyikan karena ada fotonya, hihi).


Aku dapat kado dari Shane xD


Aku dan Shane menerima kado Natal kami tepat waktu. Untuk prosesnya sengaja nggak aku ceritakan di sini karena pasti mengganggu mood, ---baik moodku dan juga yang membaca, hahaha. Di luar keribetannya, aku dan Shane senang sekali karena bisa menerima kado secara tradisional. Maksudnya, kado yang di dalam boks, dan kami bisa merobek kertas pembungkusnya :) Yang kupinta hanya piyama, the Body Shop, cat kuku, sarung bantal guling warna coklat, ditraktir ke salon (lol) dan lensa kontak karena mataku minus. Tapi ternyata Ibu Mertua juga mengirimi hadiah lain. Aku dapat bando berwarna-warni yang bikin aku senyum-senyum. Rasanya lucu dan manis saja karena beliau mengerti sekali betapa aku suka pakai aksesoris rambut (dua tahun lalu malah dikirimi satu kantung pita rambut, hahaha). Kadang aku berpikir, kalau menikahnya bukan dengan Shane mungkin siapapun mertuaku itu nggak akan segini mendukungnya dengan penampilanku yang kata orang kaya anak kecil :p Aku juga dapat chopper untuk sayuran yang seriusan, begitu bungkusnya dibuka langsung aku cuci dan pakai saking senangnya. Jadi aku sudah lama ingin dan BUTUH banget benda ini. Tapi somehow nggak pernah jadi prioritas kalau belanja (---prioritas aku makanan, astaga). Yang bikin aku cengar-cengir ternyata candaan kepengen printilan macam pengharum ruangan saja beneran dibeliin dong, sampai 4 biji dan sekarang sambil nulis aku agak-agak pusing karena semua kemasannya sudah dibuka SEMUA sama pihak bea cukai. Wanginya jadi tabrakan, bhahahaha... 


Dari semua kado itu ada yang sangat istimewa buatku. Dress batik. Iya, batik Indonesia. Tapi yang bikin istimewa justru bukan batiknya, melainkan alasan Ibu Mertua kenapa beliau membelinya. Katanya karena ia tahu aku sangat suka batik. Jadi waktu beliau nggak sengaja melihatnya di toko, ia bilang harus membelinya untukku. Aww, bless her heart :') Aku harap suatu hari bisa membalas kebaikannya. Tahun ini aku nggak bisa memberi apa-apa untuknya (katanya tas dari kami tahun kemarin pun masih bagus dan masih sering dipakai). Aku tahu beliau pasti nggak mengharapkan apa-apa, but still... :)


Berfoto di balkon. Langit saking gelapnya jadi mirip backdrop hitam :’D


Suka banget sweater ini. Pas aku pos foto ini di Instagram Ibu pun langsung memuji sweaternya ;D


Setelah kado-kado yang menghangatkan hati, masih ada hangat-hangat yang lain dalam arti sesungguhnya. Aku dan Shane mencoba baking! :p Ya... kalau sekedar bikin kukis sama kue Oreo sih sering, ya meski hasilnya begitulah (nggak usah dibahas, lol). Tapi untuk pertama kalinya entah apa yang merasuki (cieh sosisssonais), aku ingin membuat cinnamon rolls sendiri :D Meski kami vegan tapi kami menolak missing out. Prinsip kami sih nggak ada makanan apapun yang nggak bisa "divegankan" :p

Kebetulan di dapur ada stok kayu manis bubuk yang tadinya mau aku gunakan untuk memasak kari. Tapi lalu aku ingat kalau aku itu nggak bisa masak, hahaha. Setelah googling ditambah mengarang bebas, akhirnya kami baking dengan alat seadanya. Bangga sekali, tanpa membuat dapur terlalu berantakan (biasanya sampai pecaaaaah ke ruang TV), akhirnya kami berhasil membuat cinnamon rolls pertama kami :'D Rasanya? Enak banget dong! Bentuknya jelek? Biarin! Hehehe. Eh, ini seriusan enak lho. Seenggaknya cukup enak lah sampai aku pede buat share resepnya. Ini aku SS dari Instagramku. Siapa tahu ada yang mau coba. Eggless dan dairy free. Yang nggak vegan tapi alergi bisa banget coba :)


Cinnamon rolls vegan ala-ala. Bentuk boleh gak jelas, tapi rasanya jelas enak :p


Resep ala aku :p


Ada tradisi nggak tertulis yang aku yakin dilakukan oleh banyak orang di seluruh dunia di bulan Desember; Menonton film Home Alone. Hahaha.

Ayo ngaku! :D

Tapi tahun ini ternyata kami melewatkannya. Padahal jauh-jauh hari aku sudah request untuk nonton film Home Alone 2 karena ada kenangan tersendiri dengan film itu (---yang pernah membaca "Waktu Aku sama Mika" mungkin ingat). Kenyataannya kami malah menonton film yang terduga sama sekali; Sister Act 1-2 dan Christmas Carol! Sister Act adalah film yang di masa kecil yang sering diputar ulang oleh aku dan Puja, adikku. Menontonnya kembali setelah entah berapa tahun, apalagi bersama Shane terasa begitu menyenangkan. Ada perasaan nostagic juga bahagia karena bisa berbagi film kesukaanku dengan orang yang sangat berarti. Juga Christmas Carol yang selalu mengingatkanku dengan rumah orangtua. Aku masih punya VCD nya di sana, di suatu tempat. 


Menonton Christmas Carol.


