Selasa, 26 Juni 2018

Ngobrol-Ngobrol Tentang Vegan ;)

Wah, masih suasana Lebaran, nih! Maaf lahir batin ya, teman-teman :) Gimana nih, apakah ada yang masih menikmati liburan Lebaran? Atau sudah mulai beraktivitas normal lagi? Aku sendiri sih sudah terasa perubahannya, kue-kue sudah pada habis dan sudah nggak ada "excuse" lagi kalau mau bangun siang, hahaha :p Meski ada sisi senangnya karena toko-toko sudah nggak libur (kemarin-kemarin aku susah cari cemilan tengah malam, doooongs!) tapi aku sudah kembali rindu dengan suasana Lebaran. Soalnya hari-hari biasa susah banget buat bertemu dengan saudara-saudara yang tinggal di luar kota, dan... susah buat makan di luar soalnya nggak bisa pakai alasan "bosan menunya itu-itu lagi", hahaha.

Ngomong-ngomong soal makan di luar, aku ada kenang-kenangan dari bulan puasa kemarin, tepatnya tanggal 4 Juni 2018 yang lalu. Masih ada yang ingatkah dengan postku tentang restoran vegan "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir"? Nah, tulisanku rupanya dibaca oleh pihak mereka dan mendapat respon yang positif. Mereka bahkan menghubungi dan mengajakku untuk berbagi pengalaman sebagai seorang vegan. Karena aku (dan juga pacarku, Shane) betulan suka dengan makanan di sana, aku pun mengiyakan. Ditambah karena peningkatan kualitas mereka juga terlihat nyata (---terutama toilet yang sekarang sudah jauh lebih bersih), semakin semangatlah aku untuk diwawancarai.

Meski waktu wawancara dilakukan setelah aku dan Shane memesan makanan, tapi itu sama sekali nggak mengganggu karena kami sedang menunggu waktu berbuka, ---jadi sekalian ngabuburit. Prosesnya juga cepat dan semuanya sopan (nilai plus, aku paling nggak nyaman sama yang grasak-grusuk, lol). Oh iya, wawancara ini untuk ditayangkan di channel dan juga restoran mereka juga, lho. Kalau sudah pernah ke "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir" pasti tahu apa yang gue maksud, di sana banyak monitor besar yang menayangkan wawancara, testimoni atau video edukatif tentang vegan lainnya. Waktu tulisan ini dibuat sih videonya sudah bisa ditonton, tapi in case ada yang ingin tahu tapi belum bisa mampir ke Bandung di sini aku copy-kan wawancaranya, ya. Semoga bermanfaat! :)

Q: Sejak kapan jadi vegan?
A: Waktu usia 15, saya mulai menjadi pesco-vegetarian atau masih makan ikan tapi tidak makan daging-dagingan. Saya mulai menjadi vegan sebenarnya masih baru, ---baru Desember 2016 kemarin.

Q: Mengapa menjadi vegan?
A: Waktu itu saya pikir, "Hmm, kenapa saya harus mengorbankan nyawa mahluk hidup lain sementara itu hanya untuk rasa kenyang yang sesaat?" Dan saya berpikir kira-kira ada alternatif apa ya agar saya bisa makan kenyang, happy, tanpa mengkonsumsi hewani. Karena saya ragu, kalau saya makan daging, saya tidak tahu dagingnya berasal dari mana. 'Apa hewan-hewan itu happy sebelum mereka disembelih?', 'Apa manusia memperlakukan mereka dengan baik?' Jadi ya sudah, saya decide saat itu juga untuk stop (makan produk hewani sama sekali) begitu saja.

Q: Apa yang kamu rasakan setelah menjadi vegan?
A: Saya merasa lebih sehat, saya merasa lebih bahagia. Dan yang paling penting hilang perasaan guilty, ---hilang perasaan bersalah karena "tidak harus" worry dengan apa yang terjadi dengan hewan-hewan sebelum saya makan. Karena dengan mengkonsumsi makanan non hewani saya bisa lebih yakin (dengan apa yang masuk ke tubuh saya) karena lebih mudah untuk dimasak di rumah. Jika kita diberi choice antara hewan dan tumbuhan, pasti secara naluriah kita akan memilih tumbuhan dibandingkan harus berburu (menangkap hewan dan memasaknya sendiri). Menurut saya mengkonsumsi sayur-sayuran (menjadi vegan) lebih masuk akal.



