Selasa, 30 Juni 2015

Puasa ala Little Indi :)

Siang ini terik sekali. Pohon-pohon dan bunga-bunga yang ditanam oleh Ibu di halaman rumah ternyata masih kalah oleh matahari yang nampaknya sedang happy karena sinarnya berseri-seri sekali, hehehe. Kalau sudah begini aku jadi membayangkan teh manis dingin yang dicampur sedikit susu. Yumm, pasti nikmat sekali membasahi tenggorokanku yang kering. Eh... tapi jangan dulu, aku sedang puasa, ---harus tunggu dulu sampai adzan magrib berkumandang :D  Kalau suasananya seperti ini aku jadi ingat waktu kecil, waktu belajar puasa. Can’t believe how time flies... Sekarang hatiku bisa dengan mantap mengingatkan agar aku menahan diri. Tapi kalau dulu... jangankan hati, diingatkan Ibu pun pertahananku tetap goyah, hahaha.

Ibu dan Bapak nggak pernah memaksakanku untuk berpuasa. Mereka memastikan aku mengerti dengan maknanya sebelum ikut-ikutan menahan haus dan lapar. “Kalau datangnya bukan dari hati, ---hanya karena ikut-ikutan,--- bisa puasa sampai magrib pun itu percuma,” begitu kata Bapak. Jadi  waktu teman-teman sudah mulai puasa, aku dulu cuek saja makan es krim di tengah hari. Aku baru mengerti makna puasa di usia 9 tahun, itu pun sebatas penjelasan sederhana dari Ibu. “Kita berpuasa agar selalu ingat bahwa Tuhan sayang sama kita, Indi. Kita beruntung, diberi rezeki untuk makan 3 kali sehari. Satu bulan dalam satu tahun saja kita harus menjalankan ini, sementara ada orang lain yang hanya makan 1 kali sehari, ---meskipun sedang nggak berpuasa.” Sejak saat itulah aku mulai berlatih berpuasa, dimulai saat sahur dan berbuka ketika adzan dzuhur berkumandang.

Meskipun sudah mulai mengerti dengan makna puasa, pada kenyataannya aku masih sering tergoda. Baru jam 9 pagi perutku sudah bunyi dan mengeluh lapar pada Ibu. Biasanya beliau langsung mengalihkan perhatianku dengan mengajak beraktivitas, seperti menonton televisi atau bermain di luar. Tapi tentu saja itu nggak bisa dilakukan setiap hari karena selain sebagai ibu rumah tangga beliau juga seorang wanita karir. Meskipun letak kantornya nggak jauh-jauh, sih, masih di dalam rumah, hehehe. Ibu mempunyai butik yang dikelola sendiri setelah sebelumnya pernah bekerja di sebuah perusahaan. Beliau ingin tetap dekat dengan keluarganya tapi juga nggak meninggalkan hobi mendesain pakaiannya. Maka dengan bantuan Bapak dirombaklah ruang tamu kami menjadi sebuah butik mungil :)

Bagian rumah yang disulap menjadi butik mungil Ibu :)

Jika Ibu sedang bekerja terkadang aku bertemu dengan beberapa pelanggannya. Maklum letak butik yang berdekatan dengan ruang TV membuatku sering lalu-lalang di sana. Rata-rata pelanggan Ibu adalah para ibu muda, dengan anak yang usianya nggak jauh denganku. Mungkin karena itulah mereka sangat baik padaku. Pernah suatu kali aku sangat-sangat-sangaaaaat haus, padahal baru jam 10 pagi. Dengan wajah lesu aku masuk ke butik Ibu dan langsung duduk di sofa, ---tanpa melihat kalau sedang ada tamu di sana. Tamu Ibu, yang ternyata orangtua dari teman sekelasku langsung menatapku khawatir dan bertanya mengapa aku kelihatan lesu. Secara spontan aku menjawab, “Aku haus” yang rupanya terdengar sangat memilukan, hahaha. Singkat cerita, tamu Ibu tersebut tahu bahwa aku sedang berlatih puasa. Segera aku dihujani oleh pujian, katanya aku hebat karena putranya hanya berpuasa sampai jam 9 saja. Ia berkata pada Ibu bahwa lebih baik aku nggak perlu ikut berpuasa dulu. “Kasihan, lihat wajahnya sampai pucat,” begitu katanya. Mungkin karena merasa nggak enak dengan tamunya, Ibu pun mengizinkanku untuk berbuka puasa. 