Sisanya, aku dan Shane menjalani bulan Desember seperti hari-hari biasa. Ada hari-hari di mana kami memakai outfit Christmas kami, menonton film-film bertema Christmas, ---tapi ada juga hari-hari di mana kami menonton film horror atau bahkan nggak melakukan apa-apa seharian. Seperti yang sudah kubilang, just let it flow, karena justru itulah yang membuat kami sangat menikmati waktu :)

Sekarang Natal sudah selesai dan kami bersiap menyambut tahun baru. Rencananya kami akan menginap di rumah orangtua bersama dua keponakan, Ali dan Abi Cody. Perasaanku dengan datangnya tahun 2021 masih campur aduk, you know what I mean... Tapi bukan berarti aku pesimis, karena tahun yang baru adalah simbolis bagi awal yang baru. Jadi nggak ada alasan untuk khawatir berlebihan, kan :)



Soooo, bagaimana dengan Natal kalian? Semoga semuanya menyenangkan ya. Dan untuk yang harus menghabiskan Natal dan tahun baru nanti sendirian... peluk virtual dari aku dan Shane di sini. Things will get better. Amin :)


(Video musik terakhir aku dan Shane di tahun 2020. Pengguna mode Mobile klik di sini )



cheers,


Indi


---------------------------------------------------------------------------
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com

Selasa, 03 November 2020

Cerita Halloween Tahun Ini yang "Berbeda" :)





Halloween... Halloween... nggak pakai malu-malu aku bilang kalau ini adalah salah satu musim liburan (eh di sini nggak libur, ya, lol) favoritku, hahaha. Dari waktu kecil sampai sudah menikah sekarang, aku selalu menikmati hujan dari balik jendela kamar, film-film seram, berkumpul dengan keluarga... dan tentu saja segala macam dekorasi dan kostumnya. Tentu karena aku lahir dan besar di Indonesia, Halloween yang aku kenal itu nggak seperti yang di film-film. Nggak ada trick or treat (kecuali di tempat terbatas, misal sekolah, perumahan, kantor atau mall), dan dekorasi sampai ke pekarangan. Apalagi dengan originnya, meski tahu, mengerti dan menghormati tapi di sini lebih seperti di Amerika. Halloween nggak melulu harus seram dan dikaitkan dengan kepercayaan tertentu. Mau pakai kostum Superman atau Mickey Mouse pun boleh-boleh saja, hahaha.


Meski spiritku tetap sama (bahkan lebih, lol) tapi nggak bisa dihindari kalau kondisi sekarang harus membuatku bikin beberapa penyesuaian. Dulu biasanya Ibu membuatkanku kostum, ---nggak harus baru, kadang dress lama dirombak kembali atau menggunakan kain-kain yang sudah ada. Bapak juga dulu selalu membantuku untuk membuat dekorasi dan pelengkap kostum, seperti waktu membuatkanku sayap tinkerbell dari gantungan baju. Tapi karena sekarang sudah tinggal terpisah, berkunjung ke rumah mereka lalu nonton film horor saja sudah cukup, kok :) Justru malah menantangku untuk lebih kreatif, ---lebih kreatif dari dulu karena sekarang apa-apa hanya dikerjakan olehku dan Shane saja. 


Punya tanggal pernikahan yang dekat dengan Halloween itu semacam berkah tapi rempong. Kenapa? Soalnya kalau mau rayain anniversary harus benar-benar diatur biar nggak tabrakan sama Halloween yang biasanya sudah ditunggu-tunggu (baca: ditagih terus) sama keponakanku, Ali. Hahaha. Untungnya, karena ini sudah tahun ketigaku dan Shane merayakan Halloween bersama, kami jadi sudah makin pro :p Caranya dari jauh-jauh hari, alias awal bulan Oktober kami cicil apa saja yang dibutuhkan untuk Halloween. Termasuk diatur budgetnya juga supaya nggak berlebihan dan tiba-tiba ada pengeluaran nggak terduga. Dimulai dari yang Ali inginkan. Dia bilang ingin menjadi bajak laut, jadi kami belikan topi bajak laut saja tanpa kostum. Karena menurut kami dengan memakai topinya saja sudah cukup menunjukkan bahwa dia bajak laut :D Ali juga ingin mengukir labu karena tahun kemarin nggak sempat ikutan dan membuat kue lumpur (mud cake). Jadi Shane siapkan budget untuk membeli itu semua ketika hari H, plus budget untuk pengganti trick or treatin’ yang nggak diadakan tahun ini karena sekolah libur. 


Sedangkan untuk kami berdua sih, dibanding segala macam sweets kami lebih peduli dengan film-film horror dan dekorasi yang membuat suasana rumah lebih hangat. Kami membeli kaos bertama Halloween kompakan yang hanya berbeda warna. Nggak pakai kortum untuk hari H karena sebelumnya ternyata ada event di salah satu coffee shop dekat rumah kami, jadi mending dipakai untuk ke sana saja. Selebihnya kami membeli sarung bantal sofa dengan pertimbangan bisa dipakai untuk jangka waktu lama dan memang butuh (maklum pengantin baru, di rumah baru punya satu pasang, hahaha). Juga ember permen untuk Ali hunting pura-pura trick or treatin’ di supermarket, dan balon-balon digunakan sebagai dekor yang nantinya bisa digunakan Ali untuk bermain (two in one kan jadinya, hehe). Kebetulan rumah kami memang temanya Halloween sepanjang tahun. Jadi segitu saja sudah cukup. Bersenang-senang boleh, tapi harus tetap ingat buat bijak ;)



Pra Halloween.


Halloweennya sih memang cuma satu hari. Tapi sejak masuk bulan Oktober biasanya Halloween vibes sudah terasa. Tahun-tahun kemarin aku dan Shane marathon film horror (hampir) setiap malam sampai mata sepet, hahaha. Sedangkan tahun ini, karena stock film sudah menipis jadi film yang kami tonton nggak terlalu banyak. Kebanyakan sih ketika menginap di rumah orangtua karena di sana ada TV kabel (---iya, kami nggak/belum punya, masih mempertimbangkan perlu atau nggak). Kadang nontonnya kepotong-potong juga karena kebetulan ada 2 keponakanku yang sedang menginap di sana. Mereka lebih tertarik dengan kostum-kostum Halloween daripada film. Jadi yaaa aku mengalah untuk mendandani mereka sambil tetap aku sounding kalau Halloween masih akhir bulan nanti, hahaha.