***

Aku sih nggak pernah against non-vegan, ya. Orangtuaku juga makan daging kok, bahkan pacarku saja baru jadi vegan sekitar 4 bulan kemarin, setelah pindah ke rumah ortuku (---dulunya sih dia fans berat keju, hahaha). Pernyataanku 100% menurut pengalaman pribadi saja dan nggak menganggap vegan lebih baik dari non vegan apalagi sampai against suatu kepercayaan. Karena aku percaya manusia dan hewan ditakdirkan hidup berdampingan. Jadi selama pemanfaatannya masuk akal dan nggak berlebihan, ya why not? Aku jadi vegan simply karena aku punya pilihan. Ini zaman modern, makan enak nggak harus daging dan kebutuhan giziku juga terpenuhi ;) Jadi silakan wawancaraku ini kalau ada diambil manfaatnya, dan kalau nggak ada lumayanlah buat baca-baca :p

Buat yang nggak bisa lihat langsung juga aku sudah upload videonya di channelku, ---tapi versi edit berhubung si pacar nongol di sebelah dan nggak ngeh kalau dia in frame (---nguap dua kali dong dia, ya ampun, hahaha). Kalau kalian, ada kenang-kenangan apa libur bulan Puasa dan Lebaran? Adakah yang mampir ke resto favorit juga? ;)



yang suka makan enak,

Indi

_____________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com

Senin, 18 Juni 2018

Lagu untuk Mika: Kado untuk Cinta Pertamaku.

Aku menulis ini di hari ulang tahunku. Iya, biasanya aku memang langsung bikin postingan selebrasi kecil-kecilan bersama keluarga dan teman-teman, ---juga pacar kalau ada, lol--- tapi nggak kali ini. Bukan karena nggak excited. Of course aku selalu excited dan bersyukur masih diberikan usia untuk berkarya dan berbuat kebaikan. Tapi karena ada hal lain yang mau aku ceritakan. Well, sebenarnya bisa dibilang ada hubungannya dengan ultahku juga sih. Soalnya kejadiannya tepat satu malam sebelum hari lahirku itu.



Mungkin orang-orang sudah mulai lupa dengan novel "Waktu Aku sama Mika", atau bahkan film layar "Mika" yang tayang 5 tahun yang lalu. Tapi buatku mendiang Mika mustahil untuk dilupakan, dan aku pun nggak pernah berharap melupakannya meski hidupku terus berjalan. Dia terlalu berharga untuk hidupku, he always be my hero, yang telah memunculkan warna asliku yang tadinya abu-abu dan "seragam". Meski mungkin nggak akan ada lagi novel dan film tentang Mika tapi aku masih sering membuat sesuatu untuknya. Kenapa? Karena "membicarakannya" justru membuatku semakin kuat dan menegingatkanku bahwa seberat apapun hidup selalu ada alasan untuk bersyukur. Juga, sebagai ungkapan rasa terima kasihku padanya.

Aku lupa bagaimana awalnya, kira-kira pertengahan tahun lalu aku membuat lagu untuk Mika. Aku nggak bisa-bisa amat main ukulele tapi tahu-tahu nada dan liriknya mengalir begitu saja. Setelah beberapa lama disimpan sendiri aku akhirnya tunjukan lagu itu pada seseorang. Temanku, namanya Shane, yang tinggalnya 10,000 miles dariku, yang belum pernah bertemu dan kalau ngobrol kadang pakai bahasa isyarat karena dia sama sekali nggak mengerti Bahasa Indonesia. Di luar dugaan ternyata dia suka dengan lagunya dan setuju untuk menambahkan musik dan aransemen karena kebetulan dia seorang musisi. Aku pun merekam permainanku dengan menggunakan kamera saku dan mengirimnya via email. Sayang pertemanan kami goyah (---well, sampai saat ini pun aku nggak tahu kenapa) dan Shane nampaknya lupa dengan lagu itu. Begitu juga aku, yang nggak pernah membuka filenya lagi di komputer, terkubur dengan lagu-lagu cover yang aku rekam juga tulisan-tulisan isengku.