Little Indi :)

Ide nakal pun muncul di kepalaku. Hari-hari setelahnya setiap kali merasa mulai haus atau lapar, aku masuk ke butik Ibu sambil memasang wajah lesu. Bisa ditebak, tamu-tamu Ibu langsung memberika tatapan simpatik, bahkan nggak jarang ada yang memberikanku macam-macam jajanan. Aku yakin perasaan Ibu pasti bercampur aduk, antara bangga karena anaknya dibanjiri pujian, tapi juga jengkel karena aku memanfaatkan bakat acting untuk menarik simpatik, hehehe.  Alhasil puasaku banyak yang bolong. Tapi Ibu nggak pernah menegur apalagi memarahi, beliau hanya mengingatkan bahwa Tuhan selalu tahu kalau aku pura-pura lapar atau bersungguh-sungguh.

Sampai sekarang Ibu masih mengingat dengan jelas apa yang dulu aku suka lakukan di butiknya. Kadang-kadang beliau bercerita tentang ini pada kerabat atau saudara-saudaranya, ---well, sepertinya Ibu menganggap ini kenangan yang lucu. Aku pun terkadang menggoda Ibu dengan berpura-pura haus atau lapar ketika beliau sedang bekerja. Tapi tentu saja nggak di depan tamu-tamunya, hehehe. Mengingat masa kecil memang terkadang bikin aku “nggak percaya” dengan kelakuan Little Indi dulu. Tapi aku beruntung karena Ibu dan Bapak selalu memperlakukanku sebagai anak-anak, nggak memaksaku untuk melakukan sesuatu kecuali jika aku sudah mengerti tujuannya. Aku beruntung karena begitu dekat dengan mereka sehingga berani untuk bilang secara langsung alih-alih makan atau minum secara diam-diam di belakang mereka. 

Ah, matahari nampaknya masih belum mau sembunyi. Lebih baik akh masuk dulu ke dalam rumah sebelum sinarnya membuatku teringat kembali dengan es teh manis, hehehe (ups, becanda). Hmm, kira-kira di dalam Ibu sedang apa, ya? Kalau sedang di butik sepertinya ini waktu yang tepat untuk mengasah bakat beractingku dengan memasang wajah lesu dan berkata, “Bu... aku lapaaaaaaaar.” :D

(not so) little indi (anymore),


Indi

 ______________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | Contact person: 081322339469

Selasa, 23 Juni 2015

Berkat ODHA Awareness 2015; Akhirnya Bertemu dengan Teman-Teman Pembaca di Surabaya! :)

Howdy-do, bloggies! Semoga semuanya dalam keadaan baik, dan bagi yang sedang berpuasa semoga lancar, ya :)
Selalu senang kalau bisa kembali ke sini, ---ke dunia kecilku--- untuk bercerita. Tanggal 13 Mei 2015 lalu aku diundang sebagai bintang tamu di acara “ODHA Awareness” yang diadakan oleh Opo Jare Unika Widya Mandala Surabaya. Iya, ini diadakan di hari yang sama dengan interview-ku di Colors Radio (baca ceritanya di sini). Jadi setelah selesai dari sana aku (dan juga Bapak) diantarkan ke Hotel Oval untuk berganti baju lalu langsung dilanjutkan ke kampus Unika Widya Mandala. Maunya sih waktu itu aku segera membagi cerita lengkapnya di sini, tapi berhubung sedang ada banyak PR menulis jadi baru sempat sekarang. Meski begitu semoga teman-teman tetap bisa merasakan keseruan acaranya lewat tulisanku yang tertunda ini, ya :)

Sekitar pukul 1 siang aku dan Bapak tiba di kampus Unika Widya Mandala. Di sana aku langsung bertemu dengan kru Opo Jare dan Ibu Mita, dosen mereka. Sempat khawatir dengan raut wajahku yang (pasti) terlihat datar, tapi ternyata mereka sudah tahu bahwa aku sedang sakit demam berdarah dan gejala tipus, hehehe. Satu mug besar jus jambu pun disuguhkan untukku. Sambil meneguknya aku berdoa semoga manfaatnya segera terasa, karena meski hatiku super excited tubuh rasanya lemaaaaas sekali, ---bahkan untuk bicara pun perlu tenaga ekstra. Nggak lama kemudian aku dikenalkan dengan narasumber dari Delta Crisis dan Alvin, yang akan menjadi moderator nanti. Sambil menikmati jus jambu (well, seharusnya lunch, tapi aku belum nafsu makan) kami diberi gambaran tentang bagaimana talk show nya nanti. Audiences kabarnya sudah mulai menonton film Mika dan aku baru akan muncul setelah filmnya selesai. Hmm, sebenarnya sih awalnya aku diminta untuk ikut nonton, tapi aku khawatir akan mendadak mellow. Karena meskipun aku sudah jauh lebih kuat, tapi tetap saja melihat “kepulangan” Mika nggak akan pernah mudah.