Keponakanku ada 2, namanya Ali dan Abi Cody. Mereka sih biasanya cuek, mau pakai apa saja asal kostum sudah happy. Ali yang lebih tua saja baru tahun ini punya keinginan jadi bajak laut. Tahun-tahun kemarin dia akan pakai apapun yang dipilihkan bundanya atau bahkan aku. Jadi aku dandani saja mereka menjadi R. L Stine dan Slappy. Lol, yup, kalau sudah mengenalku cukup lama pasti tahu kalau aku adalah fans berat karya-karya R. L Stine, terutama Goosebumps :D Aku tunjukkan dulu foto-fotonya pada mereka, dan mereka mau. Kebetulan Cody anak aktif dan cerewet sekali, jadi kupikir cocok untuk didandani seperti Slappy, si boneka hidup beraksi dari Goosebumps. Ketika mau  kufoto saja dia nggak mau diam, hahaha. Untung saja aku sempat mengambil beberapa foto jadi bisa disimpan untuk kenang-kenangan :)


Boneka hidup beraksi versi cute :D


Sedangkan Ali, dia sih nggak didandani juga sudah "mirip" dengan R. L Stine, hahaha. Ini menurutku lho, kalau pembaca di sini anggap nggak mirip ya nggak apa-apa :p Mata mereka sama-sama teduh. Belum lagi dia anaknya imajinatif, nggak akan kaget kalau suatu hari bakal jadi penulis hebat, hahaha (Amin...). Tinggal aku kasih tahilalat palsu, sudah deh jadi R. L Stine.


Benar mirip, kan? :D

 

Dan ternyata 2 bocah ini dapat kejutan pra Halloween dari R. L Stine! Beliau melihat foto mereka dan memutuskan untuk me-retweet foto Ali! Hahaha, beliau bahkan memberi komentar. "Looking good!" katanya, dan langsung dishare oleh puluhan fansnya. Cody juga dapat reaksi dari R. L Stine, dua kali beliau memberi "heart" pada fotonya. Aku sebagai tantenya jadi senyum-senyum sendiri, hehe. Sudah puluhan tahun jadi fansnya akhirnya dinotice juga gara-gara keponakan :D


Aku yang sebenarnya hanya terfokus dengan hari H dan hanya nonton film sambil menunggu Halloween, ternyata malah ikutan "perayaan" pra Halloween juga. Gara-garanya sih di Kopi Q, coffee shop dekat rumahku (dekat banget, masih satu komplek) ngadain event lucu gitu. Mereka ada free meals buat pengunjung yang datang pakai kostum Halloween. Nah, kebetulan aku lagi mau ke rumah ortu (LAGI, hahaha) jadi sekalian saja aku mampir ke Kopi Q dengan kostum Snow White ku. Dapatnya plus-plus kan, seru ber Halloween sekaligus perut kenyang :D Ini juga nih bisa jadi salah satu alasan kenapa aku suka banget Halloween, soalnya banyak promo dan freebies :p


Snow White bersepatu keds :p


Snow White dan rakyat jelata xD Eh, becanda, ini pangeranku, dong. Cuma lagi nyamar gak pakai baju kerajaan :p




Akhirnya, Halloween!


Ketika hari yang dinanti-nanti tiba aku malah sakit! Hahaha, pantas saja sih karena tanggal 28 dan 29 nya aku dan Shane merayakan ulang tahun pernikahan kami dan ada sedikit insiden (kapan-kapan kuceritakan). Tapi di pagi hari tetap saja aku bangun dengan semangat dan memaksakan untuk mandi. Di luar hujan deraaaas sekali, rasanya bikin badanku makin meriang. Untung saja Shane langsung sigap membelikanku obat dan pelega tenggorokan. Syukurlah di siang hari aku merasa membaik dan siap menjemput Ali untuk ber Halloween bersama :) 


Balon-balon itu Shane yang tiup. Lumayan penuh perjuangan :p


Tahun ini kami gak pakai kostum, cukup matching T shirt bertema Halloween saja :)


Ali rupanya sudah sangat siap, ketika aku dan Shane tiba dia sudah memakai jaket dan masker. Sebenarnya Cody juga ingin ikut, tapi karena dia sangat aktif rasanya nggak mungkin aku dan Shane handle apalagi keadaanku sedang kurang fit. Rasanya nggak enak banget :( Tapi Ibu juga memang menyarankan agar Cody di rumah saja bersamanya dan berjanji dia tetap akan bersenang-senang meski nggak ikut bersama kami. Akhirnya setelah berpamitan singkat kami bertiga pergi ke supermarket. Iya, supermarket! Hahaha. Biasanya sih orang-orang membeli labu di pumpkin patch ya supaya Halloweennya lebih terasa. Tapi kami nggak mau memaksakan, supermarket adalah lokasi terdekat dan di sana juga serba ada. Sempurna bagi kami ;)


Hujan sempat berhenti sebentar ketika kami tiba di supermarket. Bahkan sebelum Shane mendapat troli, Ali sudah berlari ke tempat sayur-sayuran untuk mengambil labu, hahaha. Seketika badanku rasanya jadi sehat walafiat! Mata Ali berkilat-kilat ketika dia menemukan labu yang menurutnya "besar dan bagus". Semangat Ali benar-benar membawa vibes positif :D Sengaja aku membiarkan Ali mengambil labu mana pun yang dia mau agar pengalaman mengukir labu pertamanya berkesan. Sebenarnya Shane sempat memberi saran untuk mengambil labu yang lebih besar dan bentuknya lebih simetris. Tapi setelah melihat ekspresi Ali, dia pun setuju untuk mengikuti "besar dan bagus" versi Ali. (---Pssst, menurut kami labunya terlalu kecil).


Kami juga sudah menyiapkan ember permen berbentuk labu untuk Ali. Sebagai ganti trick or treat, kami izinkan Ali untuk berkeliling di lorong-lorong supermarket dan mengambil permen apapun yang dia inginkan selama muat masuk ke dalam ember. Manisnya, ternyata Ali tetap ingat dengan adiknya di rumah. Dia juga ingin memberi Cody permen karena khawatir di rumah Uti (Nenek, ibuku) nggak ada permen, hahaha. Aw, tentu saja aku dan Shane sudah siapkan oleh-oleh untuk adiknya juga. Semua yang kami beli double agar adil. Aku sih berharap tahun depan Cody bisa ikut, karena meski Ibu memastikan dia bersenang-senang di rumahnya tetap saja aku merasa ada yang kurang :')


Hasil “buruan” Ali di supermarket.