Somehow pertemananku dan Shane kembali, ---dan rencana tentang menggarap lagu untuk Mika pun kembali. Aku masih ingat, waktu itu kami berbaikan dan mulai mengeluarkan ide-ide yang sepertinya nggak ada habisnya, selalu ada yang baru setiap hari. Aku bilang, ingin sekali merilis lagu itu di bulan Desember 2017 karena di bulan yang sama diperingati sebagai hari AIDS sedunia dan juga... bulan yang sama ketika Mika berpulang. Shane setuju dan kami mulai mengerjakan dengan penuh semangat, sampai-sampai telepon bisa menyambung belasan jam agar cepat selesai. Di waktu yang bersamaan perteman kami berubah menjadi persahabatan. Tapi rupanya proses pengerjaan lagu nggak selancar persahabatan kami, entah kenapa adaaaa saja yang kejadian yang nggak bisa aku cerna dengan akal sehat.

Pertama, setengah file original lagu menghilang dan nggak bisa direstore. Meski kesal tapi kami tetap mengusahakan untuk mengakalinya dan hasilnya aku sangat suka. Tapi lalu kami notice sesuatu yang mengganggu! Suara ukuleleku out of sync dengan bagian vocal, terlalu lambat satu detik saja tapi semakin didengar semakin janggal. Gawatnya file sudah terlanjur disimpan dan instrumen musik sudah nggak bisa "digeser". Pilihannya hanya 2; mengulang dari awal atau menerima apa adanya meskipun mengganggu di telinga. Shane nggak yakin bisa membuat efek yang sama dengan yang sudah dia lakukan sebelumnya, tapi kami putuskan untuk ambil resiko. Anehnya sekeras apapun usaha kami untuk melakukan yang terbaik hasilnya selalu "nggak okay". Tapi yang paling aneh ada satu part backing vocal yang sebenarnya diambil dari suaraku sendiri (diputar secara terbalik) yang menghilang. Kami sudah menelusuri dari awal sampai akhir tetap nggak ketemu. Nggak masuk akal, padahal file yang digunakan sama!

Kami putuskan untuk break sampai dengan waktu yang nggak ditentukan (hahaha). Rencana untuk merilis lagu di bulan Desember sudah dilupakan karena tahu-tahu sudah dekat Natal saja. Pokoknya aku semakin pesimis dan bilang sama diri sendiri kalau mungkin lagunya memang baiknya disimpan sendiri saja. Yang kami bicarakan hanya musim salju di sana dan musim hujan di sini, no music talk! Shane mengirimiku kado Natal sebuah ukulele berukuran tenor dan alat rekam digital (Tascam) yang baru tiba satu bulan kemudian karena alasan yang malas aku bahas (kalau ingat lagi rasanya ingin cakar tuh wajah oknumnya! Lol). Iya, kado Natal yang berasa kado tahun baru karena tiba di bulan Januari (akhir, bukan awal) 2018. Aku pun keasyikan dengan "mainan" baru, sibuk utak-atik sana-sini karena biasanya pakai ukulele soprano dan nggak pernah punya alat rekam yang proper.

Kado-kado dari Shane.

Di tengah utak-atik itulah kami kembali ingat dengan lagu untuk Mika. Shane pikir lagunya akan terdengar lebih bagus kalau direkam dengan Tascam. Aku setuju, dan dengan arahan Shane (---yang ehm, sudah mengakui kalau dia menyukaiku) lewat video call, aku pun belajar menggunakan Tascam. Setelah dirasa bisa aku pun langsung mencobanya. Lagunya sederhana, menyanyikannya pun nggak sulit. What could go wrong? Begitu pikirku. Tapi rupanya aku salah... Sampai jam 4 pagi semua percobaan rekaman yang aku lakukan terus-terusan hilang. Sampai akhirnya aku menelepon Shane sambil menangis, memintanya membimbingku (lagi), step by step sampai berhasil merekam. Hanya 1 kali take, karena aku sudah kelelahan. Aku sempat becanda bilang bahwa mungkin ini cara Mika untuk bilang karena dia nggak suka dengan lagunya. Tapi segera Shane tepis, dan bilang kalau aku cuma over thinking.