Film sebentar lagi selesai, aku pun bersiap dengan menunggu di depan ruang Dinoyo tempat diadakannya talk show. Sambil menunggu aku mengintip buku tamu untuk melihat siapa saja yang hadir. Ternyata ada beberapa nama yang aku kenal sebagai follower di Twitter dan Instagramku! Rasa lemas pun segera terlupakan, apalagi setelah tahu bahwa ada 190 pendaftar, ---melebihi target yang hanya 100 orang. Aku sadar dengan kondisi kesehatanku, keringat dingin yang terus mengalir dan suaraku yang agak gemetar nggak bisa ditutupi. Tapi aku ingin tampil maksimal. Moment ini sudah aku tunggu sejak lama, Surabaya adalah salah satu kota yang aku ingin kunjungi. Teman-teman pembaca di sini termasuk yang paling aktif berkomunikasi denganku di media sosial, jadi jangan sampai aku menyia-nyiakan kesempatan ini :)





Sekitar 30 menit kemudian aku dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan, suasana masih agak senyap karena film MIKA baru saja selesai. Tanpa menunggu lama aku dan seorang narasumber dari Delta Crisis dipersilakan untuk duduk di tempat yang telah disediakan. Alvin langsung membacakan profil kami, sementara mataku langsung melihat ke arah audiences, mencari wajah-wajah yang familiar. Tapi rupanya hanya Bapak saja yang aku kenal, hehehe, karena mengenali seseorang hanya dari akun media sosialnya saja ternyata nggak mudah :) 
Seperti yang aku ceritakan di tulisan sebelumnya, tema yang dibahas oleh acara ini memang agak berbeda dengan acara-acara yang pernah aku hadiri sebelumnya. Jika biasanya kampanye HIV/AIDS difokuskan pada informasi tentang virusnya, cara penyebarannya, dan lain sebagainya, ---acara ini justru berfokus pada ODHA, Orang dengan HIV/AIDS sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Dan tentu saja yang akan aku bagi adalah kisah tentang Mika, laki-laki yang menjadi pacarku selama 3 tahun, yang juga menjadi inspirasi dari novel “Waktu Aku sama Mika” dan film “Mika”.






Alvin mengajukan pertanyaan padaku dan narasumber dari Delta Crisis. Ia bertanya apa yang membuatku mau berpacaran dengan Mika meskipun ia ODHA. Mungkin teman-teman sudah ada yang tahu bahwa dulu aku bahkan nggak tahu apa itu HIV/AIDS. Meskipun Mika langsung berterus terang dengan statusnya tapi itu sama sekali nggak mempengaruhiku, karena well... itu tadi; aku sama sekali nggak tahu apa itu HIV/AIDS. Aku menyukai Mika karena kepribadiannya, ia adalah sosok laki-laki yang menyenangkan, spontan dan juga sangat melindungiku. Dulu aku adalah remaja yang pemalu, sering merasa tertinggal karena banyak aktivitasku yang terhambat karena harus memakai brace untuk scoliosisku. Tapi karena Mika aku merasa menjadi remaja yang seutuhnya. Karena Mika aku jadi tahu bagaimana rasanya makan di pinggir jalan, bolos waktu pelajaran olahraga (well, not really ‘bolos’, sih, aku kan memang nggak boleh ikut pelajaran itu), naik angkot, nongkrong di toko CD bekas, dan hal-hal seru lainnya. Setelah aku tahu apa itu HIV/AIDS pun penilaianku terhadap Mika pun sama sekali nggak berubah. Aku nggak melihat adanya alasan mengapa aku harus takut padanya. Mika hanya sedang sakit, ---sama seperti banyak orang lain di dunia. Dan Mika selalu melihatku sebagai aku, bukan dari scoliosis yang kuidap atau brace yang kupakai. Jadi kenapa aku harus memperlakukannya secara berbeda?





Setelah sesi sharing selesai audiences pun dipersilakan untuk bertanya padaku dan narasumber dari Delta Crisis. Nah, di sini aku mulai mengenali wajah-wajah mereka yang sering berkomunikasi denganku lewat media sosial :) Pertanyaan yang diajukan audiences adalah seputar ODHA dan penerimaan masyarakat terhadap mereka, ---apa saja problem yang mereka hadapi dan apa yang harus kita lakukan untuk membuat semuanya lebih baik. Menurutku dengan kita menerima mereka sebagai bagian dari masyarakat, dan nggak memperlakukan mereka secara ‘berbeda’ bisa membuat keadaan menjadi jauh lebih baik dibandingkan dengan memberi label atau dengan men-judge macam-macam. Aku berprinsip bahwa aku harus memperlakukan orang lain seperti aku ingin orang lain memperlakukanku. Aku nggak mau diberi label, hanya dikenal sebagai seorang scolioser, tapi aku ingin dikenal sebagai aku, ---sebagai Indi :)

