Rabu, 10 Juli 2019

(How to) Stop Bad Moment(s) from Ruining My Entire Day!

Sekarang sudah tengah malam, aku sedang ingin menulis yang ringan-ringan saja sambil ditemani segelas teh dingin tanpa gula yang Shane buatkan. Selain karena rindu dengan dunia kecil yang belakangan sering aku tinggalkan ini (huhu..), aku juga sedang memberi kesempatan Shane untuk menyelesaikan tantangan membuat musik selama 10 hari berturut-turutnya. Jadi aku bisa bersantai di lantai bawah, sementara suamiku berkutat dengan alat-alat musiknya :) Kami berdua belakangan punya banyak waktu senggang. Shane yang bekerja online jam kerjanya fleksible, dan aku yang Maret lalu mulai bekerja kembali di preschool juga sedang libur semester. Rutinitas kami kalau nggak selonjoran, makan, nonton film, paling ya main musik, hahaha. Baru kemarin saja kami keluar rumah seharian, itu pun karena diajak orangtua, adik dan iparku jalan-jalan.


Selama Shane tinggal di Bandung sama aku, kami jarang sekali bepergian jauh. Ya, terkecuali kalau ada yang mengantar atau memang memang nggak bisa menolak, misalnya urusan dokumen. Alasannya selain aku orangnya mageran, Shane juga nggak terbiasa dengan lalu lintas di sini yang jauh berbeda dengan Michigan. Mobil sampai tergores di beberapa tempat karena tersenggol pengendara motor. Dari sudut pandang hukum sih harus aku akui kalau Shane nggak salah, ia berkendara di jalurnya, nggak menyalip dan hanya berjalan ketika lampu hijau. Tapi sudah jadi "tradisi" buruk di sini kalau motor nyempil di antara 2 mobil saat sedang macet itu sah-sah saja, dan menyebrang di mana saja itu acceptable! Dulu waktu masih berstatus sahabat kami sering video call, jadi sedikit banyak aku hapal kondisi lalu lintas kampung halamannya yang super teratur dan damai. Aku jadi keikut stres kalau membayangkan di posisi Shane, TBH, hahaha. Apalagi waktu ibu mertuaku mampir ke sini, ekspresi "seram"nya waktu melihat angkot yang saling nyalip benar-benar nggak dibuat-buat. Yang tadinya menganggap normal ke-chaosan kota Bandung, sekarang mataku jadi terbuka. Makanya aku sekarang hanya pilih tempat yang dekat-dekat saja kalau hangout, less stress. Kemarin pun aku bilang kalau mau pakai Grab saja, tapi ternyata Bapak menawarkan diri untuk menyetir. Jadi... Oke deh, aku setuju! ;)

Pernah nggak sih merasa kalau sesuatu dianggap normal karena sudah biasa terjadi? Padahal sebenarnya kita juga tahu itu sebenarnya salah tapi helpless? Aku sama keluarga hangout di Paris Van Java alias PVJ. Sudah lamaaaa banget aku nggak ke sana, soalnya aku mah orangnya nggak terlalu tahu trend. Mall ya sama saja mall, cari yang dekat. Mana peduli kalau ada yang bilang PVJ lebih oke, hehehe. Anyway, kami naik mobil masing-masing, aku dan Shane sama Bapak, sedangkan Ibu dan keluarga adikku sudah sampai lebih dulu. Katanya mereka ada di Sky level, alias rooftop jadi kami langsung menyusul tanpa perlu mengelilingi mall nya dulu. Tempat ini kayaknya lagi hype banget, di Instagram banyak yang posting foto sedang berpose di sini. Begitu sampai aku langsung "disambut" sama ibu-ibu yang dengan cueknya membuang sisa marshmallow anaknya ke lantai. Hatiku jadi dilema antara mau negur atau pura-pura nggak lihat. Setelah sekian detik dengan suara sedikit gemetar aku beranikan untuk menegur. 
"Hei!" ---kataku sambil melihat ke arah si ibu dan menunjuk marshmallow yang ia buang. Tapi bukannya malu, ia malah membalas pandanganku dengan menantang :( Waaa, males aku berurusan sama ibu-ibu. Aku langsung remas tangan Shane dan mempercepat langkah. Batinku, kenapa dia yang marah, padahal dia sudah jelas salah.

Hal "kecil" itu bikin suasana hatiku jadi kurang baik. Keluarga adikku ada di area anak, perlu jalan kaki lumayan jauh untuk ke sana. Di perjalanan rasanya kiri-kanan ada saja yang salah. Yang nyampah ternyata banyak, ada mini zoo  (Lactasari Farm) yang aku nggak support sama sekali... Aku nggak mendukung eksploitasi binatang dalam bentuk apapun. Pikiran tentang binatang yang dikandangi, disentuh manusia dengan resiko stress dan over feeding karena banyaknya pengunjung bikin hati mellow. Aku nggak yakin kalau goals dari mini zoo ini untuk edukasi anak. Toh di areanya juga nggak ada keterangan yang detail tentang binatang-binatangnya. Kesannya hanya untuk hiburan dan objek foto lucu-lucuan para orangtua anak-anak saja :( Padahal kalau cuma demi foto yang instagramable nggak perlu melibatkan binatang juga sih. Kan bisa bikin tempat wisata foto dengan patung-patung lucu atau apalah. Dan biarkan binatang tetap hidup di habitatnya dan penangkaran yang kompeten. (Silakan googling "are petting zoo humane?")