Tepat ketika hujan kembali lebat (baca: angin kencang, petir, bikin seram) kami selesai berbelanja. Udara yang dingin rupanya membuat Ali sedikit mengantuk. Di mobil, aku bisa melihat Ali terkantuk-kantuk di kursi belakang. Tapi setiap sadar dia sedang diperhatikan, dia pasti langsung tersenyum lagi dan bilang, "Ali nggak tidur kok." :D

Aku bisa maklum, Ali masih kecil jadi acara Halloweennya pun harus dibuat singkat, family friendly (no seram-seram) dan nggak melewati waktu tidurnya. Jadi ketika kami tiba di rumah, tanpa membuang-buang waktu aku langsung bertanya apa yang ingin Ali lakukan lebih dulu. Ali ingin membuat kue lumpur, saking siapnya dia memilih 2 bungkus permen cacing ketika di supermarket. Supaya lebih seram katanya, hahaha. Aku dan Shane sebenarnya ingin membuat semua treats vegan friendly, tapi berhubung Ali bukan vegan jadi kami izinkan untuk memakai permen-permennya sebagai hiasan (dan tentu dia sendiri yang menghabiskan).


Ali, the cutest bajak laut :)


Kue lumpur, “tradisi” Halloween kami. Cakenya vegan friendly, tapi gak begitu dengan cacing-cacingnya :’D


Saking semangatnya Ali nggak mau dibantu, dari mulai menghancurkan Oreo sampai memasukkan loyang ke oven dia lakukan sendiri. Aku dan Shane hanya membantu sedikit-sedikit. Dia bahkan punya ide untuk memberi "batu nisan" di kuenya, hahaha, totalitas sekali ini bocah :D Aku sempat tanya, darimana dia bisa tahu tentang batu nisan. Ternyata dari ortuku, katanya mereka menunjukkan makam Veggie, anjing kami dulu dan di sana ada batu nisannya. Aww... :') By the way, aku happy banget pengalaman pertama Ali bikin mud cake berhasil. Maklum lah, aku dan Shane sama-sama ngaco kalau soal baking, hahaha. Harus panggang berapa menit saja pakai kira-kira. Malah kami sempat mikir kalau kuenya nggak bisa keluar loyang karena lengket, eh ternyata bisa :p


Setelah itu, tentu saja yang paling ditunggu-tunggu; Mengukir labu! Dulu, waktu aku kecil setiap Halloween hanya ada film, kostum dan permen. Labu hanya jadi sesuatu yang kulihat di film atau di kolak pisang, hahaha. Saat diajak ke Lembang untuk melihat pumpkin patch langsung pun nggak pernah terpikir buat mengukirnya. Pokoknya aku sama sekali nggak tertarik untuk ribet-ribet :p Baru setelah dewasa aku mulai sadar kalau aktivitas ini sebenarnya bermanfaat juga buat bersenang-senang sekaligus mengasah kreativitas (cieeee...). Toh, nggak bisa dibilang "buang-buang" juga karena biji labunya bisa dijadikan kuaci. Nah, kebetulan suamiku juga ternyata sesuka itu sama Halloween, 11-12 sama aku. Jadi semenjak tahun kemarin kami mulai menjadikan mengukir labu sebagai "tradisi" Halloween kami.


Ali menggambar di labu pertamanya.


Shane mengukir labu dengan super serius.


Meski aku belum izinkan Ali untuk memegang pisau, tapi aku bebaskan Ali untuk menggambar pola di labu lalu Shane yang akan mengukirnya. Awalnya dia menggambar mata, lalu gagal. Akhirnya dia menggambar mulut dengan sangaaaaat lebar, hahaha. Hasilnya ternyata bagus sekali, apalagi setelah ditambahkan lilin elektrik di dalamnya. Ali bangga. Aku dan Shane juga bangga dengan karya Ali :) Kami tinggal di apartemen, jadi nggak punya halaman. Sebagai gantinya kami pajang saja labunya di balkon. Entahlah apa orang bisa lihat karena kami di lantai 15 :p


Aku dan labu yang digambar oleh Ali.


Ali bangga dengan labu pertamanya, dan aku bangga dengan kue lumpur yang gak gagal :D


Seram atau imut nih? :D


Malam semakin larut, Ali tampaknya masih sangat betah. Tapi dengan berat hati kubilang padanya kalau dia harus kami antarkan pulang :') Di perjalanan pulang Ali terus-terusan bercerita tentang betapa bahagianya dia bisa menghabiskan Halloween bersama kami dan nggak sabar untuk merayakan lagi tahun depan. Aku dan Shane juga bahagia sekali, apalagi ini jadi Halloween pertamanya yang nggak dirayakan di rumah ortuku. Bayangkan saja, sejak usia dia 11 bulan Ali selalu ber Halloween bersamaku dan keluarga di rumah kakek neneknya. Jadi ini pasti pengalaman yang berkesan buatnya. Juga buat kami yang pertama kalinya kedatangan "tamu" Halloween di rumah sendiri. 

Sebelum berpisah aku memeluk Ali erat. Nggak lama adiknya langsung menyambut Ali dan menagih permen hasil (pura-pura) trick or treat nya :)


Setiba di rumah aku dan Shane langsung beristirahat karena kami kelelahan. Rumah kami berantakan tapi kami senang sekali, biarlah beres-beresnya besok saja, hahaha. Setiap tahun Halloween selalu meninggalkan cerita berkesan buatku, ---cerita yang berbeda-beda tapi semuanya sama-sama berkesan. Apa aku rindu untuk ber Halloween di rumah orangtua? Apa aku rindu pergi ke rumah hantu dan memakai kostum? IYA. Tapi biarlah kerinduanku itu menjadi kejutan. Lihat saja tahun depan, pasti ada cerita baru lagi. Yang lebih seru! :)


Selamat Halloween semuanya. Merayakan atau nggak merayakan, semoga hari kalian menyenangkan bersama keluarga ;)


Happy Halloween! ;) 


Vlog halloween kami. Jika kalian membaca ini dari mobile mode, silakan cari channel "Indi Sugar Taufik" di Youtube atau klik di sini :)


treat or TREAT, lol,


Indi


Selasa, 06 Oktober 2020

Ketika Indi (Akhirnya) Menjadi Annie


Pernah nggak sih kalian punya cita-cita masa kecil yang nggak kesampaian sampai dewasa?