Sebelum acara ditutup Alvin bertanya tentang harapan-harapanku. Well, harapanku sederhana saja, aku ingin suatu hari jika orang bertanya tentang Mika, mereka akan bertanya, “Bagaimana rasanya berpacaran dengan Mika?”, bukan malah bertanya bagaimana rasanya berpacaran dengan ODHA. Stop memberi label, I’ve told you :) Oh, iya aku juga membawa 5 buah novel “Guruku Berbulu dan Berekor” dari Homerian Pustaka untuk 5 audiences yang beruntung. Mereka dipilih secara random, lewat sticker yang ditinggalkan di kursi penonton. Tadinya sih aku juga mau membawa lolipop, tapi berhubung sedang sakit jadi batal, deh hunting permen kesukaanku itu. Tapi semoga teman-teman tetap senang dengan hadiahnya, ya :)







Sebenarnya acara sudah selesai, tapi panitia bertanya apakah aku bersedia jika ada audiences yang ingin berfoto bersama atau meminta tandatangan. Meski lemasnya mulai terasa, tapi aku selalu bersemangat jika bisa bertemu dengan teman-teman pembaca secara langsung. Jadi tentu saja aku setuju. Ah, ternyata nggak salah aku hadir di sini meskipun sedang sakit, semuanya ramah-ramah, lho! Sambil berfoto juga aku sempat mengobrol singkat dengan mereka. Ada Regika, follower twitterku sejak lama yang rupanya juga sama scolioser. Ada Caca, pembaca setiaku dari mulai “Waktu Aku sama Mika” sampai yang bukuku yang terbaru “Conversation for Preschoolers”. Pute, pacar penyiar Colors Radio yang sebelumnya mewawancaraiku juga datang, meski sempat nyasar terlebih dahulu. Wah, benar-benar bikin terharu :’D Apalagi banyak  di antara mereka yang membawa karya-karyaku untuk ditandatangani, malah ada juga titipan dari teman-teman mereka yang berhalangan hadir. Surprise... surprise, beberapa dari mereka memberi early birthday gifts, lho, dan... rupanya mereka tahu bahwa aku senang dengan Hello Kitty, hehehe. Acara yang seharusnya selesai jam 4 sore pun molor menjadi jam 6 sore karena mereka (dan aku!) begitu antusias :)











Aku dan Bapak langsung diantarkan ke Hotel Oval, di sana sudah ada keluarga Rosa; mama, papa dan adiknya. Rupanya adiknya Rosa, Agatha ingin bertemu denganku, ia pun mengajak 2 orang temannya untuk menemuiku. Mini meet and greet pun terjadi, hihihi. Keluarganya Rosa ramah sekali, mereka menawarkan untuk mengajakku dan Bapak melihat-lihat Surabaya. Tawaran yang super menggiurkan karena aku dan Bapak sama-sama baru pertama kali ke kota ini. Tapi aku belum mengiyakan tawaran mereka karena kondisiku yang sedang drop. Aku bilang jika keesokan harinya sehat, dengan senang hati aku ingin melihat-lihat Surabaya dan ingin berfoto di patung buaya, hehehe. Setelah itu aku pamit untuk ke kamar, di sana aku makan malam di atas tempat tidur, minum obat, lalu terlelap sambil mengingat betapa menyenangkannya acara ODHA Awareness yang baru saja aku hadiri. Tentu saja nggak lupa aku berdoa agar ada ketika bangun tidur ada keajaiban dengan kesehatanku.
Well, apakah doaku terkabul? Ceritanya akan aku lanjutkan di tulisan berikutnya, ya. See ya! :D





Nb:  Atas permintaan pihak Delta Crisis aku nggak bisa menyebut nama narasumber dan membagi kisahnya di sini. Semoga melalui tulisan ini pesan acaranya yang positif tetap tersampaikan, ya :)



yang baru sehari di surabaya,

Indi

 _____________________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | Contact person: 081322339469

Kamis, 18 Juni 2015

Mendadak Ulang Tahun

“Tahun ini tema ulang tahunnya apa, Indi? Penasaran. Nanti update di blog, ya.”
Begitu kita-kira pesan yang aku terima di Twitter dan di Facebook. Nggak cuma satu dua, tapi jumlahnya lumayan. Seperti biasa aku selalu excited setiap ulang tahun, tapi kali ini kalau ditanya soal tema aku bingung mau jawab apa. Soalnya aku sendiri nggak tahu ulang tahunku bakal bagaimana, bahkan untuk tiup lilin saja nggak yakin, hehehe. Alasanku kenapa hampir setiap ulang tahun temanya berbeda nggak aneh-aneh, kok. Aku cuma ingin memberikan sentuhan personal di hari istimewa. Yup istimewa, ---karena berapa kali pun aku mengalaminya artinya tetap sama. Ulang tahun adalah moment dimana Ibu dan Bapak menyambut hari kelahiranku. Dengan memperingatinya setiap tahun itu menjadi pengingat bahwa aku begitu dinantikan, bahwa aku membuat Ibu dan Bapak bersuka cita bahkan sebelum aku bisa apa-apa :)