Untung saja kami segera bertemu adikku. Ia menyarankan aku untuk berjalan-jalan dulu di taman bunga matahari supaya nggak bosan menunggu anak-anaknya yang masih asyik main trampoline. Jujur, sebelum ke sini aku pernah lihat foto-fotonya di Instagram dan bikin aku tergiur. Dari foto-fotonya terlihat indah dan segar sekali. Bayangkan saja, ada warna-warni taman di atas atap sementara di bawah adalah lalu lintas sibuk kota Bandung. ---Kan amazing sekali :D Untuk masuk ke area taman dikenakan biaya Rp. 10.000 per orang. Hanya aku dan Shane saja yang masuk, karena Bapak memutuskan menunggui cucu-cucunya bermain. By the way, ekspektasiku dari awal memang nggak terlalu tinggi, jadi nggak kaget pas melihat tamannya yang nggak terlalu besar. Suasananya cukup ramai, sampai aku bingung mau ngapain. Mau duduk-duduk di bangku pun segan karena orang-orang bergantian berfoto di sana, uhuhu :'D Menurutku sih tamannya cukup indah dan terawat. Tapi sayang nggak ada petugas di dalam yang mengingatkan pengunjung agar nggak terlalu "masuk" ke kerumunan bunga matahari. Kan kasihan jadi terinjak-injak. Heran deh, demi foto doang sampai harus brutal :( Akhirnya aku hanya meminta Shane mengambil beberapa foto lalu kami ke luar dari taman untuk makan. Right on time, keponakan-keponakanku ternyata sudah selesai bermain dan mereka juga lapar. Karena sudah lama nggak ke mall ini jadi aku pilih tempat makan yang masih di area roof top saja dan namanya familiar. 


Berfoto seperti ini juga sudah “cantik” padahal, gak perlu masuk terlalu jauh dan menginjak bunga-bunganya :(

Bangku yang kupikir tempat buat beristirahat tapi ternyata untuk foto-foto :D


Kami makan di Sushi Tei karena di sana ada pilihan menu vegetariannya. Meski aku dan Shane vegan, tapi dengan adanya menu vegetarian pun sudah good enough kok buat kami. Tinggal request tanpa susu dan telur saja sudah bisa menyulap menu vegetarian jadi vegan :) Ajaibnya suasana hatiku langsung membaik. Bukan karena perut yang lapar sudah terisi makanan, tapi karena aku dikelilingi orang-orang yang kucintai. Kami banyak bergurau, banyak tertawa, juga banyak makan, hahaha. Aku bahagia melihat Ibu dan Bapak di usia senjanya tetap harmonis dan saling menggoda. Aku bahagia melihat keluarga adik yang berjuang dari bawah menuju kemapanan meski masih muda. ---Energi dari lunch time ini sangat positif. Hampir lupa kalau sebelumnya aku hampir menyesal untuk pergi ke luar rumah. Apalagi setelah selesai makan aku mampir ke toko buku Gramedia dan menemukan novel "Waktu Aku sama Mika" terbitan baru karyaku dipajang di rak paling atas. Rasanya aku seperti anak-anak lagi, karena dengan cerewet "pamer" kepada seluruh anggota keluarga sampai pipiku sakit! :D

Makan bersama keluarga, yay! :D

Menikmati menu vegetarian di Sushi Tei yang bisa direquest jadi vegan :)

Bersama novelku “Waktu Aku sama Mika” di Gramedia.

Bangga dan terharu novelku ada di rak paling atas :’)



Ternyata sesederhana itu menyembuhkan suasana hatiku. Cukup dengan melihat dan mengingat hal-hal kecil yang kumiliki. Memang nggak akan mengubah lalu lintas Bandung jadi lancar atau membuat si ibu-ibu galak berhenti buang sampah sembarangan. Tapi bersyukur itu menyembuhkan. Jangan sampai hal-hal kecil merusak keseluruhan hari. Jangan sampai karena beberapa hal buruk dari kota Bandung aku jadi melupakan hal-hal baik yang terjadi sini. Membandingkan sesuatu itu human nature. Dan salah tetap saja salah meski sudah menjadi kebiasaan, ---there's no such thing as menormalkan kesalahan. Kadang kita baru sadar betapa "buruk" nya sesuatu setelah seseorang menunjukannya. Tapi sambil berusaha memperbaikinya jangan sampai membutakan mata kita tentang hal-hal baik. Tetap be grateful :) Dan aku pun baru belajar tentang ini semua setelah kejadian di Paris Van Java.
Ah, kayaknya segini dulu deh tulisan santaiku. Aku nggak mau kalau dilanjutkan lama-lama jadi tulisan serius, hahaha. Sekarang aku mau minta Shane bikinin mie instan pakai cabai saja deh. Biar tidurnya nyenyak. Oh iya, mie instan juga bikin terseyum dan perlu disyukuri. Setuju?






Asal jangan sering-sering saja :p



Aku, Shane bersama Ibu.


kisses,

Indi


------------------------------------------------------------------------
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | YouTube: here | Contact: namaku_indikecil@yahoo.com