Aku pernah, ---dan akhirnya berhenti karena usia. Bukan, bukan karena menyerah, tapi apa yang aku cita-citakan itu hanya bisa dilakukan oleh anak-anak. Jadi begitu menginjak usia 18, aku tahu kalau harus say good bye sama cita-cita ku itu. Bukan melupakan, tapi lebih tepatnya mengikhlaskan, hehe :) 


Annie, Disney (1999).


Aku masih ingat waktu pertama kali menonton film musikal "Annie" versi Disney yang dirilis tahun 1999 lalu (---iya, sudah lama sekali). Mata dan telingaku sama sekali nggak bisa beranjak dari adegan demi adegan, lagu demi lagu... tarian demi tarian. Padahal, jauh sebelumnya aku sudah pernah menonton film berjudul sama dengan versi yang lain. Tapi entah mengapa versi Disney ini sangat melekat di hati. Mungkin saja karena Alicia Morton, gadis yang memerankan Annie berambut lurus sepertiku. Sementara di semua versi lain Annie, si gadis yatim piatu selalu digambarkan berambut keriting menggemaskan seperti versi versi comic stripnya (yang ada sebelum versi broadway apalagi filmnya)


Aku yang pemalu, ---jauh lebih pemalu dari sekarang, hehe, ---mulai berani mencoba menyanyikan lagu-lagunya. Silently, hanya sekedar lip sync sampai akhirnya berani mengeluarkan suara. Di duniaku, aku adalah Annie. Tapi aku nggak berani memberitahu siapapun. Hanya Tuhan dan boneka-boneka di kamar lah yang menjadi penonton pertunjukan musikalku. Beranjak remaja aku mulai memberitahu cita-citaku pada orang-orang terdekat. Orangtua, terutama. Reaksi mereka? Ternyata tanpa kuberitahu pun mereka sudah tahu, hehe. Terutama Ibu. Mungkin karena sudah terlihat jelas. DVD "Annie" saja aku putar berulang-ulang, lalu inspirasi style untuk dressku pun kebanyakan diambil dari film itu. Jadi mereka nggak terkejut lagi. Kalau sama teman-teman, aku memang nggak terang-terangan karena of course, ---aku tahu diri. Usiaku sudah mulai ketuaan untuk memerankan Annie, dan aku juga nggak bisa bernyanyi. Apa kata meraka kalau tiba-tiba saja aku bilang ingin muncul di pertunjukan musikal? Mau jadi peran utama lagi! Pasti mereka bingung, hahaha.


Tapi aku pikir kalau kesempatan menjadi pemeran utama terlewat, at least aku masih bisa menjadi Annie "ramai-ramai". Lalu mulailah aku menghasut pelatih paduan suaraku untuk membawakan lagu-lagu "Annie". ---Namanya Kak Immanuel, hampir tiap latihan aku bujuk terus sambil memaksanya mendengar lagu-lagunya. Berhasil? Hampir! Karena justru ketika Kak Immanuel dan teman-teman padus setuju, datanglah berita buruk. Dana untuk membuat konser mini kurang, padahal kami sudah berlatih bahkan siap dengan konsep kostumnya. Paduan suara dibubarkan... begitu juga dengan cita-citaku, huhuhu...


Dulu aku ikut paduan suara bukan karena merasa bisa bernyanyi. Bernyanyi di kamar mandi saja jarang, apalagi di depan umum, hehe. Tujuanku ikut karena aku ingin bernyanyi tapi nggak mau menonjol. Aneh kan? Maunya dapat peran Annie tapi pemalunya setengah mati :D Waktu di penghujung usia remaja aku masih mikir mungkin suatu hari aku akan berani untuk ikut audisi musikal, mungkin aku masih bisa "paksa" usiaku untuk dapatkan peran Annie. Tapi beranjak dewasa aku tahu kalau mustahil untuk memerankan anak usia 10-11 tahun (Alicia Morton berusia 12 tahun waktu memerankan Annie). Tubuhku semakin tinggi, belum lagi suaraku nggak senaif dulu karena sudah mengenal pahit manis kehidupan, ahahaha (becanda!)


Akhirnya aku sampai di titik benar-benar ikhlas bahwa aku nggak bisa memerankan Annie. Tapi tetap, aku menjadikan film musikal itu sebagai inspirasi. Filmnya masih kuputar here and there. Bahkan waktu aku punya film layar lebar sendiri yang berjudul Mika, aku minta Ibu membuatkan dress istimewa untuk dipakai ke pemutaran perdana. Dress berwarna merah dengan pita putih di pinggang, seperti Annie :) Aku kembali menjadi Annie di my own world saja. Hampir nggak pernah aku menyebut namanya lagi kecuali saat keluarga atau teman-teman dekat bertanya (ada satu orang teman yang dari dulu sampai sekarang selalu memanggilku dengan sebutan 'Kakak Annie', namanya Wilson). Bahkan suami pun nggak tahu kalau dulu aku punya obsesi untuk memerankan Annie. Ia tahu aku punya dress merah, tapi ia sama sekali nggak menyangka kalau dress itu punya nilai historis sampai akhirnya aku ceritakan :)


Aku memakai dress “Annie” di pemutaran perdana filmku sendiri, “Mika”. Somehow dress ini membuatku less deg-degan :D