Aku nggak sengaja melupakan hari ulang tahun sendiri, ---aku cuma lupa tanggal. Bulan Mei menjadi bulan yang sibuk untukku, jadi begitu bulan Juni tiba yang aku ingat hanya istirahat, hehehe. Apalagi sepertinya aku belum fully recharge setelah terkena demam berdarah. Begitu juga Ibu dan Bapak, mereka sedang sibuk-sibuknya. Ada project yang sedang mereka kerjakan hingga setiap hari baru bisa pulang di waktu sore. Ajaibnya hari ulang tahunku, tanggal 8 Juni ternyata jatuh di hari senin, ---hari yang super sibuk! Perfect :D Akhirnya di detik-detik terakhir (lol, not literally, lah) aku ingat kalau akan berulang tahun. Waktu aku beritahu Ibu dan Bapak mereka pikir aku becanda. Tapi setelah melihat kalender mereka langsung minta maaf karena di hari senin sudah ada janji dengan salah satu kliennya. Aku bilang nggak apa-apa, toh kalau pun mereka melewatkan ulang tahunku karena harus pergi pagi-pagi sekali, kami masih bisa tiup lilin di malam hari. Sedangkan kesempatan untuk bertemu teman-teman dekat yang biasanya sengaja aku undang di hari ulang tahun supaya bisa melepas kangen... mungkin lain kali ;)

Di malam ulang tahun level dilemaku setara dengan jika harus memilih antara Steven Tyler atau John Frusciante (apaan coba, hehehe). Aku ingin tetap bertemu dengan teman-teman dekat, tapi terlalu mendadak jika baru memberi tahu mereka. Apalagi orangtuaku baru akan ada di rumah sore-sore. Sepertinya nggak mungkin untuk menyiapkan kue, masak dan lain sebagainya sendirian dalam waktu yang singkat. Saking dilemanya aku sampai susah tidur, ---dan memutuskan sesuatu yang konyol. Aku BBM Dhian, sahabatku di tengah malam untuk bertanya apa ia bisa mampir ke rumah sepulang bekerja! Tentu saja Dhian kaget, katanya nggak seperti biasanya aku mengundang secara mendadak (bangeeet). Tapi meski begitu ia berjanji akan datang di sore hari. Karena tanpa ada acara pun Dhian selalu ingat dengan hari ulang tahunku :)

Pagi harinya ketika aku bangun tidur Ibu dan Bapak sudah nggak ada di rumah. Aku mencoba mengingat-ingat kejadian di tengah malam yang terasa seperti mimpi. Setelah kesadaranku 100% terkumpul cepat-cepat aku BBM Ibu. Beliau belum tahu bahwa aku mengundang Dhian, jadi kemarin sama sekali nggak ada pembicaraan tentang akan masak apa, beli apa dan “apa-apa” lainnya untuk hari ini. Ibu terkejut, tentu saja. Tapi juga senang karena di hari ulang tahun aku nggak sendirian meskipun nggak ada acara syukuran. Katanya beliau akan mampir ke toko kue sebelum pulang, ---dan berharap agar Dhian nggak tiba lebih dulu.

Syukurlah Dhian belum datang ketika Ibu dan Bapak tiba di rumah. Mereka sempat membeli kue, pizza dan minuman untuk ulang tahun dadakan ini. Lucunya tulisan di atas kue tart’nya typo, harusnya “anakku” tapi malah “anaku”. Mungkin karena pesannya buru-buru, ya, hehehe. Dan sungguh kebetulan yang menyenangkan Uak mampir ke rumah bersama anak dan keponakan kesayanganku, Bian. Mereka juga nggak ingat kalau aku berulang tahun, jadi terkejut sekali ketika melihat kue tart di atas meja. Wah, ulang tahun kali ini rasanya seperti ulang tahun rahasia, ya, soalnya nggak ada yang ingat termasuk aku sendiri, hehehe :p Ya sudah akhirnya mereka ikut menikmati pizza dan camilan yang sudah Ibu dan Bapak beli.





Saking mendadaknya aku sampai lupa menempelkan tulisan “Happy Birthday” di dinding. Ruang tamu benar-benar polos tanpa dihias, di atas meja cuma ada kue tart dan camilan. Baju yang aku pakai pun yang tercepat yang bisa aku temukan di lemari. Tapi rupanya bagi Bian ini adalah ulang tahun yang keren. Pasalnya (menurut Bian) jika ia berulang tahun nggak selalu ada tiup lilin, makanya ia terkesima sekali dengan donat berwarna-warni yang ada di atas meja. Sampai-sampai dibandingkan aku, Bian lebih nggak sabar untuk memulai acaranya. Ia duduk di ruang tamu sendirian sambil makan pizza sementara aku dan yang lainnya masih bersantai di ruang TV. Hihi, reaksi Bian membuatku senyum-senyum :) Untuk mengalihkannya sambil menunggu Dhian datang, aku ajak ia ke kamar untuk berlatih ukulele. Ternyata ia senang sekali dan dengan semangat genjrang-genjreng nggak karuan. Akhirnya salah satu ukuleleku pun dihadiahkan untuknya :)