Setelah partku selesai giliran Shane yang melengkapi lagunya. Kalau aku ceritakan keseluruhan prosesnya nggak bakal cukup seharian karena terlalu banyak yang terjadi. Yang paling berbekas di kepalaku soal drum part yang diambil sampai 15 kali take, dan sampai hari di mana Shane putuskan untuk pindah ke Indonesia (Maret 2018) kami tetap belum bisa memutuskan take mana yang akan dipakai! Mungkin ada yang membaca tulisan ini dan menganggap ceritaku mengada-ada. Tapi percaya deh, nggak ada yang aku lebih-lebihkan. Malah yang ada dikurangi karena terlalu panjang, hehehe. Bisa dibilang lagu buat Mika jadi hal pertama yang aki dan Shane lakukan bersama segera setelah dia pindah ke rumah orangtuaku. Rasanya lebih puas, karena dengan bertatap muka kami bisa lebih saling mengerti dengan apa yang diinginkan. Tapi apa semuanya jadi lancar? Well... not really. Setelah fix bahwa take pertama dari drum part adalah yang terbaik, kami juga harus bikin videonya. Aku nggak akan bohong, meski dengan pacar sendiri awalnya canggung karena baru pertama kali bertemu dan biasanya Bapak yang jadi cameramanku, hahaha. Setelah semua dirasa okay langsung videonya diupload ke channel YouTube ku. Dan... videonya menghilang, dong!

Foto pertama kami ketika Shane di Indonesia. Akhirnya bisa mengerjakan project musik kami secara bertatap muka.

Ah, perasaanku jadi semakin galau. Kalau ada error atau kesalahan waktu proses upload, meski akan kesal tapi akh bisa menerimanya. Tapi nggak ada alasan logis untuk ini. Videonya menghilang begitu saja, *poof! Selalu berusaha aku tepis tapi pikiran "jangan-jangan Mika nggak suka" memang jadi semakin sering mampir :( Aku cuma bisa pasrah, kalau setelah dicoba sekali lagi tetap gagal, fix lagunya akan kusimpan sendiri saja. Singkat cerita somehow videonya kembali appear di channelku dan mendapat komentar yang positif. Aku dan Shane happy dengan itu, tapi lalu oops, kami sadar kalau volumenya terlalu rendah. Bingung, mau dihapus sudah terlanjur ada yang menonton, dan kalau harus mengulang semua proses yang sudah dilalui aku khawatir akan ada "apa-apa" lagi. Jadi untuk sementara videonya kami biarkan dulu sebelum akhirnya kami set menjadi "private" agar hanya kami yang bisa melihatnya. Oh, Mika... We just want to give something special for you :(

Bulan Juni tiba, aku berulang tahun di tanggal 8 dan Shane 10 hari sebelumnya. Tahun lalu kami membuat lagu yang berjudul "One Day" sebagai kado persahabatan. Tahun ini, tentu saja kami ingin membuat hal sama, ---apalagi dengan perubahan status kami yang menjadi sepasang kekasih. "Kalau kita coba lagi lagu Mika bagaimana?" Tanyaku yang langsung dijawab dengan anggukan kepala Shane. Di malam ulang tahun, Shane memperbaiki audionya dan merekam videonya. Prosesnya kami jalani dengan santai dan penuh tawa. Nggak tahu kenapa rasanya lebih hangat dari sebelumnya, padahal semuanya serba sederhana. Ibu dan Bapak sedang nggak di rumah, jadi kami bisa pakai ruang tamu setelah berbuka puasa. Tahu berapa lama kami mengerjakan semuanya? Dua jam saja! Iya, proses berbulan-bulan yang kami lakukan sebelumnya ternyata bisa kami redo hanya dalam waktu 2 jam saja. Ini miracle, ini keajaiban... Proses terakhir adalah mengupload videonya ke YouTube. Setelah berhasil kami set "private" dulu videonya agar bisa dicek kembali sebelum nanti dipublish. Aku pakai handphone Shane dan setelah itu log out untuk memeriksanya di laptopku. Lalu... aku bingung dengan apa yang kulihat. Ada "like" atau jempol di video "Mika's Song". Itu mustahil karena selain masih private, akan muncul warna biru di tombol "like" jika saja aku yang nggak sengaja melakukannya. Aku coba refresh video itu berkali-kali tapi "like"nya tetap ada. Meski nggak yakin dan kebingungan, aku bilang pada Shane kalau mungkin saja ada glitch dari YouTube. Tapi rupanya Shane nggak setuju, dia punya jawaban lain,

"Itu pasti Mika!"

Betul atau nggak, selamanya kami akan menganggapnya sebagai persetujuan dari Mika. ---Akhirnya :)



peluk,

Indi


_______________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com