Aku punya teman yang berada jauh dari sini, di Jepang. Namanya John Pak. Beliau usianya jauh di atasku, mungkin seusia dengan Bapak. Kami bisa berteman karena sama-sama bermain ukulele. Bisa dibilang aku adalah fansnya karena saat mengikuti channel musiknya, aku masih sangat baru di dunia ukulele. Diawali dengan saling bertukar komentar, kartu pos, lalu kami pun berkolaborasi. Sudah cukup lama terakhir kami bermain musik bersama, mungkin karena sama-sama sibuk, ---setahuku John memang nggak banyak melakukan kolaborasi belakangan. Bulan lalu, entah dapat ilham darimana, aku tiba-tiba saja berkomentar di salah satu videonya, "Seharusnya kamu bikin kolaborasi ala karantina, pasti seru!". Eh, malamnya aku dapat pesan dari beliau yang ternyata memintaku untuk mengisi satu line di lagu yang sedang dikerjakannya. Rasanya senang sekali, karena aku memang rindu berkolaborasi dengannya (---iya, meskipun aku cuma mengisi beberapa detik saja). Tapi rasa senangku rupanya belum apa-apa, karena setelahnya John menginginkan kolaborasi yang lebih imbang, dan aku mendapat kehormatan untuk memilih lagunya! Bisa tebak kan lagu apa yang aku pilih?! :D


Tentu saja aku memilih salah satu lagu dari musikal "Annie". Aku bahkan sudah tahu lagu yang mana yang cocok untuk kami. Tapi sebelum aku beritahu John, aku beritahu Shane lebih dulu tentang siapa itu Annie. Saking senangnya aku sampai berkaca-kaca menceritakan tentang obsesi masa kecil aku (ahahaha...). Dan dengan lantangnya kubilang, "AKU AKHIRNYA JADI ANNIE! CITA-CITAKU AKHIRNYA TERCAPAIIIIII!" Shane mungkin bingung, tapi aku mana peduli, aku terlalu bahagia! Bahkan saking bahagianya aku langsung WhatsApp Ibu untuk minta dikirimi dress Annie buatannya. Nggak lupa aku juga bilang tentang rencana kolaborasiku dengan John Pak, yang ternyata membuat Ibu terharu. Katanya beliau bangga sama aku karena akhirnya mendapat apa yang sudah lama diimpikan :')

... Dan di sini aku baru sadar kalau John belum tentu setuju dengan pilihan laguku. Lah, aku bilang saja belum, kok :'D


Syukurlah, ternyata John setuju dan menganggap lagu "I Don't Need Anything But You" adalah pilihan yang bagus :) Aku bersemangat sekali, ---bisa dibilang agak over, huhu. Masih di malam yang sama aku langsung mengirimkan video lagu asli, chords dan lirik lagunya agar John bisa mengerjakan bagiannya. Sedangkan bagianku? Sudah beres! Iya, sesemangat itu coba. Rasanya ada yang memacu adrenalinku sampai-sampai aku tahan nggak tidur semalaman demi 'menjadi Annie'. Aku sampai meminta maaf berkali-kali pada John karena aku khawatir membuatnya terburu-buru. Tapi John bisa mengerti, katanya beliau tahu betapa aku sangat menyukai Annie, dan ia senang karena bisa menjadi bagian dari apa yang sangat berarti untukku. Oh, my... aku terharu banget sampai-sampai sedikit menangis waktu mengetik balasan pesannya. Lalu akhirnya tangisanku yang 'sedikit' pun berubah menjadi menangis betulan, ---karena Shane ternyata ingin menjadi bagian dari cita-cita masa kecilku juga. Ia setuju untuk bermain gitar untuk mengiringi kolaborasi kami!


Sudah sangat siap untuk bernyanyi dan bermain ukulele! :)


Dress Annie ku, yang selalu terasa magical saat aku memakainya :)


Proses rekaman musik dan videonya terasa seperti mimpi, semuanya berjalan dengan cepat. Tahu-tahu saja video clipnya sudah tayang. Dan rasa bahagiaku jadi berlipat-lipat karena Ibu dan Bapak terus-terusan mengirimiku pesan tentang betapa bangganya mereka. Mungkin saat membaca tulisan ini ada di antara kalian yang menganggap kalau aku dan keluarga bereaksi berlebihan. "Masa nyanyi di YouTube doang bangga," begitu mungkin di benak kalian. Hehehe, itu nggak apa-apa, kok dan sangat wajar. Karena apa yang menjadi 'prestasi' bagi setiap orang kan berbeda. Dan belum tentu orang lain juga punya perasaan yang sama (kecuali kalau suatu hari internet bisa punya virtual feeling, jadi saat membaca tulisan kalian juga bisa sekalian merasakan perasaan si penulis, lol). Buatku berhasil membawakan salah satu lagu dari musikal Annie ini adalah pengingat bahwa nggak ada kata terlambat dalam menggapai sesuatu. Apa yang kita cita-citakan mungkin nggak bisa terwujud di saat itu juga, tapi bukan berarti mustahil, ---bisa saja nanti :)


Video clip "I Don't Need Anything But You" dengan aku sebagai Annie. Yay! :)

Untuk yang membuka blog ini di mobile mode, klik DI SINI untuk menonton video clipnya.


Aku pikir 'cerita Annie' hanya sampai di sini, tapi ternyata masih ada kejutan lain. Tengah malam ketika mengecek notifikasi di instagram, aku menerima komentar yang menurutku... aneh. Dari seseorang yang bernama Sacha Charnin Morrison. Isinya seperti ini;

"Dari semua versi TV dan film, Annie 1999 lah yang paling mirip dengan versi panggungnya. Ayah saya adalah yang mengubah dari kartun menjadi musikal (dengan bantuan banyak orang). Teruslah bernyanyi, di suatu tempat ayahku bisa mendengarnya." ---Komentar diakhiri dengan emoji tepuk tangan dan hati berwarna merah. 

Nggak cukup satu kali aku membaca komentarnya agar yakin dengan maksudnya. Ayah? Siapa yang ia sebut Ayah? Karena penasaran aku ketik namanya di mesin pencari Google. Dan hasilnya benar-benar membuatku kena mini heart attack. Sacha adalah putri dari mendiang Martin Charnin, ---konseptor dari musikal Annie!