Selepas magrib Dhian tiba di rumah. Aku langsung siap menerima banyak pertanyaan karena mengundangnya secara mendadak dan tanpa mengundang siapa-siapa lagi. Aku jelaskan bahwa tahun ini nggak ada acara, dan mengundangnya benar-benar ide spontan di tengah malam karena aku kangen ingin bertemu (awww, hehehe). Dengan camilan yang seadanya kami mulai mengobrol di ruang tamu, ---dengan ditemani Bian. Nggak lama Ray yang juga baru pulang bekerja datang ke rumah. Ia terkejut karena ia pikir tahun ini nggak ada acara tiup lilin. Hehehe, aku bilang saja bahwa aku juga sama terkejutnya :p Dengan Ray obrolan semakin seru. Nggak ada yang benar-benar penting sih, mostly random, dari mulai ngobrolin (atau gosipin?) teman sampai artis yang keberadaannya antara ada dan tiada. Selalu senang jika orang-orang kesayanganku berkumpul bersama dan menjadi akrab, rasanya hangat :)






Sedang asyik-asyiknya mengobrol Ibu mengingatkan kami untuk memotong kuenya. Rupanya beliau khawatir es krim di dalamnya mencair. Puja, adikku dan istrinya yang tinggal terpisah dengan kami mampir sebentar untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Suasana pun terasa semakin ramai :) Seperti biasa kami berfoto bersama, tiup lilin dan tentu saja makan kue. Lucunya meski kuenya sudah berada di luar kulkas dalam waktu yang lama, tetap saja es krimnya masih keras. Moment potongan pertama kue yang seharusnya cute pun terpaksa gagal, karena yang memotong jadi bukan cuma aku, tapi Ray, Dhian dan Ibu. Bentuk kue pun jadi nggak karuan, dan potongan kue pun lebih mirip dengan “sendokan”, hehehe. Tapi yang penting rasanya enak :p






Kalau sedang bersenang-senang waktu selalu terasa singkat, nggak terasa waktu sudah menunjukan pukul 9 malam. Dhian pamit pulang dan menyisakan aku dan Ray di ruang tamu. Ada 3 buah kado di atas meja; yang pertama dari Ibu dan Bapak, sebuah ukulele Mahalo bergambar smiley face yang sudah lama aku inginkan. Yang kedua sebuah dompet Hello Kitty dari Ray, ---dan yang ketiga sebuah mug Hello Kitty dari Dhian. Yang bikin aku terharu, meskipun super-duper dadakan Dhian tetap membawakanku kado. Bayangkan, aku baru memberitahunya tengah malam, sedangkan di pagi hari ia bekerja dan baru pulang sore. Mengingat bahwa Dhian, ---juga Ibu, Bapak dan Ray meluangkan waktu mereka membuatku merasa begitu dicintai dan istimewa. Aku nggak ingat seperti apa wajah Ibu dan Bapak ketika aku lahir ke dunia. Tapi setiap kali berulang tahun aku jadi bisa membayangkannya; mereka bersuka cita :)








birthday girl,

Indi


Ps: Aku mengikuti "GoGirl! Passion Pitch 2015". Tolong support aku ya, teman-teman. Caranya tolong like dan beri komentar positif di video ini: https://www.youtube.com/watch?v=7titmVF6Jf4 Terima kasih :)))

 ___________________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | Email: namaku_indikecil@yahoo.com

Jumat, 12 Juni 2015

Quick Update: Indi Sugar on TV :)

Hi bloggies, apa kabar? Wah, nggak terasa sudah mau weekend lagi :D Kalian ada rencana apa, nih? Kalau aku sepertinya akan di rumah saja karena ada beberapa PR tulisan yang harus dikerjakan, ---termasuk menulis di blog ini, hihihi. Meski belakangan lumayan jarang update bukan berarti aku cuek, lho, ini murni karena belum sempat, huhuhu :'D Nah, sekarang di sela-sela waktu makan siang aku ingin bercerita sedikit, nih tentang aktivitas terakhirku di TV :)


1. Halo Indonesia (Daai TV)


Bulan April lalu aku menjadi finalis "Kartini Next Generation Award 2015" dalam bidang Kesehatan dan Lingkungan hidup. Di malam penobatan ada beberapa stasiun TV yang meliput, salah satunya Daai TV. Aku nggak menontonnya langsung karena stasiun TV tersebut nggak bisa ditonton dari Bandung. Beruntung videonya sudah ada di YouTube jadi aku bisa menontonnya bersama keluarga, deh, hihihi.