Dapat komentar dari putri konseptor musikal “Annie” :’)


Keesokan harinya aku dan Shane menginap di rumah Ibu dan Bapak, bisa ditebak dong aku langsung bersemangat untuk bercerita tentang komentar manis yang kuterima. Aku bilang, aku merasa sangat diberkahi karena kejutan datang bertubi-tubi. Aku pikir waktu akhirnya bisa membawakan salah satu lagu Annie saja sudah lebih indah dari apa yang pernah kuimpikan, tapi rupanya masih ada kejutan lain. Ibu dan Bapak menggoda dengan bilang kalau aku pasti salah lihat, atau yang berkomentar itu akun palsu. Lalu kami tertawa sampai perut kami sakit, hahaha :D Aku bilang, "Lihat saja sendiri kalau nggak percaya," sambil menyerahkan handphonenya pada Ibu. Tapi aku lupa kalau untuk membuka layarnya dibutuhkan password, jadi aku ambil kembali handphonenya. Dan saat itulah aku melihat ada notifikasi yang masuk. Seseorang baru saja memfollowku di Instagram.


Alicia Morton.


Aku difollow oleh ALICIA MORTON!


---Itu Annie sungguhan!!


OMG!


Annie sungguhan :’D



yang akhirnya menjadi Annie,


Indi



------------------------------------------------------------------------------------------------
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact person: namaku_indikecil@yahoo.com

Selasa, 01 September 2020

Menang atau Kalah? :) Update dari Kompetisi Kejar Mimpi!

Dengan sertifikat dari kompetisi musik “Kejar Mimpi”.

Aku berada di urutan 25 dari ratusan peserta :)


Haiiiii, kali ini aku mau post singkat saja. Aku mau ucapkan terima kasih banyak banyak banyaaaak untuk teman-teman di sini yang sudah mendukung waktu aku ikutan kompetisi cover lagu di "Kejar Mimpi(gerakan sosial yang diinisiasi oleh CIMB Niaga). Aku berada di urutan 25. Secara tekhnis aku kalah karena nggak berada di 10 besar, tapi aku tetap merasa menang karena berhasil mengalahkan rasa takutku :)

"Apa kemampuan bermusikku terlalu biasa?"

"Apa aku terlalu 'tua' untuk belajar sesuatu yang baru?"

"Bagaimana nanti dengan komentar orang-orang?"


Siapa peduli? Yang penting aku mencoba, lakukan yang terbaik dan bersenang-senang. Deg-degan karena menunggu hasil lomba itu lebih asyik daripada nggak berusaha melakukan apa-apa ;) 

Aku juga mau ucapkan selamat kepada para pemenang dan semua yang berpartisipasi. Kalian hebat! :)


Video cover "Ibu Pertiwi", lagu wajib untuk kompetisi. Aku bernyanyi dan bermain ukulele di sini. Sementara Shane, suamiku, bermain gitar dan jadi cameraman :p



yay!

Indi


---------------------------------

Dapatkan novel "Waktu Aku sama Mika" di: 0878 43333019 (WhatsApp Shira Media),

dan dapatkan novel "Guruku Berbulu dan Berekor" di 0877 81930045 (WhatsApp Haura Publishing).

-------------------------------------------------------------------
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com


Selasa, 18 Agustus 2020

Memperingati Hari Kemerdekaan RI ala Indi dan Shane di Rumah Saja

Di pengingat kenangan Facebookku muncul foto dari tahun kemarin. Aku, Shane dan Ali, berpegangan tangan di depan depan tiang canopi yang dihiasi bendera merah putih. Aku memakai kebaya merah, Shane yang memakai batik tampak mengernyit karena teriknya cahaya matahari. Sementara Ali memakai baju pangsi Sunda tersenyum nakal ke arah kamera, ---yang anehnya terlihat lebih mungil dari yang aku ingat (sepertinya setiap berganti tahun aku terus-terusan merasa Ali tumbuh dengan cepat, hahaha). Ya, kami baru saja selesai merayakan hari kemerdekaan Indonesia waktu foto itu diambil. Saking lamanya berdiam di rumah aku jadi terkejut sendiri kalau itu BARU satu tahun yang lalu. Tahun kemarin aku masih ikut pawai bersama Ali dan Shane di sekitar sekolah, juga masih menonton pawai dari RT dan RW lain dari balik pagar rumah orangtuaku. Somehow mengingat semua itu jadi terasa janggal. Jangankan untuk berdesakan di pawai, untuk antri di kasir supermarket saja sekarang rasanya "salah".


Shane, aku dan Ali. Waktu itu mataharinya memang sedang super terik :D


16 Agustus 2020

Kalau saja kemarin aku nggak membuka Facebook, mungkin aku akan lupa kalau besok adalah hari jadinya Indonesia. Gak ada kemeriahan di luar, bendera juga nggak kelihatan dari balkon rumah kami. Memang tinggal di apartemen itu terkadang terasa terasing. Apa yang terjadi di bawah, yang sebenarnya jaraknya dekat saja kadang kami nggak tahu. Suasana festive nggak akan terasa kalau bukan aku dan Shane sendiri yang ciptakan, ---paling-paling kalau ada kembang api saja kami jadi punya clue kalau sedang ada perayaan di luar sana, hehe.

Aku bilang sama Shane kalau kami bahkan nggak punya bendera di sini, sementara aku rindu dengan suasana tujuh belasan :') Shane pun menenangkanku. Katanya mungkin kami bisa menemukan bendera kecil untuk dipajang di balkon, nanti malam saat kami ke supermarket untuk berbelanja keperluan dapur. Aku yang tadinya mellow langsung semangat berganti baju dan mulai memikirkan apa saja yang akan kubeli untuk besok :)

Aku pikir akan seru jika kami bisa punya "Hari Indonesia", ---pokoknya seharian serba Indonesia, dari mulai makanan, pakaian sampai tontonan. Jadi akupun mulai memenuhi keranjang dengan apapun yang khas Indonesia, ---selama itu vegan, hehe. Nasi tutug oncom, nasi kuning, kacang koro, teh botol, cokelat Bali, air kelapa, mi lidi, dan segala macam produk makanan lokal lainnya. Sampai-sampai aku baca satu persatu lho labelnya, supaya yakin kalau produknya memang asli buatan sini :p Di sela-sela berbelanja nggak lupa aku kirim pesan sama Ibu agar mengirimkan beberapa kebaya untuk dipakai besok. Meski nggak kemana-mana nggak ada salahnya kan untuk tetap merayakan hari kemerdekaan :)


17 Agustus 2020

Aku bangun tidur kesiangan. Mungkin karena malamnya terlalu excited sampai-sampai susah tidur, hehehe. Waktu aku membuka mata Shane langsung bertanya aku mau makan apa. "Mau nasi tutug oncom," jawabku. Dan ternyata itu cukup membuat suamiku heran, karena saat aku tidur dia sudah sarapan sereal dan pisang sementara aku langsung minta makan nasi :p Tapi dia setuju, karena sebelumnya dia belum pernah mengenal "oncom". Jadi sekalian saja dijadikan menu makan siang untuknya, dan menu sarapan untukku, hehe. 

Nasi tutug yang kami makan itu tipe instan, cukup dimasukkan ke rice cooker lalu diberi bumbu. Tertarik membeli karena ada tulisan "100% Indonesia" nya. Menurutku rasanya berbeda dengan buatan sendiri atau membeli di restoran. Nasinya sedikit kering dan oncomnya kurang nendang. Tapi rasanya cukup enak, kok. Sampai-sampai aku nambah dua kali :) Lain dengan lidah Shane, katanya rasanya terlalu pedas dan dia nggak akan makan nasi tutug ini kalau saja aku nggak minta xD Yaaa, selera orang beda-beda sih ya, dan karena yang dicoba pertama kali adalah versi instan, menurutku sih itu bukan perkenalan yang tepat :p Tapi jangan khawatir, masih ada nasi kuning. Shane suka sekali nasi kuning. Dulu, waktu masih pacaran kalau di rumah orangtua kami selalu disediakan nasi kuning untuk sarapan. Lengkap pakai bihun, timun dan kerupuk. Nikmat sekali :D


Nasi tutug oncom dari supermarket, yang sayangnya rasanya kurang “nendang” (tapi tetap aku nambah 2 kali, hahaha).


Setelah perut kenyang, aku mencoba kebaya-kebaya yang dikirim Ibu. Ada 4 kebaya, dan semuanya bagus-bagus. Bikin aku bingung memilihnya. Akhirnya setelah fashion show dadakan di depan Shane, pilihan jatuh ke kebaya merah berlengan panjang. Ukurannya paling pas di badanku dan modelnya juga aku suka karena simple dan manis. Aku nggak punya kain samping, jadi aku padukan kebayanya dengan dress batik yang aku "sulap" jadi rok, hehehe. Cocok juga ternyata. Sedangkan Shane memakai kemeja batik merah yang dulu dibuat dalam rangka Chinese New Year. Yang penting serasi, kami nggak perlu pakai serba baru ;)


OOTD Agustusan kami. Shane pakai batik CNY sedangkan aku pakai kebaya punya Ibu :D

Aku pakai pita rambut 2 sekaligus, merah dan putih supaya seperti bendera Indonesia :D

Aku memang sengaja pilih kebaya. Kenapa nggak simply pakai baju merah-putih saja yang jelas-jelas warna bendera Indonesia? Karena menurutku kebaya itu istimewa dan somehow selalu membuatku merasa "cantik". Bukan hanya merasa cantik secara fisik (it's not a bad thing, love yourself, gurl!) tapi juga secara mental. Nggak ada yang salah kalau kita itu jumpalitan, ikut panjat pinang, betulin genteng, ikutan ngejar layangan, dst, etc. Tapi dengan sesekali memakai kebaya bisa jadi pengingat kalau aku (kita) adalah perempuan Indonesia yang kuat, ---yang juga tetap bisa santun dan lembut :)


OOTD: Pita rambut: Dari Ibu Mertua | Kebaya: Punya Ibu by Hetik Collection | Dress: Batik Keris | Slippers: Dari Ibu Mertua.

Oh iya aku itu punya kebiasaan buat pakai pita rambut yang match dengan baju yang kupakai. Dan spesial untuk hari ini aku pakai pita merah dan putih. Agak ketutupan rambut sih, tapi semoga tetap kelihatan di foto, hehehe. Ini idenya Shane, katanya daripada pakai yang warna merah saja mending dibuat seperti bendera :D


What do you think, guys? :)

Untuk pilihan film Indonesia ternyata nggak semudah memilih makanan dan kebaya, hehehe. Pilihan judulnya memang banyak, tapi sayang nggak semuanya punya teks terjemahan bahasa Inggris :') Shane memang nggak keberatan menonton film berbahasa Indonesia tanpa teks. Asal ceritanya simple biasanya dia bisa menerka-nerka alurnya dari awal sampai akhir. Tapi aku mau hari ini istimewa, aku dan suamiku harus sama-sama bisa menikmati filmnya. Dan... akhirnya pilihan jatuh ke "Reuni Z" karena kami sudah kehabisan ide mau cari film dimana lagi :p Film ini diputar di Iflix, reviewnya sangat meragukan (kebanyakan review negatif, huhu) tapi kami mau kasih kesempatan.

Dan ternyata kami sama sekali nggak menyesal. Filmnya nggak bisa dibilang jelek. Iya sih lack of logic, dan ada beberapa jokes yang cringing dan keterluan karena ditujukan ke anak SMA, tapi secara keseluruhan kami terhibur dan kagum karena film Zombie lokal masih jarang. 


Nonton “Reuni Z” film Indonesia yang lumayan.


Kalau dipikir seharusnya hari terasa lebih pendek karena aku bangun kesiangan. Tapi entah kenapa hari ini terasa lebih panjang dibandingkan kemarin (in a good way). Rasanya aku bisa merasakan setiap detiknya dengan maksimal. Bahkan Shane pun yang biasanya tidur awal barusan tidur lebih larut. Kalau kalian, bagaimana Agustusannya? Di rumah saja seperti kami? Atau di daerahnya ada lomba-lomba seperti biasanya? Apapun itu, semoga menyenangkan ya :) Di waktu yang sedang nggak mudah seperti ini gak ada salahnya untuk sedikit loosen up. Biar hari ini jadi pengingat kalau kita kuat, kalau dulu kita menang. Dan sekarang kita tetap berjuang meski untuk hal yang berbeda. Get well soon, Indonesia! :)


yang suka pakai kebaya,


Indi


-------------------------------------------------------------------------
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com