2. Majalah Pagi (TV One)


Shootingnya sih sudah dari sebelum KNG, tapi ternyata baru ditayangkan. Lagi-lagi aku nggak menontonnya di TV karena entah kenapa pihak TV One nggak memberitahuku. Padahal biasanya saat aku menjadi narasumber/bintang tamu bukan hanya diberitahu, tapi juga diberikan copy acaranya oleh pihak TV :( Untung saja followersku di Instagram dan Facebook rajin-rajin, mereka mengambil fotonya untukku, hehehe. Salah satu dari mereka juga memberitahu bahwa aku bisa menontonnya dari Usee TV, dan dari sanalah aku mendapatkan rekaman ini :) Kinda disappointed karena konsep acara ternyata berbeda sekali dengan yang dijanjikan. Ada juga beberapa kesalahan dalam penyebutan istilah scoliosis yang menurutku lumayan fatal karena seharusnya TV membantu memasyarakatkan scoliosis. But well, aku tetap share videonya karena di kolom "deskripsi" aku cantumkan informasi yang tepat. Aku harap teman-teman yang menonton juga nggak malas untuk membaca terlebih dahulu, ya :)

Sekian update singkatku, hihihi. Semoga aku bisa cepat kembali nge-blog di sini, dan yang juga nggak kalah aku kangenin; semoga bisa cepat kembali jalan-jalan ke blog teman-teman :p See yaaaa! :)


dora with ukulele,

Indi

 _______________________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | Contact person: 081322339469

Kamis, 04 Juni 2015

Malam Renungan AIDS Nasional 2015: Aku datang untuk Mika :)

Awalnya aku nggak mau datang, tapi Hendra BBM berkali-kali untuk mengingatkanku bahwa acaranya tinggal beberapa hari lagi. 
"Nggak mau, ah, nanti sedih, terus nangis," aku balas BBM Hendra.
"Nggak, nanti kan ditemenin. Ada aku, ada yang lain juga," begitu balasnya lagi.
Pokoknya aku janji nggak akan menangis.

Dan akhirnya hadirlah aku di sana, di Malam Renungan AIDS Nusantara 2015 yang diadakan di Taman Musik Centrum Bandung. Mataku langsung mencari wajah-wajah yang dikenal. Baru beberapa langkah aku sudah disambut oleh Anies (atau kalau sedang manja kupanggil "Teteh Anies", hehehe) yang langsung memelukku akrab. Hendra rupanya belum datang, padahal dia yang sibuk membujukku. Tapi aku nggak kesepian, di sana juga sudah ada Ayu, teman sekaligus pengelola dari ODHA Berhak Sehat (lihat post-ku tentang OBS di sini). Apalagi handphone ku langsung bergetar, rupanya ada mention dari Rumah Cemara yang mengucapkan selamat datang untukku. Psst, sampai sekarang aku belum tahu lho siapa admin Twitter dan Facebooknya RC, makanya aku langsung clingak-clinguk cari siapa yang sedang pegang HP, hihihi :)




Semakin jauh aku melangkah semakin banyak juga wajah yang kukenal. Malah ada yang sudah sering mengobrol di dunia maya, tapi ini jadi pertemuan kali pertama! Seorang perempuan cantik 'histeris' ketika melihatku dan langsung mencium pipi kiri dan kananku. Beberapa detik kemudian aku ikut histeris karena ia ternyata seorang teman yang sudah kukenal selama 8 tahun di dunia maya (iya 8 tahun, aku nggak salah ketik). Aku memanggilnya "Kak Rose", yang ternyata dianggap "ajaib" oleh teman-temannya karena hanya aku yang memanggilnya begitu. Ia lalu memanggil suaminya yang juga berteman denganku di dunia maya bahkan sebelum aku mengenal Kak Rose. Dengan malu-malu aku menyalaminya karena ternyata ia masih muda padahal aku selalu memanggilnya "Om Riki", hihihi :p
Aku langsung merasa nyaman, suasananya akrab dan gembira sekali. Soal rasa takutku, mungkin hanya parno saja, ---seperti biasanya.




Malam Renungan AIDS Nusantara diperingati di bulan Mei setiap tahun. Kegiatan ini menjadi kesempatan bagi komunitas ODHA (Orang dengan HIV/AIDS), keluarga dan masyarakat untuk mengenang orang-orang yang telah dulu pulang karena AIDS. Bukan hanya untuk ODHA atau yang pernah ditinggalkan sepertiku, tapi MRAN ini juga boleh diikuti oleh umum. Menurutku ini bagus karena bisa menjadi ajang silaturahmi sekligus sosialisasi tentang HIV/AIDS. Dan karena acaranya di tempat terbuka sepertinya banyak masyarakat sekitar yang ikut penasaran dan bahkan ikut bergabung, which is really nice :)

Nggak lama kemudian Hendra datang dengan sekantung perbekalannya (belanja dulu ternyata dia, hehehe) dan langsung bergabung denganku dan Anies. Lalu disusul oleh Nova yang sama sepertiku, baru memutuskan untuk pergi di menit-menit terakhir. Aku mengenal mereka bertiga dari piknik OBS, yang dilanjutkan dengan perkenalan lalu bergabung di grup mereka, D-100 (baca tentang nobar film MIKA bersama mereka di sini). Waktu kami sudah duduk paduan suara Maranatha sedang membawakan beberapa lagu. Perasaan merinding mulai datang, yang membuatku melirik Hendra penuh arti, 'Awas ya kalau aku sampai nangis.' :p





Di MRAN ini ada quilt yang dibuat oleh keluarga dan sahabat dari mereka yang sudah dulu pulang (totalnya ada 86 quilt). Nova bertanya padaku kenapa aku nggak membawa quilt untuk Mika. Well, sebenarnya alasannya agak cengeng sih... Melihat quilt dengan nama orang lain tertulis di atasnya saja sudah membuatku berkaca-kaca, apalagi jika membaca nama Mika... Tapi aku tetap meletakkan setangkai bunga di atas quilt-quilt itu untuk mereka yang juga sama seperti Mika. Susah diungkapkan dengan kata-kata tentang perasaanku yang seperti roller coaster. Melihat puluhan nama dengan keluarga dan sahabat yang hadir membuatku sadar bahwa dunia ini bukan hanya mengenai aku dan Mika, bukan aku yang paling bersedih, ---dulu aku egois karena merasa nggak ada yang mengerti perasaanku. Tapi ternyata banyak orang yang kehilangan yang mereka cintai karena AIDS. Aku jadi merasa bersalah... Tapi di sisi lain aku juga merasa hangat, karena beberapa dari orang yang hadir mengenal Mika, meskipun hanya lewat novel dan film. Setiap ada yang menghampiri dan memberi tahu perasaan mereka tentang Mika, mereka berempati padaku, ---well saling, karena kami mempunyai pengalaman yang sama.








Setelah kata sambutan dari Atalia Kamil, istri dari Ridwan Kamil, walikota Bandung acara dilanjutkan dengan testimoni. Langsung saja aku berdiri dan mencari-cari alasan untuk meninggalkan tempat. Kalau dibilang cengeng, biarin... aku mungkin memang cengeng. Tapi aku benar-benar nggak siap untuk mendengarkan kisah-kisah kehilangan dari teman-teman baruku ini. Untung saja Hendra mau menemaniku keluar area. Bilangnya sih aku mau beli minum, padahal dari kejauhan aku mendengarkan suara samar-samar dari speaker, ---memastikan sesi testimoninya sudah selesai waktu aku kembali. 

Aku dan Hendra kembali tepat ketika testimoni terakhir selesai, tinggal acara penutupan. Kami diminta untuk menyalakan lilin dan berdiri mengelilingi quilt. Kami lalu berdoa untuk keluarga dan sahabat yang telah dulu pulang. Aku teringat Mika dan mulai menahan air mata yang rasanya sebentar lagi jatuh sambil  memeluk diri sendiri. Aku nggak ikut menyalakan lilin, alih-alih berdiri di paling pojok dikelilingi oleh Hendra, Anies dan Nova. Dari speaker terdengar lagu "Lilin-Lilin Kecil", semua ikut bernyanyi, termasuk aku. Lalu dilanjutkan dengan lagu "Usah Kau Lara Sendiri". Di bagian refrain, kertas lirik yang kubaca tiba-tiba menjadi buram. Air mataku ternyata sudah nggak bisa ditahan, aku menangis. Gue berusaha menghapusnya dengan punggung tangan, tapi air mata gue terus keluar. Gue ingat Mika, aku ingat teman-temannya yang juga sudah pulang. Aku juga teringat dengan nama-nama yang kubaca di quilt, dengan orang-orang yang ditinggalkan, ---yang jumlahnya ada banyak sekali di seluruh dunia. Aku melanggar janji, I let my self to cry. Aku pikir dengan menahan perasaan akan membuatku kuat. Tapi aku salah, menangis bukan berarti lemah. Nggak ada yang salah dari mengeluarkan perasaan, dengan menghindarinya jutsru aku malah pura-pura atau menutup mata, ---menjadi pengecut. Mungkin aku nggak akan menemukan obatnya, tapi akan berusaha menghilangkan stigma dan segala cap-cap konyol lainnya terhadap ODHA. Aku akan terus berjuang untuk Mika dan Mika-Mika yang lain. Janji.
Ada yang mau ikut?




Tulisan ini nggak diikutkan ke kontes, aku hanya berbagi pengalaman :)

a fighter,

Indi

Update 2024: Dengan hati yang pedih aku mengetik ini, Nova, teman kami (di foto terakhir aku sedang merangkulnya) telah pulang bersama Mika ke surga...

 _______________________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | Contact person: 081322339469